Share

Bab 5

Suasana di acara pertunangan Jihan nampak begitu ramai. Banyak kolega bisnis di sana terutama Tuan Irawan, Tuan Chandra dan yang lainnya. Mereka semua ialah kolega bisnis dari Tuan Adira. Tuan Adira sendiri ialah ayah dari Bimo, pria yang hendak bertunangan dengan Jihan. Yang itu artinya Bimo ialah calon suami Jihan karena sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan dalam beberapa waktu setelah bertunangan. 

Semua merasa gembira terkecuali Daffa. Pria itu terlihat begitu tegang terutama saat Raisa menariknya untuk menemui Jihan di sana. 

"Hei Jihan, selamat ya!! Akhirnya kamu tunangan juga." Raisa memberi selamat kepada Jihan, temannya sewaktu sekolah dulu. 

"Oh iya, makasih banyak loh Raisa. Kamu ke sini sama siapa?" tanya Jihan. 

Belum diberitahu pun nampaknya Jihan sudah tahu kalau Raisa datang bersama pria miskin yang hanya bekerja sebagai pelayang restoran. Jihan tersenyum miring, memperhatikan penampilan Daffa dari atas sampai bawah. 

"Raisa, apa kamu yang kasih cowok miskin ini pakaian mahal? Aduh Raisa, kamu ini kebiasaan ya dari dulu selalu baik sama cowok yang otaknya cuma manfaatin kamu doang. Apa kamu tahu kalo dia itu hanya seorang pelayan? Dan kamu tau gak sih, dia itu mantan aku? Dulu aku percaya kalo dia ngaku sebagai anak orang kaya, tapi nyatanya? Dia bahkan sudah bohongin aku selama ini. Dasar pria tak berguna. Jangan sampai kamu tertipu dengan wajahnya yang so polos itu, Raisa." 

Ucapan Jihan berhasil membuat semua orang melihat ke arah Daffa dengan tatapan muak. Di sana, Tuan Irawan sudah berjalan dan dia menarik tangan putrinya saat itu juga. 

"Sebaiknya kamu pulang sekarang juga. Papa malu sama kamu, bisa-bisanya kamu bawa laki-laki tak berguna kayak gini dan lagi, beraninya kamu memakai pakaian dari butik ku pria miskin." Tuan Irawan melihat ke arah Daffa. 

"Pa, tapi Daffa itu ..." 

"Diam kamu, Raisa. Kamu sudah mempermalukan papa di sini sebaiknya kamu kembali ke mobil biar papa yang urus pria tak berguna ini." 

"Pa, aku ... pa ..." 

Saat itu juga Raisa sudah dibawa oleh para Bodyguard nya. Raisa tidak bisa melawan apalagi mengelak sebab dia memang yang salah. 

Urusan Tuan Irawan belum selesai. Pria paruh baya itu sudah mendekat ke arah Daffa. Beliau menekankan sekali lagi. 

"Mulai besok, kau tidak boleh bekerja di restoran Raisa. Saya tidak sudi dan kamu harus mengganti semua pakaian yang kamu pakai itu sekarang juga. Kalau tidak, saya akan buat perhitungan," ucap Tuan Irawan menggertak. 

Di sana Daffa hanya diam, ia tidak bicara sepatah katapun. Hanya saja tatapannya tajam dan Daffa seperti menantang ucapan Tuan Irawan. 

"Kenapa? Gak mampu? Heug, saya ragu kalau kamu bisa mengganti pakaian seharga ratusan juta itu. Bahkan sampai kamu bekerja puluhan tahun pun tidak akan sanggup membayarnya." 

Haha

Suara ricuh orang tertawa sangat jelas di telinga Daffa. Ia merasa terhina akan perbuatan Tuan Irawan ini. Namun, sebisa mungkin Daffa harus bersabar. Ia tidak mau membuat keributan di sini. 

"Ada apa ini?" 

