Beranda / Romansa / Tiba-Tiba Dimadu / Benda di kolong tempat tidur

Share

Benda di kolong tempat tidur

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-23 07:30:01

Bismillah.

Jangan lupa tinggalkan votenya yang sayangku ❤️❤️❤️

**

Kurebahkan diri di pembaringan sunyi di mana dulu ada begitu banyak kehangatan cinta dan kasih sayang. Kupeluk diriku sendiri, meringkuk dalam dingin dan kesendirian, air mata ini meleleh lagi, mengingat betapa malangnya diri ini, aku sendiri di kamar ini an suamiku bersama istrinya di kamar tamu.

"Tuhan, sampai kapan ujian ini," gumamku sambil menyeka air mata.

Kutarik selimut perlahan dan kubenamkan diriku di dalamnya, ada aroma suamiku yang tertinggal di bed cover ini sehingga kerinduan ini kian bertambah. Aku semakin terisak membayangkan suamiku memberi perlakuan romantis yang sama pada wanita lain, sungguh aku cemburu dan tidak terima.

 Tapi apa dayaku, Soraya istrinya, secara agama dia sah istrinya.

Ada beragam pikiran yang saling bertentangan dalam otakku, beragam ide gila yang di dasari rasa sakit dan iri. Kutangkupkan tangan ini ke wajah mencoba menepis pikiran jahat yang terus menari-nari di kepala. Pikiran itu seolah olah memangil untuk melakukan hal nekat, mengacaukan malam mereka.

"Ah, itu kesannya tidak tahu malu dan terlihat sekali aku cemburu berat," batinku membantah.

Karena tak kunjung sanggup memejamkan mata, akhirnya kuputuskan untuk mengambil wudhu, menunaikan shalat malam lantas melantunkan ayat suci Alquran yabg kuharap sedikit bisa menenangkan sedihku.

Setiap kali melapalkan ayat ayat itu air mataku seolah meluncur tanpa mampu kutahan, hingga akhirnya mata ini terlelap di atas sajadah.

Pukul 12:34

Aku terbangun ketika merasakan tubuh ini dalam pelukan seseorang, kucoba menggeliat dan membalikkan badan untuk memastikan bahwa aku memang sepenuhnya sadar atas apa yang terjadi.

Mas Ikbal rupanya, ia memelukku dalam tidur pulasnya. Ada rasa bahagia dalam hati karena suami tercinta datang dan memilih tidur bersamaku. Namun mengingat kejadian semalam hatiku kembali berdenyut kecewa.

"Mas ...." Aku menepuk pipinya, "Mas kapan masuk ke sini?"

"Ehmmmm ... Mas ngantuk ... Hoahmmm ...."

 Ia menggeliat dan berbisik parau lalu kembali membenamkan diri ke bawah leherku. Hangat napasnya di dadaku dan aroma tubuhnya membuatku merasakan kembali getaran-getaran dan hasrat untuk memadu kasih dengannya.

Namun ... Kembali teringat perlakuannya, kalimatnya yang menyakitkan hatiku, wajah tersipu wanita itu, dan semuanya membuatku kehilangan selera dan hasrat berkasih mesra. sehingga perlahan kulepaskan diriku dari pelukannya dan pergi membasuh diri membentangkan sejadah untuk mengadu keadilan pada sang pencipta.

"Rabbi, hamba tak kuat dengan semua ini, semakin hari, tiap waktu yang berjalan membuat hamba sesak ya Allah," keluhku dengan air mata berderai.

Kuangkat tanganku tinggi dengan harapan Allah mau mengabulkan permintaanku.

"Allah, lepaskan aku dari ujian ini, jauhkan wanita ini dari rumah tanggaku, jauhkan dia, meski aku sadar ini sulit, dan tidak akan adil bagi semua orang, setidaknya ringankan beban ini ya Allah."

"Lapangkanlah hati hamba karena sejujurnya Hamba tidak ikhlas dan sejauh ini belum mampu menerima wanita itu."

Kuraih mushaf dan mulai membaca separuh surah Al-Baqarah dan surah An-nisa.

Dengan terbata-bata kubaca surah An-nisa ayat tiga yang maknanya membolehkan laki-laki menikahi maksimal empat orang istri dengan catatan mampu berbuat adil. Namun jika tak mampu maka sebaiknya menikahi satu orang saja, karena yang demikian lebih dekat dan terlindungi dari perbuatan dzalim terhadap wanita.

