Terima kasih. Jangan lupa Like dan Komentar.
Semua teman sekelas mengucapkan selamat kepada Aqeela, tetapi dia benar-benar tidak bersemangat.“Aku sudah mencari kesibukan di luar rumah agar tidak terus berada di sisi pria itu, tetapi sekarang jam kuliahku pun harus bersamanya.” Aqeela merebahkan kepala di meja.“Ada apa, Qeel?” tanya Rangga.“Kenapa kamu tidak bersemangat?” tanya Key.“Apa kalian lupa bahwa Perusahaan itu baru kita serang? Sekarang aku harus bekerja di sana dan memperbaiki segalanya,” jelas Aqeela.“Benar. Pantas saja kamu tidak mau menerima job baru,” ucap Key.“Ya.” Aqeela memejamkan matanya.“Semangatlah!” Rangga mencubit hidung Aqeela.“Ya. Kamu harus tetap semangat. Tidak ada yang tahu tentang kita bertiga.” Key tidak mau kalah. Dia pun mencubit pipi Aqeela.“Ih. Kalian ini.” Aqeela memukul tangan Key dan Rangga. Dua pemuda itu pun tertawa.“Ayo kita pergi ke kantin.” Aqeela menggandeng Key dan Rangga di kiri dan kanan. Mereka jalan bersama menuju kantin kampus.“Mereka itu kira-kira bakal terjebak friend z
Aqeela bangun lebih pagi. Dia bersemangat untuk kuliah.“Nyonya, Tuan menunggu di ruang makan.” Pelayan menghentikan langkah kaki Aqeela.“Aku akan sarapan di luar,” ucap Aqeela.“Sarapan di rumah,” tegas Bramasta.“Aku sudah janji dengan teman-temanku,” ucap Aqeela.“Apa kamu mau makanan yang telah disajikan dibuang?” Bramasta menatap tajam pada Aqeela.“Ada banyak pelayan di rumah ini. Mereka bisa memakannya.” Aqeela tersenyum dan tidak peduli.“Baru hari pertama. Kamu sudah membantah.” Bramasta memegang tangan Aqeela.“Ingat, Om. Perjanjian pernikahan kita. Tidak boleh ikut campur urusan pribadi,” tegas Aqeela menepis tangan Bramasta.“Ini urusan makan, Aqeela. Aku tidak mau kamu sakit. Mulai hari ini kamu akan magang di perusahaanku. Aku sudah menghubungi kampus,” tegas Bramasta.“Apa?” Aqeela menatap tajam pada Bramasta.“Sekarang sarapan.” Bramasta menarik tangan Aqeela berjalan ke ruang makan.“Kamu itu sangat kurus karena makan yang tidak teratur dan sembarangan.” Bramasta men
Aqeela benar-benar tidak pemilih. Dia memakai apa pun yang ada di lemari. Baju tidur seksi dengan lengan kecil dan celana hanya sebatas paha berwarna putih.“Belum lengkap.” Ageela membaca kontrak pernikahannya dengan Bramasta.“Aku revisi.” Aqeela mengaktifkan computer dan melengkapi dokumen sesuai keinginannya. Dia keluar dari kamar dengan membawa laptop dan bertemu pelayan.“Di mana Om Bramasta?” tanya Aqeela.“Tuan ada di kamar. Anda bisa langsung pergi ke sana,” jawab pelayan tersenyum. Mereka semua selalu merasa lucu karena Aqeela memanggil suaminya Om.“Terima kasih.” Aqeela berjalan menuju kamar Bramasta.“Om, apa sudah tidur?” tanya Aqeela mengetuk pintu kamar Bramasta.“Permisi.” Aqeela membuka pintu yang tidak terkunci. Dia melihat ruangan yang sangat rapi dan bersih.“Apa dia mandi malam?” Aqeela duduk di sofa. Dia meletakkan computer di atas meja.“Tidak ada apa pun di ruangan ini.” Aqeela memperhatikan kamar Bramasta yang cukup luas dan kosong. Hanya ada tempat tidur, le
