Share

Satu kelas

Pagi yang cerah ini Kayla awali dengan senyuman ceria. Bukan tanpa alasan, karena hari ini merupakan hari yang baru bagi Kayla. Hari ini ia telah resmi menjadi siswa didik di SMA Garuda. Tidak ada lagi kegiatan-kegiatan MOS yang melelahkan dan itu membuat Kayla bahagia. 

Senyum Kayla berubah semakin cerah kala ia melihat seorang individu yang amat dikenalnya. "Arin. Tungguin," panggilannya kepada Arin yang berjalan di depan.

Mendengar adanya suara panggilan dari Kayla, Arin menoleh. Langkahnya pun terhenti sesuai dengan permintaan Kayla tadi. Namun, ketika ia melihat seseorang yang lain yang berjalan berdampingan dengan Kayla, gadis itu malah langsung melanjutkan perjalanannya yang sempat terjeda. Panggilan yang Kayla lakukan lagi sengaja dihiraukan oleh Arin. Melihat Arin yang benar-benar sengaja mengabaikannya, Kayla tidak marah karena ia sangat tahu alasan kenapa Arin berperilaku seperti itu dan Kayla memaklumi alasannya.

"Marahannya awet ya," kata Kayla kepada seseorang yang berjalan di sampingnya, orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Ando.

"Gua sih gak heran lagi sama ntu nenek lampir. Untung aja handphonenya kemarin gak mati, cuma retak aja," respon Ando atas ucapan Kayla. Saat berbicara raut wajah cowok itu menunjukkan kengerian yang membuat Kayla merasa heran.

"Emangnya kenapa kalau handphonenya Arin sampe mati kemarin?" Tanya Kayla yang ingin mendapatkan obat dari kebingungannya, obat yang dimaksud adalah jawaban dari Ando.

Sebelum menjawab Ando terkekeh kecil terlebih dahulu. "Lo kayak gak tahu Arin aja. Handphonenya mati karena gua, otomatis gua juga pasti bakalan mati di tangan dia," ucap Ando. Hubungan mereka berdua yang tidak pernah ada masa baiknya lah yang membuat Ando bisa berpikiran seperti itu. Kemarin, sewaktu handphone Arin retak akibat jatuh dari lantai dan sebab utamanya adalah karena kehadiran Ando yang mengejutkan mereka, seperti rel kereta api yang panjang Arin tidak habis-habisnya mengomeli Ando dengan ribuan kata bijak dan kata umpatan. 

Tahu sendiri Arin itu orangnya seperti apa, apalagi ini menyangkut barang miliknya tentu gadis itu tidak akan menerimanya begitu saja. Buktinya saja, sampai hari ini gadis itu masih menunjukkan sikap kekesalannya yang tidak berkurang sedikitpun dari yang kemarin.

"Lo kira Arin itu psikopat ya, gak mungkin lah dia mau bunuh Lo. Orang yang lemah lembut kayak dia, bunuh nyamuk yang gigit dia aja pake mikir seratus kali dulu," ucap Kayla, tidak setuju dengan pendapat satu-satunya sahabat laki-laki yang ia miliki semasa ia hidup. Ia mengenal Arin lebih dari apa pun, meski hobi gadis itu adalah mengomel tapi Arin sama sekali tidak akan pernah bisa menyakiti seseorang yang sudah membuatnya terpaksa mengomel.

Mendengar kalimat Kayla yang sangat jauh berbeda dari pengetahuan yang ia miliki tentang seorang gadis bernama Arin, Ando seketika bereaksi terbahak-bahak. "Hahahaha ... lemah lembut kata Lo? Apa Lo lupa, hampir satu jam gua diomelin sama dia."

"Ya ... Wajar lah dia marah kayak gitu. Itu 'kan memang sifat dia," ucap Kayla, masih mencoba membela Arin, sahabatnya sedari SMP dulu.

Dengan masih terkekeh, Ando berkata, "dimana-mana, cewek lemah lembut itu tutur katanya itu halus bukan kayak knalpot bising," katanya Ando. "Nahh ... Lohh, Kay. Lo mau kemana?" Tanya Ando karena Kayla tiba-tiba saja berjalan lebih cepat dan seperti tidak ingin beriringan dengannya lagi.

"Cape bareng Lo terus. Mulutnya udah ngalahin mulut cewek, nyinyir terus kerjaannya, mending gua bareng knalpot bising aja," ucap Kayla sembari menoleh kepada Ando yang berjalan di belakangnya. "Rin ... Tungguin." Kayla berlari, mengejar Arin yang sudah sampai di gedung sekolah mereka, meninggalkan Ando yang sekarang ini hanya sendirian saja.

*****

Sesuatu yang ampuh membuat jantung Kayla berdebar tidak ketulungan bukan hanya karena hendak menyatakan cintanya saja, mencari tahu di kelas mana ia akan ditempatkan sekarang ini juga sudah bisa membuat jantung Kayla bekerja lebih keras. Hal itu bukan perasaan gugup, tapi lebih kepada perasaan khawatir. Kayla khawatir kalau-kalau ia tidak berada satu kelas dengan Arin ataupun Ando. Secara 'kan di sekolah ini ia hanya mengenal mereka berdua saja, kalau Kak Aska itu beda lagi ceritanya.

