”Merindukanku, huh?”
Sosok itu adalah Kaisar Ryu. Ia tersenyum tipis menatap Vinia yang terkejut dengan kehadirannya. Vinia segera melepaskan rangkulan Kaisar Ryu sesaat setelah mereka menapaki lantai.
Tymus tertawa lebar, tebakannya benar. Lalu ia berbicara lantang tanpa ada rasa hormat sedikit pun.
”Ryu, aku tahu kau akan datang. Ternyata kau sangat mengkhawatirkan manusia ini,” kekeh Tymus.
Kaisar Ryu menyahut Tymus dengan dingin, suaranya terdengar lembut namun setajam belati, ”kau punya urusan denganku, bukan dengannya. Sedikit saja kau melukai dia, aku akan mengurungmu kembali ke dalam kristal penangkap jiwa.”
”Kulihat, kau sudah berubah. Tidak sedingin dulu. Hanya tatapanmu saja yang masih sama. Memandang r
”Merindukanku, huh?”Sosok itu adalah Kaisar Ryu. Ia tersenyum tipis menatap Vinia yang terkejut dengan kehadirannya. Vinia segera melepaskan rangkulan Kaisar Ryu sesaat setelah mereka menapaki lantai.Tymus tertawa lebar, tebakannya benar. Lalu ia berbicara lantang tanpa ada rasa hormat sedikit pun.”Ryu, aku tahu kau akan datang. Ternyata kau sangat mengkhawatirkan manusia ini,” kekeh Tymus.Kaisar Ryu menyahut Tymus dengan dingin, suaranya terdengar lembut namun setajam belati, ”kau punya urusan denganku, bukan dengannya. Sedikit saja kau melukai dia, aku akan mengurungmu kembali ke dalam kristal penangkap jiwa.””Kulihat, kau sudah berubah. Tidak sedingin dulu. Hanya tatapanmu saja yang masih sama. Memandang r
”Mengapa kau tidak mencegahnya?” tanya Ryu dengan penekanan nada yang sedikit keras. ”Maafkan keteledoran hamba, Yang Mulia. Saat hamba sedang bertarung dengan Tymus, rupanya dia tidak sendirian. Seseorang bersamanya yang membawa Vinia. Lalu ia berpesan, 'jika ingin mendapatkan gadis itu kembali, suruh si Brengsek Ryu yang menemui aku' begitulah yang dia katakan, Kaisar,” Heris menirukan perkataan Tymus, ia sempat ragu-ragu untuk mengatakan 'brengsek', namun kini ia puas. Walau itu adalah ucapan dari Tymus, Heris senang seakan itu adalah kata-katanya sendiri. Hal yang seharusnya ia katakan sedari dulu. Ryu mengernyitkan keningnya dan berpikir. Ia sangat penasaran mengapa Tymus harus membawa Vinia sedangkan Tymus sendiri tidak tahu menahu hubungan Ryu dan Vinia. ”Ada banyak orang yang lebih berarti untuk di s
Suasana hati Ryu sedang buruk. Bahkan saat para dayang-dayang yang memberinya hormat saat berpapasan di koridor, ia bentak sesuka hati. Ryu memang dingin, namun sikapnya hari ini sangat buruk. Para penghuni istana awan sangat memahami perubahan sikapnya itu. Sepertinya akan ada hujan badai. Seikat Edelweiss itu mampu membuat amarah Ryu meledak.Heris hendak ke pergi istana samudera, ke rumah para siren, bangsa duyung. Pertemuan untuk membahas perdamaian dengan istana awan. Dahulu sang pemimpin Siren, Tymus Dien dikurung Ryu dalam sebuah bola kristal penangkap jiwa. Kenakalan Ryu pada masa itu, membuat seluruh penghuni alam itu resah. Para Siren menuntut Ryu untuk membayar ganti rugi dan tentu saja, Heris yang bertanggung jawab.Heris bertemu dengan Ryu di koridor itu, namun saat Heris memberinya salam, Ryu mengacuhkannya seakan ia transparan. Heris merasa a
Vinia segera melepaskan rangkulan Dewa itu. Menampar wajahnya yang bak porselen itu. ”Kurang ajar. Beraninya kau menyentuhku.” Bentak Vinia geram. Lalu pria itu berlutut di depan Vinia melebarkan telapak tangannya, seikat bunga Edelweis kering muncul di genggamannya. Matanya memerah ketika mengingat kembali kenangan bunga itu, butiran bening menetes dari pelupuk matanya, jatuh membasahi Edelweis yang kering itu. Seketika kuntumnya kembali mekar dan segera seperti baru dipetik. ”Kau pernah memberikan bunga ini kepadaku ketika di lembah Bloom Forest. Di antara semua bunga, kau paling menyukai ini. Kau bilang ini melambangkan cinta yang abadi. Aromanya tak pernah pudar seperti cintaku padamu. Kendatipun kau tak mengenali aku, tetapi aku selalu mengenalimu.” Kilas balik ingatan Vinia berputar-putar di benaknya. Kadang ia melihat Padang bunga, sepasang kekasih yang berke
Ryu melirik dengan tatapan yang dingin dan sedikit senyum. Tidak terkejut dengan perkataan Vinia. Lalu ia membalas Vinia dengan datar. Seolah itu bukanlah hal yang penting. ”Sepetinya Hara memperlakukanmu dengan baik.” Sindir Ryu, ia mengalihkan pandangannya ke taman. ”Baik katamu? Cih! Harusnya aku tidak mempercayai kata-katamu. Huh!” Vinia mengangkat kepalanya, berjalan meninggalkan Ryu. Pakaian yang ia gunakan terlalu besar, saat Vinia hendak melangkah tanpa sengaja kakinya memijak pakaiannya sendiri yang membuatnya terjungkal ke depan. Malu. Sudah pasti. Ryu yang melihat itu tersenyum sinis. Lalu tiba-tiba berbicara kepada Heris. ”Heris, apakah kau pernah dengar cerita hewan yang ceroboh?” tanya Ryu datar. Heris segera mengiyakan pertanyaan Ryu. ”Ya, aku pernah dengar itu, yang mulia.” balas Heris. ”
”Kau masih hidup?” Tanya Dewi itu kaget.Dulu ia dan Sena pernah berseteru karena sang Kaisar lebih memilih Sena dibandingkan dirinya. Ia masih mengingat jelas bagaimana Ryu memperlakukannya seperti kotoran. Sementara terhadap Sena ia selalu bersikap baik.”Tentu saja aku masih hidup. Maksudmu apa mengatakan itu?” Balas Vinia.Heris segera menarik Dewi Hara menjauh dari Vinia. Kemudian ia berbicara berbisik.”Dia bukan Sena. Hanya seseorang yang mirip saja.” Ujar Heris.Lalu Dewi Hara menyapu pandangannya ke arah Vinia. ”Tapi, itu nyaris sempurna. Seperti kembarannya saja.”Mereka berdua mengangguk dan serampak melirik Vinia. Kemudian Dewi Hara tersenyum saat berjalan mendekati Vinia.”Sepertinya aku salah mengenali orang. Maaf telah membuatmu tidak nyaman. Tapi pak