Share

Salah Sasaran

Author: Celebes
last update Last Updated: 2023-01-18 17:25:22

Aku melebarkan kedua mataku. Tidak percaya melihat Mas Farus datang ke rumah dengan tubuh terluka seperti itu? Ditambah, undangan pernikahan yang disodorkannya kepadaku.

“Mas, apa ini?” tanyaku gelisah. Semoga saja ini bukan kejutan besar buatku. Apakah ini adalah undangan pernikahan dia dengan dokter ...

“Apa?” Tidak aku percaya setelah membacanya. Ternyata?

“Maya. Aku mengalami kecelakaan. Maaf, selama lima hari aku di rumah sakit. Argh,” ucapnya sambil merintih. Spontan aku memapahnya. Dia ... benar-benar terluka parah. Tapi, kenapa luka itu masih segar? Bukankah dia mengatakan berada di rumah sakit selama lima hari? Seharusnya luka itu sudah mengering.

“Mas. Jadi kamu kapan kecelakaan? Aduh, Mas. Seharusnya kau mengabari aku. Nanti aku jemput di sana,” ucapku masih kesal. Bagaimana pun juga, aku tidak mau melihat suamiku terluka seperti ini.

“Aku tidak mau membuatmu khawatir. Lagi pula, banyak dokter di sana. Oh ya. Febri merawat Ibu. Dia tidak ikut bersamaku. Ponselku hilang saat kecelakaan itu. Aku tidak bisa memberi kabar untukmu. Untung saja ada seseorang menemukan dan mengembalikan lagi. Jarang loh, ada orang sebaik itu," ucapnya masih saja berusaha menahan rasa perih.

Pantas saja Mas Farus tidak memberi kabar sama sekali. Tapi, aku masih tidak mengerti. Saat itu Febri mengatakan tidak mengetahui Mas Farus mendapat tugas itu. Seharusnya Febri mengatakan semuanya. Aku harus tenang dengan semua ini. Tidak mungkin suamiku selama 12 tahun mendampingi aku dalam pernikahan sempurna ini, akan melakukan kebohongan. Lagi pula, seharusnya aku merasa kasihan dengannya, dan menghentikan membahas sesuatu yang bukan-bukan. Tubuhnya lecet semua. Dengan cepat aku mengambil kotak obat, membantu membuka perban yang sudah basah dan harus diganti. Di luar hujan deras. Mungkin Mas Farus kehujanan saat masuk ke dalam rumah.

“Mas. Luka ini masih segar, lo. Katanya lima hari di rumah sakit. Kok, seperti baru saja kecelakaan?” tanyaku memastikan. Aku hanya ingin melihat ekspresi suamiku itu. Mulutku tidak bisa aku jaga. Ah, kenapa aku masih saja sangat penasaran?

“Kamu itu ya, dari tadi tanya saja. Aduh, Maya. Tubuhku ini sakit semua. Bukannya mengobati, malah mencurigaiku. Emangnya kamu itu kenapa?” ucapnya sedikit tegas. Baru kali ini Mas Farus berkata kasar kepadaku.

Tanpa berpikir panjang lagi, aku berdiri, lalu mengambil foto pegawai magang itu. Menyodorkan tepat di wajah suamiku. Aku benar-benar tidak bisa menahannya.

“Ini siapa? Aku menemukan di selipan bukumu, Mas. Kenapa kamu menyimpan foto gadis seksi seperti ini? Bajunya buka-buka’an gitu,” ucapku sewot. Mas Farus menerimanya. Dia menggelengkan kepala, menatapku sangat kesal.

“Kamu pengacara luar biasa dengan segudang prestasi kok malah kampungan gitu. Cemburu sama wanita yang jelas-jelas akan menikah. Sudah baca undangan yang aku kasih, kan?”

Mendadak Mas Farus berdiri, meninggalkanku begitu saja. Dia berjalan cepat masuk ke dalam kamar mandi. Sudah sepantasnya dia marah. Aku sama sekali tidak bisa mengontrol emosiku. Padahal, sudah jelas di dalam undangan itu tertulis, dokter itu akan menikahi seorang pengusaha kayu di Sumatera. Aku sudah salah sasaran. Melisa benar. Seharusnya aku tidak mencurigai suamiku.

“Mas, maafkan aku. Yah, kau benar.”

Aku mengambil piyama di almari. Membantu Mas Farus memakaikannya.

