Share

Gia panta

Setelah hubungan terlarang yang di lakukan Fia dengan sosok yang sulit dicerna oleh akal sehat. Kini wanita itu mengandung seorang anak yang menjadi permintaan dari sosok bertubuh kekar itu.

Tapi ada yang aneh dari kehamilan Fia. Meski usia kandungannya sudah menginjak bulan kelahiran bayinya, perutnya tampak tak terlihat membesar atau pun sekedar memberikan pertanda bahwa ia sedang mengandung.

Tubuhnya tetap memperlihatkan tubuhnya yang sempurna. Lekukan tubuh itu masih saja terlihat jelas.

“Ini bulan kelahiran bayi ini, tapi kenapa perutku sama sekali tidak membesar?” gumamnya pada pantulan bayangannya di cermin.

“Ini benar-benar gila,” ucapnya lagi tak percaya.

“Itu karena dia anakku.” Tiba-tiba suara berat membalas ucapan Fia, sedikit mengejutkan wanita yang masih asik memandangi tubuhnya di pantulan cermin itu.

“Brengsek!” gerutunya kasar.

“Tidak bisakah kau datang tanpa mengejutkanku?” Hardik Fia pada sosok yang tak terlihat.

“Sebaiknya kau bersiap, dia akan segera lahir,” peringatkan sosok itu, dan tiba-tiba hening pertanda dia sudah meninggalkan tempatnya.

“Dasar iblis!” umpat Fia kesal. Bola matanya memutar membalas, diiringi wajah yang berubah ekspresi.

“ARRGHH!!!” tiba-tiba saja Fia meringis kesakitan di bagian perutnya.

“Ada apa ini?” Tanyanya tak paham dengan rasa sakit yang mulai mengancam. “ARGGGHHH!” Teriak wanita itu lagi, kali ini dengan suara yang sedikit memekik.

Tubuhnya tiba-tiba hilang keseimbangan, tangannya kuat mencengkeram perutnya. Telapak tangan kirinya dengan spontan menahan tubuhnya yang terjatuh, terduduk tak beraturan.

Kakinya menjulur ke depan. Rasa sakit itu secara perlahan mulai menyerang. Tubuhnya langsung gemetar tak karuan, disusul rintihan kecil dari mulutnya yang menahan rasa sakit yang membunuh secara perlahan.

“Apa ini?” tanyanya samar, akibat napas yang memburu bebas.

“Arggghh!!!” teriakan Fia menggema di ruangan beranjang itu. Perlahan sesuatu mulai terasa mengganjal disela pahanya yang di tutupi dres putih yang dikenakannya.

Fia memutar tubuhnya, mengubah posisi. Menyenderkan tubuhnya di nakas yang tepat berada di belakangnya.

Perlahan Fia melebarkan kedua kakinya, sedikit menekuk layaknya orang yang menjalani persalinan pada umunya. Berbeda dengan khalayak luas, Fia terlihat melahirkan tanpa bantuan seseorang. Jika pada umumnya orang melahirkan dengan tubuh terbaring, berbeda dengan wanita yang hamil di luar pernikahan entah dengan sosok apa pun itu. Wanita itu terlihat duduk bersandar, dengan kaki terbuka lebar, kedua tangannya kompak menapak di lantai dingin kamarnya, dan disusul rintihan kecil dari mulutnya.

“Apa yang terjadi?” tanyanya samar, akibat napas yang memburu hebat.

Fia sesekali menekan kuat napasnya, guna mengeluarkan sesuatu yang mulai mengganjal sela kedua kakinya. Berjuang sendiri, bertahan sendiri. Fia terlihat seperti ibu yang mempertaruhkan nyawa, demi sang buah hati yang tidak sabar didengar tawanya. Tapi salah, Fia bukan sosok ibu seperti itu. Fia melahirkan anak ini, semata-mata hanya sebagai permintaan dari sosok yang selama ini menjadi penjaga hidupnya.

Layaknya tuhan. Fia menghormati, menyegani, menuruti, serta melakukan apa pun perintah dari sosok yang memintanya melahirkan seorang bayi.

Tak lama perjuangannya yang sendirian. Akhirnya tubuh kecil nan mungil itu keluar dari cela kedua kakinya. Tak bergerak, tak bersuara. Tak meninggalkan bercak, atau pun jejak.

Sejenak Fia terdiam membisu sesaat tubuh mungil itu keluar dan menghentikan rasa sakti yang ia rasakan. Tatapan matanya terpaku pada sosok tubuh mungil yang terbaring bebas di lantai dingin yang ia duduki.

“Makhluk apa itu?” gumamnya tak percaya.

Fia menarik langkah, membangunkan tubuhnya. Seperti tak terjadi apa-apa, tubuh Fia kembali berfungsi seperti sedia kala. Wanita berambut panjang itu, tak bergeming menatap bayi mungil yang terbaring tak beralas apa-apa di lantai. Ia mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang, dan tak mengalihkan pandangannya dari bayi yang baru saja ia lahirkan.

“Aneh,” gumamnya bergidik heran.

“Bagaimana bisa kau lahir tanpa bersuara? Tanpa bergerak? Tanpa menangis sama sekali?” seakan bayi itu bisa menjawab, Fia mengajukan beberapa pertanyaan.

Bayi mungil berjenis kelamin laki-laki itu, terbaring tak bergeming di lantai tak beralas apa pun. Kulitnya pucat, kedua bola matanya berwarna putih keseluruhan. Kepalanya tak ditumbuhi rambut, sorotan matanya terlihat tajam memandang.