Di saat dada ini kian membuncah oleh rasa sesak tiba-tiba suamiku datang dan memelukku dari belakang. Dalam pelukannya tubuhnya bergetar dan kutahu jika ia sedang menangis.

"Mas gak tidur?"

"Maafkan a-aku jannnah," ucapnya lirih sambil menundukkan kepalanya di bahuku.

"Kenapa?" 

"Aku sudah menyakitimu," balasnya.

"Mas masih bisa merubah segalanya jadi lebih baik seperti semula," jawabku.

"Caranya bagaimana?"

"Kembalikan wanita itu pada ayahnya, dan hubungan kita bisa kembali normal lagi Mas."

"Maaf ... Aku gak bisa," jawabnya lirih.

Kubalikkan badan dan kuraih bahunya, kutumpahkan semua rasa yang menyesakkan dalam dada, aku menangis sepuasnya di di hadapannya, "Kembalikan suamiku, aku ingin suamiku, aku ingin dia ...."

Mas Ikbal hanya membalas tatapanku dengan wajah sendu dan air mata yang juga menderas.

"Aku menderita, Mas, aku sangat menderita," bisikku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tiba-Tiba Dimadu   kabar buruk apa?

    "Kabar buruk apa?"tanyaku heran."Aku sudah berusaha untuk mengalihkan pikiran dan semua kerinduanku tapi tetap saja, perasaan bersalah dan rasa ingin memperbaiki keadaan timbul di dalam hatiku," ucapnya sambil memandang mataku dengan penuh makna."Aku tak paham ....""Aku masih berharap kita bersama lagi. Demi anak anak, demi aku, demi harapan yang pernah kita bangun.""apa kau lupa tentang perlakuanmu dan apa saja yang sudah terjadi dalam hidup kita masing masing.""Ya, aku bersalah menikahi angel secara diam diam, aku mengulangi kesalahan suamimu yang fatal. tapi ...""Sudah, jangan dilanjutkan," cegahku. "aku tak mau mengenang apapun tentang masa lalu.""Aku hampir kehilangan dirimu dan semangat hidupku saat kau bersama dengan wira. Tapi, setelah bertemu dengannya dan mengetahui hal sebenarnya harapanku tumbuh kembali. Aku harap kita bisa ....""apa?""rujuk lagi," jawabnya sambil menatap mataku."Jadi itu kabar buruknya?""ya, bahwa aku sulit move on dan hidup tanpamu. Maukah

  • Tiba-Tiba Dimadu   menerima

    "Sebaiknya segera tentukan pilihanmu Nak, Ibu juga tidak ingin kamu terus-menerus sendiri seperti itu, karena penilaian orang lain tentang status janda sangat merugikan posisimu," ujar Ibu ketika aku menelponnya."Iya Bu, aku tahu tapi aku belum menentukan pilihanku, aku belum siap untuk naik ke jenjang berikutnya.""Ada dua pria yang begitu tulus dan menyayangimu, Nduk, kamu tinggal memilihnya," ujar Ibu."Bagaimanapun itu adalah pilihan yang sulit, Bu," gumamku pelan."Raisa menyukai salah satu dari pria itu?" tanya Ibu lagi."Raisa ingin aku kembali kepada Mas Raffiq.""Bagaimana dengan perasaanmu sendiri?""Entahlah... masih bingung," jawab ku sambil menghela nafas pelan."Lalu apa yang terjadi tentang Soraya?""Dia masih ditahan di rumahnya, Bu, polisi belum memiliki cukup bukti untuk bisa menjebloskan dia ke penjaara.""Jelas-jelas dia yang menyerang wira dengan air keras," ujar Ibu sedikit ingin marah."Tapi keluarga dan pengacaranya memiliki pengaruh besar, Bu. Mereka mati-m