Aqeela rebahan di sofa. Tidak ada yang bisa dia lakukan. Tanpa ponsel dan komputernya. Wanita itu merasa tidak berguna.“Kamu mau diantar kemana?” tanya Bramasta.“Rumah Rangga. Aku mau mengambil motor,” jawab Aqeela duduk.“Baiklah.” Bramasta berjalan menuju garasi dan Aqeela mengikuti pria itu.“Wah!” Aqeela terkejut melihat koleksi mobil mewah dan motor milik Bramasta.“Apa kamu mau pakai motor ini saja? Aku akan meminta orang untuk mengambil motor kamu?” tanya Bramasta melihat Aqeela yang tertarik pada kendaraannya.“Apa boleh?” Aqeela menatap Bramasta.“Tentu saja,” ucap Bramasta.“Tuan. Ini computer, ponsel dan jam tangan Nyonya muda.” Pelayan memberikan tas kepada Bramasta.“Berikan padanya!” perintah Bramasta.“Silakan, Nyonya.” Pelayan menuruti perintah Bramasta.“Selesai kuliah langsung pulang,” tegas Bramasta.“Tidak bisa. Aku akan pulang setelah semua kegiatanku selesai.” Aqeela memakai tas di punggungnya.“Ambilkan kunci motor untuk Nyonya!” perintah Bramasta kepada petug
“Aqeela.” Bramasta terkejut melihat Aqeela yang sudah tidak sadarkan diri di kursi.“Kalian nikmati saja pestanya. Aku akan membawa Aqeela pulang.” Bramasta menggendong Aqeela. Wajah wanita muda itu tampak pucat. “Bram, apa kamu sudah….” Kakek menatap Bramasta. “Tidak, Kek. Pasti Aqeela terlalu lelah.” Bramasta keluar dari pintu belakang. Beni dan sang bodyguard mengikuti majikan mereka.“Tidak heran. Pengantin baru. Pasti lembur semalaman. Hahaha.” Para tamu undangan yang merupakan keluarga mulai mengolok Bramasta. “Benar-benar. Mereka sudah sah menjadi suami istri. Ayo kita nikmati pesta ini. Kakek sangat senang karena Bramasta telah memiliki istri.“Hah! Kak Bram benar-benar menikahi Aqeela.” Jordi mengepalkan jarinya. “Tidak mungkin aku memanggil gadis itu kakak. Usia dia masih jauh di bawahku,” ucap Jordi. “Permisi. Aku akan melihat Alina.” Anggara pergi ke ruangan Alina. “Alina.” Anggara sangat khawatir. Dia lupa bahwa putrinya yang lain juga pingsan.“Pa!” Alina berteriak
Alina berjalan mendekati Bramasta. Wanita itu benar-benar sudah tidak sabar ingin menjadi istri dari pria paling mempesona. Lelaki tampan dengan sikapnya yang angguh dan tidak tersentuh. “Bram,” sapa Alina.“Pakaian kamu berlebihan,” tegas Bramasta.“Apa?” Alina terkejut.“Bramasta kapan kalian akan memulai acaranya?” tanya Marlina sudah tidak sabar.“Sebentar lagi,” tegas Bramasta. “Siapa yang ditunggu?” tanya Anggara.“Istriku.” Bramasta melihat ke arah pintu menunggu kedatangan Aqeela. “Alina ada di sini,” ucap Marlina memegang tangan Alina yang berdiri di samping Bramasta.“Aqeela belum datang,” tegas Bramasta. “Apa?” Alina dan Marlina saling pandang dalam bingung.Aqeela masih berada di dalam kamar mandi. Dia memikirkan cara untuk kabur, tetapi itu tidak mungkin. Mereka berada di hotel milik keluarga Bramasta. Tidak ada celah sama sekali.“Aahhhh! Sampai kapan aku terus berada di dalam kamar mandi ini?” Aqeela merengek.“Nyonya, apa Anda baik-baik saja? Apa Anda sakit?” tanya