Share

Keanehan

"Kau belum pulang, Nak?" tanya seseorang barusan, yang ternyata adalah Mr. Jusuf.

Nohan hanya menundukkan kepalanya.

Kemudian Mr. Jusuf terbelalak, menyadari Nohan basah kuyup, dan aroma tak sedap mengitari muridnya itu.

"Sesuatu terjadi padamu, Nak?" tanya Mr. Jusuf khawatir.

Nohan berdehem pelan, dan berusaha tersenyum walau sebetulnya hatinya benar-benar tak ingin tersenyum.

"Tadi aku tak sengaja menyenggol ember yang berisi air untuk mengepel, Mr. Jusuf. Dan ya akhirnya aku terpeleset airnya mengguyurku," jelas Nohan berusaha berbohong sebaik mungkin.

Satpam yang berdiri di belakang Nohan menganggukkan kepala, berusaha meyakinkan Mr. Jusuf yang juga menatapnya.

Mr. Jusuf pun akhirnya percaya.

"Nohan! Karena kau sudah basah kuyup, kau boleh pulang! Tadinya aku hendak berbicara denganmu, tapi sepertinya bukan waktu yang tepat," kata Mr. Jusuf tersenyum ramah penuh perhatian.

Nohan menganggukkan kepala sebagai respon.

"Kalau begitu aku permisi! Dan selamat pulang, Nak! Hati-hati di jalan," kata Mr. Jusuf yang kemudian segera kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang guru.

Kini tersisa Nohan, dan satpam yang sedari tadi memandanginya.

"Pulanglah, Nak!"

Nohan tak menggubrisnya dan segera berjalan menuju koridor kelas, ia harus pulang secepatnya.

Tubuhnya sudah benar-benar bau, dan ah ... sungguh menjengkelkan.

Beberapa menit berlalu, Nohan menunggu bus yang biasanya lewat depan sekolah. Tapi entah mengapa siang ini tak kunjung muncul.

"Apa alasan mereka merundungku?" monolog Nohan sembari mengambil kerikil di dekat sepatunya, ia memandanginya lekat.

"Kurasa tidak perlu alasan, sama seperti mencintai yang juga tidak perlu adanya alasan!"

Nohan terdiam seketika.

Cinta? Bagaimana mungkin hal buruk seperti perundungan disandingkan dengan cinta? Itu sungguh tak masuk diakal.

Apa mungkin iblis pantas disandingkan dengan malaikat? Tentu saja tidak mungkin.

Dan apa kata satpam tua bangka tadi? Perundungan sama halnya dengan cinta, tak memerlukan alasan untuk terjadinya.

Haha, hanya orang bodoh yang mengiyakannya. Dan satpam tua bangka ini kan memang monster, maka sudah seharusnya Nohan tidak heran, mengapa ia bisa berkata demikian.

Monster mengerikan mana mengerti arti cinta, mana paham arti perbedaan antara cinta dan kebencian, keburukan dan kebaikan. Di mata mereka semuanya sama, tanpa ada batas antara baik ataupun buruk.

"Kadang ada orang yang merundung seseorang tanpa alasan, mereka bahkan hanya bilang ingin saja, atau iseng saja. Bukankah cinta juga begitu? Hanya orang-orang yang mau jatuh cinta untuk merasakannya, atau terkadang berawal dari iseng, dan berakhir jatuh cinta. Sama bukan?" lanjutnya seolah mempertahankan pendapatnya.

Selagi itu baik buat mereka, maka mereka akan menganggapnya hal baik. Meski harus mengorbankan orang lain untuk kebaikan diri mereka. Dan perundungan tidak pernah pantas disandingkan dengan cinta.

"Kalau kau kesal diperlakukan seperti itu, mengapa tidak melawan?" suara menyebalkan milik sang satpam mengganggu ketenangan Nohan lagi.

"Kalau dilawan apa musuh itu akan diam? Akan berhenti bertindak mengerikan?" tanya Nohan dengan nada menohok tajam, "Tidak perlu menasihatiku seolah kau makhluk paling benar di dunia, ketimbang kau menasihatiku! Nasihati saja dirimu, kau kan tak jauh berbeda dari monster mengerikan, Pak!" lanjut Nohan dengan nada yang lagi-lagi menohok.

Satpam tua bangka itu mendadak terdiam, tak lagi menyauti Nohan.

Nohan berdehem pelan, "Mungkin kedengarannya tidak sopan karena aku mencampuri urusanmu, tapi tindakanmu sebagai seorang dewasa sungguh mengerikan, Pak!" kata Nohan dan berikutnya ia mencegat bus yang lewat.

Tanpa berpamitan atau mengatakan apapun lagi, Nohan segera memasukki bus yang kebetulannya sepi penumpang.