  • Tiba-Tiba Dimadu   pergilah

    "Jangan dipikirkan apa yang dikatakan Mama dia memang seperti itu," bisik Wira kepadaku ketika Mamanya ke kamar mandi."Aku tak mempermasalahkannya," jawabku pelan sambil menyuapinya."Mbak ... aku berterimakasih atas semua perhatianmu, tapi sebaiknya Mbak tidak usah menjengukku lagi." Aku mencoba menelisik maksud dari ucapannya, mengapa dia harus mengatakan hal semacam itu."Apa yang kau katakan, aku tidak mengerti," ujarku."Aku sudah ikhlas melepaskan Mbak Jannah dengan Mas Rafiq." Sorot matanya yang sendu membuatku terenyuh."Jangan melantur seperti ini sebaiknya kamu istirahat saja." Aku membenahi selimut yang menutupi tubuhnya."Aku sungguh-sungguh, Mbak. Aku sadar bahwa cinta tidak bisa dipaksakan. Aku tahu, meski kita berteman tidak serta merta membuat hal itu menjadi cinta untukmu aku menyadari semua itu dan aku menyesali sikap bodohku untuk memaksakan dirimu menikahiku, Mbak," ujarnya sambil tersenyum getir."Tidak masalah aku memahami perasaanmu, aku bisa memaklumi sem

  • Tiba-Tiba Dimadu   Wira dan dia

    Sejujurnya aku lelah dengan semua ini, dengan takdir berliku liku yang mewarnai hidupku. Andai bisa, aku ingin lari dan mengamankan diri ini dari dunia yang begitu kejam.Baru saja aku dan kedua anakku mengecap ketenangan, dan menikmati hidup kami, kini ujian menghantam silih berganti, membuatku sangat ingin menyerah dari semua ini, andai aku bisa, sejenak lepas dari semua kesulitan yang membelit ini. Sungguh, aku letih.Masih segar dalam ingatan, bagaimana ketika Wira merintih di ranjangnya, sementara keluarganya terus mendesakku agar mau menerima lamaran bankir kaya itu, tiba-tiba Mas Rafiq datang dan berteriak dengan tatapan melotot penuh amarah bahwa dia menolak semua cara mereka menekanku untuk menikahi anggota keluarga mereka."Apakah musibah ini akan kalian gunakan untuk menekan Jannah?""Hei, apa maksudmu! Anakku terluka gara-gara dia, tidak tahu apa yang akan terjadi kepada putraku kedepannya, apakah dia masih seperti semula atau malah cacat," ujar Jeng Zahrina sambil terdu

  • Tiba-Tiba Dimadu   kantor polisi

    Aku kembali ke rumah dengan tubuh dan pikiran yang sudah lelah kubuka pintu utama lalu menuju kursi tamu meletakkan tasku lalu membaringkan diri dengan lunglai di sana.Pikiranku melayang pada rentetan kejadian yang begitu mengejutkan hari ini, setelah didesak untuk "mau menerima" mengambil hati Wira, akhirnya Jeng Zahrina mau tenang dan menguatkan hatinya untuk tidak menangis lagi.Besok mereka akan melakukan operasi untuk memperbaiki kulit punggung dan wajah Wira yang rusak akibat siraman air keras. Ah, kembali pikiranku melayang kepada mantan maduku itu, entah di mana dia berada dan apa yang sedang dia lakukan, kemungkinan saat ini dia sedang bersembunyi di suatu tempat atau mungkin juga duduk santai di rumah orang tuanya.Tring ... Ponsel berbunyi.Kuraih benda itu dengan setengah lesu lalu membaca nama siapa yang sedang menelpon, dan ternyata itu adalah Rina."Halo Rin ada kabar terbaru?""Laporan sudah kami selesaikan, besok polisi akan menuju tempat kejadian untuk mengamankan

  • Tiba-Tiba Dimadu   menanggung kemarahan

    Sesegera mungkin aku meluncur membawa wira ke rumah sakit bersama kedua asistenku, tak lupa aku hubungi nomor Mama Wira yang memang sudah tersimpan di ponselku karena dia adalah pelanggan tetap toko kami."Halo assalamualaikum Jeng Zahrina," sapaku."Waalaikumsalam ada apa kamu menelpon saya," tanya Nyonya Zahrina dengan nada sedikit tidak suka."Maaf karena aku harus memberitahukan hal penting, tapi mohon tenangkan diri Jeng ya," ujarku."Katakan saja apa yang sedang terjadi?""Tadinya Wira datang ke tokoku dan duduk sebentar lalu pergi, namun tak lama kemudian Soraya datang dan berniat menyiramkan air keras kepadaku, namun tanpa diduga-duga Wira datang lagi dan terkena siraman air keras," tuturku hati-hati."Apa?!""Iya, saat ini aku dalam perjalanan membawanya ke rumah sakit.""Kalo terjadi apa-apa dengan anak saya kamu harus bertanggung jawab." Ucapan Mama Wira membuat pikiranku kacau."Kemana kamu akan membawa anakku!" pekiknya lagi."Ke Rumah Sakit Budi Kusuma Jeng," jawabku.