Seorang pria paruh baya tiba-tiba saja datang dengan membawa tongkat kayu di tangannya. Bukan hanya pria paruh baya itu saja, tetapi orang terhormat lainnya menghadiri acara itu. 

Semua serentak melihat. Mereka menghormati pria bertongkat itu dan satu persatu kolega membungkukkan setengah tubuh. Mereka sudah tidak peduli dengan Daffa yang meninggalkan tempat itu. 

"Tuan Salim, Tuan Kenzo, Pak Denis, selamat datang di acara pertunangan putra saya. Saya merasa terhormat akan kehadiran Tuan beserta keluarga. Maaf sebelumnya jika saya lupa untuk mengundang Tuan," kata Tuan Adira. 

"Tidak apa, saya ke sini hanya ingin mencari cucu saya," jawab Salim. 

Adira tersenyum. "Cucu? Siapa cucu yang Anda maksud, Tuan? Barangkali saya mengetahuinya!!" 

"Lim, kayaknya Daffa udah keluar. Buat apa juga kita di sini, acara gak penting gini. Yang terpenting sekarang ialah Daffa. Kita harus mengejarnya." Kenzo berbisik tepat di telinga Salim. Ia hanya mengangguk. 

Orang paruh baya itu hanya menatap Adira sekilas dan tidak menjawab pertanyaannya. Salim kembali berjalan dan keluar dari ruangan itu. Semua sudah tahu jika orang tua itu memang mempunyai sifat tak peduli. 

Sementara yang tertinggal sekarang hanya Denis dan Frelya, istrinya. Mereka berdua meminta maaf atas perlakuan kedua orang tua itu. 

"Tuan Adira, mohon maaf atas sikap papi saya. Sepertinya saya juga harus kembali mencari anak saya yang selama ini pergi dari rumah," kata Denis dengan sopan. 

Adira mengerti. "Baik Pak Denis, sekali lagi terimakasih atas kedatangan Bapak ke acara pertunangan putra saya, Bimo."

"Sama-sama Tuan. Kalau begitu saya permisi." 

"Silakan, Pak." 

Adira mempersilakan Denis dan mengantarnya sampai depan sana. 

Sepeninggalan Denis, Tuan Irawan kembali berkoar. Ia mencari Daffa yang memang sudah tidak ada di sana. Lantas, ia menyuruh para bodyguard nya untuk segera bergerak. 

"Cepat kalian cari pria miskin itu, jangan biarkan dia lolos dan dia harus mengganti semua kerugian di butik ku." 

"Baik, Tuan." 

***

Daffa sudah kembali ke rumah kontrakannya. Ia hanya sendirian di sana. Walaupun sang kakek dan kedua orang tuanya memaksa untuk Daffa pulang, tapi Daffa tetap memilih tinggal di sana. 

Daffa sudah nyaman dengan kehidupan sederhananya sekarang, dan hanya tinggal di ruang kecil tapi dia merasa lebih tenang jika dibandingkan dengan Mansion utama.  

Keluarganya telah kembali pulang. Daffa juga tidak mencegah mereka kalaupun ingin bertemu. Dan Denis tetap memberikan kartu hitam itu untuk Daffa sebagai jaga-jaga jika Daffa membutuhkannya suatu saat. 

Daffa duduk dan memperhatikan kartu hitam itu. Ia merenung, Kartu itu semula ia gunakan sebagai poya-poya dengan kekasihnya dulu. Namun sekarang, bahkan Daffa tidak tahu harus menggunakan kartu itu seperti apa. Kelakuannya dulu tidak mau Daffa ulangi lagi sebab dia sudah merasakan beberapa kali dikhianati. 

Dengan kejadian tadi malam di acara pertunangan Jihan, Daffa sadar jika perempuan bukan segalanya. Dulu, Daffa merasa bodoh karena terlalu baik dan selalu memberikan apa saja keinginan para wanita bahkan sampai uang ratusan juta pun Daffa mampu memberikannya. 

