Share

Ciuman Pertama

Edgar mencium bibir Anna dengan lembut dan hati-hati karena takut akan penolakan. Namun, tampaknya Anna menerima sentuhan bibirnya bahkan membalas ciuman Edgar.

Memperdalam ciumannya, perlahan Edgar mendorong kepala Anna agar lebih dekat dengan dirinya dan sesekali menggigit bibir gadis itu.

Anna merasa sesak. Dia kehabisan napas karena pria itu terus menciumnya. Anna mendorong dada Edgar agar melepaskannya dan memberinya waktu untuk menghirup udara.

Namun, lagi-lagi pria itu menarik dirinya dan mempertemukan bibir mereka kembali. 

“Mmmmmhhh.” Anna mulai memberontak, dia sungguh-sungguh kehabisan napas.

Anna menggigit bibir Edgar hingga pria itu meringis kesakitan dan mengakhiri pagutan bibir mereka.

Wajahnya memerah bak kepiting rebus. Anna menenggelamkan wajah memerahnya pada dada bidang Edgar sambil menghirup udara sebanyak-banyaknya. 

Bisa-bisanya pria itu menciumnya di tempat ramai. Anna sangat malu, akan tetapi dia juga menikmatinya. Apalagi itu adalah ciuman pertama bersama seorang pria. 

Sementara itu, sama halnya seperti Anna, Edgar masih mengatur napasnya agar kembali normal. Pria itu tertawa seraya menutup kedua matanya dengan telapak tangan kirinya. 

Edgar berpikir bagaimana bisa dia hilang kendali seperti itu? Dia berusaha untuk tidak menyentuh gadis itu, tetapi tubuhnya bergerak sendiri.

“Maaf.”

Pada akhirnya, kata itulah yang terucap dari mulut Edgar. 

Anna menganggukkan kepala dan masih bersembunyi di balik dada Edgar. Dia belum berani memperlihatkan wajahnya. Jantungnya berdebar sangat kencang sampai dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri.

“Aku ingin pulang,” ucap Anna dan mulai mengangkat wajahnya.

“Baiklah. Aku tidak membawa mobil, jadi aku akan mengantarmu dengan taksi.”

Meninggalkan taman bermain, Edgar berjalan dengan memasukan tangannya ke dalam kantung celana, sedangkan Anna terus mengalihkan pandangannya  ke arah yang berlawanan dengan Edgar.

Mereka terdiam cukup lama sampai akhirnya tiba di depan trotoar. Edgar memberhentikan sebuah taksi. Pria itu membukakan pintu untuk Anna dan mempersilahkannya masuk, sedangkan dia masuk melalui pintu yang satunya.

Meskipun sudah berada di dalam taksi, mereka masih diam seribu bahasa. Sang sopir taksi akhirnya melihat mereka melalui kaca spion dan mengatakan sesuatu.

“Tidak baik bagi pasangan suami-istri saling memusuhi. Kalian harus hidup akur,” ujar sang sopir taksi yang mengira bahwa mereka pasangan yang sudah menikah.

“Kami buk-“

“Istriku sedang dalam suasana hati yang tidak begitu baik,” jawab Edgar cepat sebelum Anna menyelesaikan perkataannya.

Sopir itu tersenyum.

Tidak sampai lima belas menit, taksi yang mengantarkan Anna dan Edgar telah terparkir di depan kediaman Florence.

Anna turun dari taksi dan hendak membayar ongkos perjalanan. Namun, sebelum dia melakukannya, Edgar terlebih dahulu membayar sang sopir menggunakan uangnya sendiri. 

“Kenapa kau ikut turun?” tanya Anna penasaran dengan alasan Edgar yang turun bersamanya dari taksi.

Mengapa Edgar juga ikut turun? Haruskah dia mempersilahkannya masuk ke dalam rumah? Apa yang sebenarnya pria itu pikirkan? Entahlah, Anna tidak bisa menebak jalan pikiran pria di hadapannya itu.

Edgar hanya berdiri memandangi Anna. Dia masih ingin menghabiskan waktunya bersama gadis itu sebentar lagi.

Tampaknya dia telah terhipnotis oleh gadis itu di kencan pertama mereka. Baru kali ini dia benar-benar tertarik dengan seorang gadis karena biasanya para gadis yang akan mengincarnya lebih dahulu. 

“Boleh aku memelukmu?”

Tanpa menunggu persetujuan Anna, Edgar melingkarkan tangannya pada tubuh mungil gadis itu.

Matanya mulai menutup saat merasakan hangatnya suhu tubuh gadis cantik di pelukannya.

"Anu ... Kapan kau akan melepaskan pelukanmu?"

Sudah lebih dari lima menit Edgar memeluk Anna, namun belum ada tanda-tanda pria itu akan melepasnya.

"Biarkan seperti ini dulu. Aku masih ingin bersamamu sedikit lebih lama lagi."

Bukannya melepaskan pelukannya terhadap Anna, Edgar malah mempererat pelukannya sambil menghirup aroma harum yang menguar di tubuh Anna. 

"Jangan seperti itu, kau membuatku geli!"

Tidak mengindahkan perkataan Anna, Edgar semakin mengendus bau harum Anna dari belakang lehernya.

Meskipun Edgar akan menjadi suaminya, Anna tidak mau terlihat seperti seorang gadis gampangan. Oleh sebab itu, Anna mencoba melepaskan pelukan Edgar dengan menginjak kaki pria itu. 

"Aarrrghh!"

Tak peduli dengan Edgar yang mengerang sakit, Anna sontak berlari kecil memasuki rumahnya. Jantungnya berdebar kencang, wajahnya terasa panas, dan napasnya sedikit memburu. Sesuatu yang baru pertama kali Anna rasakan. 

Jatuh cinta. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status