  • Tiba-Tiba Dimadu   musibah apa ini

    *Pemuda itu, datang lagi ke toko sore menjelang aku menutup gerai pakaian dan barang milikku itu.Ia melangkah santai lalu menarik kursi yang ada di depan meja kerja dan mendudukkan dirinya sambil tersenyum."Mbak Jannah, belum mau pulang?" tanyanya."Belum, masih sibuk," jawabku."Uhm, aku akan menunggu,", jawabnya."Kau sadar apa yang kau lakukan sekarang?"tanyaku dengan tatapan tajam. "Aku sudah cukup memberimu ruang, Wira.""Apa maksudnya Mbak, Mbak terlihat marah," ucapnya pelan."Aku sudah cukup baik kepadamu dengan tidak bersikap kasar dan frontal, aku harap kau mengerti kalau aku tidak nyaman dengan semua sikap ini.""Aku tidak tahu cara terbaik untuk bisa merebut hatimu Mbak," jawabnya pelan."Kamu tidak perlu bersusah payah karena aku belum membuka hati untuk siapapun Wira," ucapku dengan tetap menatap lekat padanya."Aku tahu kalau tidak denganku, Mbak Jannah pasti akan kembali lagi dengan dokter Rafiq, iya kan?" cecarnya sok tahu.Aku hanya tertawa getir mendengar ucapan

  • Tiba-Tiba Dimadu   aduh

    Ting tong ...Pagi pagi bel rumah sudah berdenting dan entah siapa berkunjung di pagi buta seperti ini. Sesaat aku sempat bertanya-tanya sekaligus kesal, denting yang terus menerus mengganggu telingaku."Siapa di luar?" tanyaku."Aku," jawab suara yang familiar kudengar itu."Kamu ngapain pagi-pagi gini, bahkan embun pun belum kering di pucuk daun," ujarku."Biarkan embun, yang penting aku menatapmu di awal hari sudah cukup membuatku seolah memiliki semua kebahagiaan.""Hentikan gombalan recehmu!" teriakku di pengeras suara yang tersambung ke gerbang."Jangan marah pagi-pagi aku datang ke sini membawa sesuatu untuk Raisa dan Rayan,". ujarnya santai."Tidak usah bawakan apapun anak-anakku baik-baik saja," jawabku ketus."Tapi Raisa menyukaiku kok. Buktinya ia senang menerima sepaket boneka LoL yang aku belikan," lanjutnya sambil tertawa kecil, " Raisa Sapa Bunda," suruhnya."Bunda ...." Tiba tiba suara anakku timbul dari depan gerbang sana."Raisa kamu ngapaian di gerbang pagi-pagi, k

  • Tiba-Tiba Dimadu   saingan

    "Ini makanan banyak banget siapa yang beli makanan sebanyak ini?""itu dari pemuda tampan yang pagi-pagi sudah datang ke sini dan membawa semobil makanan," jawab asistenku Rina."Apa? Siapa?""Teman Mbak, yang berondong itu lho," jawab Rina setengah berbisik."Ya ampun," desahku."Kenapa Mbak, kan bagus mbak dapat banyak perhatian," jawabnya sambil berkedip aneh."Ish ...mendapat perhatian dari orang yang kita suka itu bagus, tapi kalo gak suka, bikin ilfil kan?""Emangnya mbak sekarang lagi ilfil?" timpal Rudi supirku."Iya, karena aku gak mau didekati pria itu." Aku menghempas diri di sofa sambil melempar pandangan ke tumpukan kotak makanan di meja tamu.Kuhela napas berkali-kali untuk melegakan dadaku, namun kedua pegawaiku itu masih heran dengan sikapku itu. Mereka seperti menunggu adegan berikutnya."Apa lagi? Kenapa pada berdiri?""Makanan sebanyak itu Mbak Jannah bisa habiskan?""Siapa bilang aku akan memakannya?" jawabku sewot."Kasihan yang beli, Mbak," jawab Rina memelas."

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status