Karena kemarin sekolah sibuk mengurusi acara penutupan MOS, jadinya pengumuman tentang pembagian kelas dialihkan keesokkan hari tepatnya di hari ini. Jadi wajar-wajar saja kalau kini, di depan papan mading banyak murid kelas sepuluh yang berkerumunan dengan membawa misi yang sama, yaitu mencari tahu penempatan kelas mereka masing-masing.

"Jadi, harus gua yang periksa?" Tanya Kayla sekali lagi.

Meski jengah dengan pertanyaan yang sudah keberapa kalinya diajukan oleh Kayla, Arin tetap mengangguk. "Sesuai yang udah gua bilang tadi. Tubuh Lo 'kan kecil. Jadi bisalah Lo nyelip kerumunan itu," kata Arin.

Kayla menarik nafas panjang, menghembuskannya secara perlahan. "Oke." Ia pun berbalik dan mulai mencari celah di antara kerumunan itu untuk bisa menyelipkan tubuhnya ke dalam. Karena diberkati oleh tubuh yang mungil, tidak sampai bermenit-menit Kayla pun berhasil masuk ke dalam. Setelah selesai, ia pun langsung keluar dari sana karena pengap juga berlama-lama di tengah kerumunan yang ramai itu.

"Gimana?" Tanya Arin dengan alis yang terangkat, ketika melihat Kayla sudah keluar. Namun, Kayla terlihat menunjukkan ekspresi yang tidak bersemangat. Seperti sebuah robot yang kehilangan daya. 

"Lo di kelas X IPS B, gua di IPS A," ucap Kayla dengan nada yang loyo. Arin bisa mendengar helaan nafas dari Kayla yang terdengar berat. Seperti gadis itu merasa apabila tidak satu kelas, berarti semua kebahagiaan akan menghilang. Arin mengerti kenapa Kayla sangat ingin satu kelas dengannya, sedari mereka berdua mengenal di waktu SMP mereka berdua tidak pernah terpisahkan satu sama lain. Selalu satu ruang, satu bangku, bahkan pernah suatu ketika mereka menggunakan satu buku paket bersamaan karena milik Arin ketinggalan. 

Arin masih mengingat dengan jelas sebuah kejadian yang telah membuat ia dan Kayla menjadi sahabat. Waktu itu ia baru memasuki SMP dan pertamakali mendapatkan menstruasi. Arin belum mengerti harus berbuat apa dengan bocoran warna merah yang terlihat jelas di bagaian belakang rok biru tuanya. 

Bukannya menolong, semua orang di dalam kelas malah menertawai dirinya, tentu saja Arin hanya bisa menangis. Namun, disaat semua orang sibuk menertawainya ada seorang gadis yang menghampirinya dengan memberikannya sebuah jaket untuk menutupi kebocoran itu. Gadis itu adalah Kayla, Kayla juga memarahi semua orang yang menertawai dirinya. Arin merasa bersyukur karena ada Kayla, kalau Kayla tidak muncul saat itu mungkin saja Arin tidak akan pernah mau pergi ke sekolah lagi. 

Setelah kejadian itu Kayla dan Arin menjadi semakin dekat. Kayla yang dulunya menarik perhatiannya karena selalu bersama-sama dengan seorang anak cowok yang mencolok baginya, kemudian malah menjadi sahabatnya sendiri. 

"Ini masalah besar, Rin," ucap Kayla dengan nada lirih, seperti hendak ingin menangis. 

Tangan Arin terulur, hendak memeluk Kayla. "Udahlah, Kay. Gak satu kelas, bukan berarti persahabatan kita berakhir di sini. Kita masih bisa support satu sama lain kok. Jadi, jangan sedih lagi ya," kata Arin sembari mengelus sayang punggung belakang gadis yang ia peluk, bermaksud menyalurkan kekuatan kepada Kayla. 

Kayla menggelengkan kepalanya, teguh. "Iya, gua memang sedih karena gak satu kelas dengan Lo lagi, tapi itu cuma bagian kecilnya aja. Ada lagi masalah yang lebih besar dari itu," kata Kayla.

"Emang masalah apa yang bisa lebih penting dari hubungan persahabatan kita?" Tanya Arin, belum terlalu mengerti dengan maksud Kayla.

"Ando. Lo satu kelas sama Ando. Gua sedih karena takut ninggalin kalian berdua, ntar kalau kalian berdua bertengkar ataupun ummm ... jadian, gua gak bisa buat nyaksiin itu secara langsung," ujar Kayla yang sontak membuat Arin melepaskan pelukannya dan mematung di tempat. Kayla yang melihat itu seketika langsung merubah lengkungan bibirnya yang semula turun menjadi terangkat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status