Sekarang, Daffa tidak mau terbodohi lagi oleh siapapun. Ia menggenggam kartu itu dan menyimpannya dengan aman. Ia tak mau pemberian kedua orang tuanya tersia-siakan lagi. 

"Maafin Daffa, ayah. Selama ini Daffa hanya bisa menyusahkan ayah sama mama. Aku tidak mau menyusahkan kalian lagi dan aku ingin hidup mandiri." 

***

Hari ini Daffa bangun kesiangan. Ia hampir lupa kalau dia harus segera bersiap untuk bekerja. Walaupun sudah dapat ancaman dari papa Raisa, namun Daffa harus tetap bekerja di sana. Lagipun Daffa tidak bisa melamar pekerjaan di tempat lain sebab semua CV yang ia punya sudan dirobek oleh Raisa sendiri. Benar-benar menyebalkan. 

Daffa cepat membersihkan dirinya dan segera pergi menuju restoran. Namun, saat pertengahan jalan, angkot yang Daffa tempati itu berhenti secara tiba-tiba. 

Di sana ada dua orang bertubuh besar dan berotot. Mereka dengan mudah menarik kerah Daffa menggusurnya sampai keluar dari angkutan umum itu. 

"Hei, ada apa ini? Kalian siapa?" tanya Daffa.

"Kau ikut kami." 

Mereka terus menarik Daffa sampai Daffa masuk ke dalam mobil mereka. 

"Kalian mau bawa saya kemana?" tanya Daffa lagi. Namun, mereka tidak menjawab sepatah kata pun. 

"Hadeuh, kalian tuli atau apa? Kalian punya telinga kan? Gunanya telinga buat apa? Jangan-jangan kalian gunain buat makan ya?" 

Sontoloyo. 

"Diam kau!!" hardik pria di depannya. Saat ini Daffa berada di kursi belakang dengan dua orang di depannya. Berasa jadi Tuan saja. 

"Sebenarnya siapa yang menyuruh kalian buat bawa aku?" 

Tidak menjawab lagi. 

Daffa sudah lelah memberinya pertanyaan, dia memutuskan untuk ikutan diam. 

Sesampainya di sebuah butik, mereka berdua kembali manarik Daffa dan kali ini mereka membawa Daffa ke hadapan sang mulia. 

Daffa mendongak, menoleh ke arah sang mulia itu. 

"Bisa-bisanya kau kabur dariku pria miskin. Sekarang, kau harus mengganti semua kerugian yang Raisa berikan sama kamu kemarin. Total semuanya dua ratus juta," kata Tuan Irawan. 

Sementara Daffa hanya terkekeh di sana. Ia sangat tahu dengan barang yang ia kenakan malam itu. Bahkan pakaian yang ia ambil dari sana tidak sebesar itu. 

"Anda mau menipu saya, Tuan? Saya tahu berapa harga baju itu dan harganya tidak mencapai ratusan juta. Paling tinggi jas yang saya kenakan hanya seharga 40 juta saja dan celana yang saya pakai kena di harga jutaan rupiah saja. Jangan berani membohongi saya karena saya tahu berapa saja harga pakaian yang Anda jual di butik ini." 

Irawan nampak terkejut dengan pengetahuan Daffa soal harga fashion yang ia jual. Bagaimana bisa Daffa sampai tahu semuanya? Sebenarnya siapa anak ini? 

"Sembarangan, bilang aja kalo kamu gak mampu bayar. Oh, atau kamu cari mati ya?" Irawan nampak memberi sebuah kode kepada para bodyguardnya. Kedua pria itu merespon dengan cepat. 

Buk!!! 

"Aarrgghh ..."

***

Maaf mengganggu sebentar. Buat yang penasaran sama kisah Denis dan Frelya, kalian boleh mampir di aplikasi NovelMe. Silakan cari judul "MENANTU PENGGANTI" karya Rohimah. Jangan lupa buat siapin perut biar gak kelilit ya. Upss.. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status