Benar-benar mengerikan. Jika seharusnya sosok bayi yang baru saja lahir terlihat lucu dan menggemaskan, berbeda dengan bayi milik Fia.

Seram, menakutkan, tak kuat dipandangi untuk jangka waktu yang lama. Jika kau benar ingin melihatnya, pastikan nyalimu cukup besar untuk menghadapi hari esok.

“Kau berhasil.” Tiba-tiba suara berat nan menggema itu lagi-lagi membuat Fia terkejut.

“Iblis bajingan! Lagi-lagi kau mengagetkanku brengsek!” rutuknya mengumpat pada sosok yang tak terlihat.

“Pelankan suaramu! Aku tidak suka dibentak!”

“Jika kau tidak suka dibentak, maka jangan mengejutkanku dengan datang secara tiba-tiba!” balas Fia menekankan kalimatnya.

“Diam kau! Perhatikan lagi dengan siapa kau berbicara!”

Fia menarik dalam napasnya, mengeluarkannya dengan kasar. Menutup sekilas kedua bola matanya, guna membuatnya sedikit meredam emosi yang sedikit meluap.

“Iblis tidak tahu diri!” gumamnya pelan, berharap tak didengar oleh sosok berbau anyir itu.

“Apa yang akan kulakukan pada bayi ini?” tanya Fia memulai perbincangan.

“Bukankah kau menginginkan lebih dari ini?”

Fia mengernyitkan dahinya, “Apa?” tanyanya memastikan hal yang tidak ia ingat.

“Manusia bodoh! Kau terlahir dengan otak yang datar!” caci sosok yang tak tampak itu, dengan nada suara yang menghina.

Sejenak kedua bola mata Fia menatap sinis pada satu tempat. “Bodoh? Kau mengatakan aku bodoh?” ucapnya menaikkan sedikit intonasi suaranya.

“Lalu dengan apa lagi kau disebut? Manusia yang haus akan harta?”

“Diam kau brengsek– Ahrgghh...” tiba-tiba Fia meringis kesakitan, setelah mengumpat kasar. Wanita itu meraih lengannya yang terasa nyeri seperti disayat beberapa pisau tajam. Namun, jika dilihat nyata, tak tampak apa-apa di sana.

“Jangan memancingku!”

“Baiklah! Hentikan ini, rasanya benar-benar sakit!” ringis Fia masih memegangi kuat puncak paha tangannya.

“Bukankah kau menginginkan rumah mewah lebih dari ini?” ingatkan sosok itu, seraya menghilangkan rasa nyeri di tangan Fia.

Sejenak Fia mengingatnya, “Kau benar!” balasnya cepat, dengan kedua bola matanya yang menyala.

“Kalau begitu, bangunlah, dan lakukan sesuatu untukku.”

“Apa itu?”

“Cungkil kedua bola mata bayi itu, dan telan.”

“Apa!” tiba-tiba Fia berteriak mendengar ucapan dari makhluk mengerikan itu.

“Jangan membuatku gila!”

“Jangan membantahku!” suara itu terdengar kasar dan menggema. Membuat Fia menegun ludahnya kasar. Secara tidak sengaja, Fia menoleh dan mendapati dirinya di pantulan cermin disisi kanannya.

“Apa ini?” dengan spontan Fia beranjak dan mendekatkan dirinya pada cermin berukuran besar itu.

“Bagaimana bisa ada kerutan di wajahku! Tidak! Aku tidak suka ini!” gerutunya pada dirinya sendiri.

“Jika kau mau menghilangkan kerutan itu, maka lakukan apa yang kukatakan.”

Fia mengedarkan pandangannya. Dan terpaku lagi pada sosok bayi yang masih terbaring tak bergeming di lantai dingin itu.

“Baiklah.” Akhirnya Fia menyetujui permintaan sosok bertubuh besar itu.

Menarik langkah perlahan menghampiri bayi yang ia lahirkan beberapa menit yang lalu. Duduk bersimpuh, menatap tajam sosok bertubuh mungil itu.

Dan tanpa berpikir dua kali. Jemarinya mulai meraih pelan wajah kecil itu. Tak bergeming, tak bergerak, bayi itu tampak seperti mayat hidup. Hanya menyisakan desahan napas yang normal layaknya bayi pada umumnya.

Dengan perlahan, jemari Fia lihai mengeluarkan bola mata bayi itu persis seperti keinginan sosok yang memaksanya. Dan tanpa aba-aba apa pun, bola mata yang mengeluarkan darah yang kental dan pekat itu, perlahan masuk ke dalam kerongkongannya. Menelan paksa bola mata yang sebesar biji buah salak.

Keduanya sukses menyapa tenggorokan Fia, sisa darah itu membekas diujung bibirnya dan melumuri kedua telapak tangannya.

“Bagus..” gumam sosok itu.

Fia menarik napas dalam, seraya memejamkan sekilas bola matanya. Hanya berlangsung beberapa detik, tiba-tiba saja ruangan tempat ia bernaung berubah bentuk.

Bayi yang tadinya tepat berada di hadapannya, kini hilang entah ke mana.

Ruangan beranjang itu semakin terlihat megah. Semua fasilitas di sana berubah sepenuhnya. Fia mendongak menatap setiap sudut ruangan itu.

“Wahh...” gumamnya tercengang.

Kini rumah mewah yang ia tempati berubah drastis dari sebelumnya. Layaknya istana seorang raja, bangunan itu berdiri kokoh membentuk sebuah kastel yang di beri nama ‘Gia Panta’.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kadek
Woooww gk bisa berkata kata lagi aku..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status