"Dia memang sudah tahu sejak awal, tapi biarkan saja. Toh dia tak akan mengadu pada siapapun," monolog satpam barusan menatap kepergian bus yang ditumpangi Nohan.

Nohan duduk di kursi paling belakang, lantaran ada beberapa penumpang di kursi depan. Nohan tentu tak mau mengganggu penciuman mereka, hanya karena aroma menyengat dari sekitaran dirinya.

Nohan hanya diam sembari memandangi tangannya sendiri, di lengan kanan terlihat ada bekas cekalan yang membiru, dan ya sekarang Nohan baru merasakan perutnya agak kaku dan sakit, pasti ini akibat tendangan si atlet taekwondo itu; Ren.

Nohan menghela napas, ia pasti harus mandi air hangat lagi sekalian mengompres luka lebam di tubuhnya.

Citt...

Ban bus berdecit, lantaran bus mengerem. Dan sepertinya ada penumpang.

Nohan tak peduli, yang ia pedulikan sekarang adalah lekas sampai ke rumah dan membersihkan diri.

Hingga saat tiga penumpang remaja laki-laki mengganggu penumpang remaja perempuan, yang sepertinya baru saja naik.

Nohan melihatnya, bagaimana tiga penumpang dengan seragam sama dengan miliknya, mengganggu remaja perempuan dengan seragam sekolah berbeda darinya.

Nohan kau tak mengenalnya, lebih baik diam saja. Tak usah turut campur, dia bukan urusanmu. Suara di kepala Nohan tiba-tiba saja bergema, otaknya lagi-lagi menguasai.

"Benar! Aku bahkan tak mengenalnya, jadi kurasa aku tak perlu membantunya, atau malah justru aku yang akan jadi sasaran selanjutnya!" monolog Nohan berpura-pura tak terganggu dengan situasi di depannya.

Nohan berpura-pura memalingkan wajah, seolah menikmati perjalanan melalui jendela. Tapi tentu saja itu bohong, nyatanya mata Nohan masih saja melirik ke depan sana, menatap tiga remaja lelaki yang seusia dengannya tengah mengganggu remaja perempuan.

Hingga hati Nohan berbisik, mengatakan sesuatu yang membuat Nohan terdiam merasa tertohok seketika.

Kau tidak mau menolongnya? Sungguh, Nohan? Apa itu artinya kau sudah berubah? Apa kau pikir kau jauh lebih baik menghindar begini? Jangan melakukannya, Nohan. Bantu remaja perempuan itu, kau memang tidak mengenalnya. Tapi, bukankah kau juga merasakannya sendiri, bagaimana rasanya saat kau diganggu tapi tak ada yang mau membantu? Bantu dia, Nohan. kata hati Nohan seolah mendorong Nohan untuk bangkit dari duduknya.

Kau harus berpikir dulu, Nohan. Pikirkan! Kau membantu orang lain lolos dari sergapan harimau, tapi setelahnya dirimu yang disergap. Ini bukan lagi tentang apa dan bagaimana perasaan, tapi ini tentang seberapa mengerti dan cintanya kau pada dirimu sendiri. Kau mengorbankan dirimu demi orang lain sungguh mengerikan. Otak Nohan kembali bersuara. Membuat Nohan terdiam lagi.

Hingga pada akhirnya bus berhenti, sepertinya ada penumpang lain. Dan Nohan bersyukur, penumpang barusan seorang perempuan paruhbaya yang tampangnya galak.

Dan akhirnya, tiga remaja lelaki itu berhenti mengganggu remaja perempuan tadi.

Nohan menghela napas lega. Setidaknya kali ini ia tak mengorbankan dirinya untuk jadi sergapan harimau ataupun singa.

Dulu Nohan pernah melakukannya, dan pada akhirnya ia terjebak selamanya di kandang singa. Ia tidak bisa melarikan diri sebelum benar-benar mati.

Nohan hanya dicabik-cabik tapi tak pernah benar-benar mati.

Cittt...

Ban bus kembali berderit, ternyata remaja perempuan barusan yang turun. Ia buru-buru turun dari bus usai membayar, dan tak disangka Nohan perempuan paruhbaya barusan juga ikut turun.

Apa tidak ada yang salah saat ini? Batin Nohan menatap kepergian dua orang itu.

Kini bus kembali seperti semula, hening senyap tanpa suara. Hanya ada suara mesin bus, dan klakson dari beberapa kendaraan lain.

"Bukankah dia si Ansos!"

Sial, sungguh sial nasib Nohan sekarang.

"Sungguh? Wah kebetulan yang sangat menyenangkan bisa pulang bersama si Ansos anak polisi!"

Nohan hanya berharap Tuhan melindunginya.

Tapi Tuhan selalu melindunginya, hanya saja Nohan tidak pernah menyadarinya.

Bersambung.

***

Makasih udah mampir, see you next chapter.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status