Share

Benda di kolong tempat tidur

Bismillah.

Jangan lupa tinggalkan votenya yang sayangku ❤️❤️❤️

**

Kurebahkan diri di pembaringan sunyi di mana dulu ada begitu banyak kehangatan cinta dan kasih sayang. Kupeluk diriku sendiri, meringkuk dalam dingin dan kesendirian, air mata ini meleleh lagi, mengingat betapa malangnya diri ini, aku sendiri di kamar ini an suamiku bersama istrinya di kamar tamu.

"Tuhan, sampai kapan ujian ini," gumamku sambil menyeka air mata.

Kutarik selimut perlahan dan kubenamkan diriku di dalamnya, ada aroma suamiku yang tertinggal di bed cover ini sehingga kerinduan ini kian bertambah. Aku semakin terisak membayangkan suamiku memberi perlakuan romantis yang sama pada wanita lain, sungguh aku cemburu dan tidak terima.

 Tapi apa dayaku, Soraya istrinya, secara agama dia sah istrinya.

Ada beragam pikiran yang saling bertentangan dalam otakku, beragam ide gila yang di dasari rasa sakit dan iri. Kutangkupkan tangan ini ke wajah mencoba menepis pikiran jahat yang terus menari-nari di kepala. Pikiran itu seolah olah memangil untuk melakukan hal nekat, mengacaukan malam mereka.

"Ah, itu kesannya tidak tahu malu dan terlihat sekali aku cemburu berat," batinku membantah.

Karena tak kunjung sanggup memejamkan mata, akhirnya kuputuskan untuk mengambil wudhu, menunaikan shalat malam lantas melantunkan ayat suci Alquran yabg kuharap sedikit bisa menenangkan sedihku.

Setiap kali melapalkan ayat ayat itu air mataku seolah meluncur tanpa mampu kutahan, hingga akhirnya mata ini terlelap di atas sajadah.

Pukul 12:34

Aku terbangun ketika merasakan tubuh ini dalam pelukan seseorang, kucoba menggeliat dan membalikkan badan untuk memastikan bahwa aku memang sepenuhnya sadar atas apa yang terjadi.

Mas Ikbal rupanya, ia memelukku dalam tidur pulasnya. Ada rasa bahagia dalam hati karena suami tercinta datang dan memilih tidur bersamaku. Namun mengingat kejadian semalam hatiku kembali berdenyut kecewa.

"Mas ...." Aku menepuk pipinya, "Mas kapan masuk ke sini?"

"Ehmmmm ... Mas ngantuk ... Hoahmmm ...."

 Ia menggeliat dan berbisik parau lalu kembali membenamkan diri ke bawah leherku. Hangat napasnya di dadaku dan aroma tubuhnya membuatku merasakan kembali getaran-getaran dan hasrat untuk memadu kasih dengannya.

Namun ... Kembali teringat perlakuannya, kalimatnya yang menyakitkan hatiku, wajah tersipu wanita itu, dan semuanya membuatku kehilangan selera dan hasrat berkasih mesra. sehingga perlahan kulepaskan diriku dari pelukannya dan pergi membasuh diri membentangkan sejadah untuk mengadu keadilan pada sang pencipta.

"Rabbi, hamba tak kuat dengan semua ini, semakin hari, tiap waktu yang berjalan membuat hamba sesak ya Allah," keluhku dengan air mata berderai.

Kuangkat tanganku tinggi dengan harapan Allah mau mengabulkan permintaanku.

"Allah, lepaskan aku dari ujian ini, jauhkan wanita ini dari rumah tanggaku, jauhkan dia, meski aku sadar ini sulit, dan tidak akan adil bagi semua orang, setidaknya ringankan beban ini ya Allah."

"Lapangkanlah hati hamba karena sejujurnya Hamba tidak ikhlas dan sejauh ini belum mampu menerima wanita itu."

Kuraih mushaf dan mulai membaca separuh surah Al-Baqarah dan surah An-nisa.

Dengan terbata-bata kubaca surah An-nisa ayat tiga yang maknanya membolehkan laki-laki menikahi maksimal empat orang istri dengan catatan mampu berbuat adil. Namun jika tak mampu maka sebaiknya menikahi satu orang saja, karena yang demikian lebih dekat dan terlindungi dari perbuatan dzalim terhadap wanita.

Di saat dada ini kian membuncah oleh rasa sesak tiba-tiba suamiku datang dan memelukku dari belakang. Dalam pelukannya tubuhnya bergetar dan kutahu jika ia sedang menangis.

"Mas gak tidur?"

"Maafkan a-aku jannnah," ucapnya lirih sambil menundukkan kepalanya di bahuku.

"Kenapa?" 

"Aku sudah menyakitimu," balasnya.

"Mas masih bisa merubah segalanya jadi lebih baik seperti semula," jawabku.

"Caranya bagaimana?"

"Kembalikan wanita itu pada ayahnya, dan hubungan kita bisa kembali normal lagi Mas."

"Maaf ... Aku gak bisa," jawabnya lirih.

Kubalikkan badan dan kuraih bahunya, kutumpahkan semua rasa yang menyesakkan dalam dada, aku menangis sepuasnya di di hadapannya, "Kembalikan suamiku, aku ingin suamiku, aku ingin dia ...."

Mas Ikbal hanya membalas tatapanku dengan wajah sendu dan air mata yang juga menderas.

"Aku menderita, Mas, aku sangat menderita," bisikku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status