“Benar jika aku ini kampungan,” lanjutku sambil menatapnya. Oh Tuhan, aku sangat merindukannya. Dia adalah lelaki yang sangat aku cintai.

“Aku mau tidur. Kau harusnya tahu bagaimana menjadi seorang dokter. Pekerjaanku itu sangat banyak. Pulang bukannya di sayang, malah dituduh bukan-bukan," gerutunya kesal.

“Maafkan aku, Mas,” balasku sambil menarik napas.

Mas Farus tidak membalas perkataanku. Dia bersikap dingin. Menaiki ranjang tanpa mengajakku. Aku diam saja dan paham. Dia pasti marah kepadaku. Lebih baik aku membiarkannya sendiri.

Sepanjang malam aku gelisah. Memandang undangan pernikahan itu dengan seksama. Hingga ponsel mas Farus kembali mendadak berbunyi. Tidak mungkin aku membangunkannya. Dia tertidur sangat lelap. Lebih baik aku mengangkatnya.

Perlahan aku merogoh saku jaketnya sebelah kanan. Ada lipstikku di sana. Aku tersipu malu. Dia pasti sengaja membawanya karena rindu denganku. Hah, aku sangat mencintainya.

Kedua alisku mengkerut dalam saat menatap layar ponsel suamiku yang masih saja berdering. Hanya ada satu huruf di sana? Hmm, ini pasti sangat penting. Tapi, kenapa nama itu hanya inisial saja? Baiklah, aku akan menerimanya, daripada aku penasaran.

“Halo? Ini--”

Aku menghentikan ucapanku. Suara wanita menangis? Tapi, siapa malam-malam begini menghubungi Mas Farus dengan menangis?

“Maaf. Siapa kau? Dokter sedang tidur. Katakan saja apa maumu, Mbak?” tanyaku sekali lagi. Dia masih saja menangis. Mungkin itu adalah pasien yang membutuhkan Mas Farus. Aku akan bertanya sekali lagi. Siapa tahu ini sangat penting.

“Mas ... aku membutuh--”

“Maya!” teriak Mas Farus mendadak membuatku tidak mendengar ucapan wanita itu. Aku spontan melihatnya. Aku menggelengkan kepala, lalu secepatnya mendengarkan kembali perkataan wanita di ponsel Mas Farus agar lebih jelas. Aku tidak menghiraukan Mas Farus dan akan menanyakan sekali lagi.

“Apa kau mengatakan sesuatu? Maaf, aku tidak mendengarnya. Bisa kau ulangi?” tanyaku bergetar.

“Aku membutuhkan kamu, Mas,” balasnya masih menangis.

“Maya!” Mas Farus kembali memanggilku. Aku masih diam tidak menghiraukannya. "Siapa dia?" batinku penasaran.

“Maya!” ucapnya sambil menarik ponselnya yang masih aku genggam. “Kamu itu kenapa? Aku tidak bisa tidur kalau kau tidak di sampingku. Ayo!”

Dia menarikku menuju ranjang. Pandanganku masih kosong. Aku sangat mengenal suara itu. Tapi, siapa? Kenapa dia mengatakan itu?

“Maya!”

Pandanganku teralihkan kembali. Mas Farus membelaiku, menatap dengan sangat tampan.

“Kamu itu mikir apa? Hah, kamu tau gak. Aku rindu kamu, Maya.”

Aku masih saja merasa resah. Siapa dia? Tapi, aku sangat mengenal suaranya. Apa dia? Ah, tidak mungkin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sampah banget nih cerita. mana ada pengacara setolol ini.
goodnovel comment avatar
Adrian Muno
Maya harusnya gaplok aja farus
goodnovel comment avatar
ekabidan589
duh sopoooo iku
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tiga Ranjang Suamiku   Akhir Bahagia

    Dengan sangat lantang Febri mengucapkan janji pernikahan itu di depan semua orang. Aku semakin meneteskan air mata ketika penghulu itu mengesahkan pernikahan kami. Sekarang aku sudah resmi menjadi istrinya. "Maya, kau sangat cantik sekali. Maksudku ... istriku," ucapnya dengan pelan sebelum dia mengecup keningku dan memasang cincin itu dijemari manisku.Semua orang bertepuk tangan melihat kebahagiaan kami. Mas Farus dan Maria menatap kami dengan berpelukan. Akhirnya kami memiliki pasangan masing-masing. Mungkin, perceraian itu bukan akhir yang buruk. Tapi, awal dari kehidupan kita untuk memperoleh pasangan yang bisa membahagiakan keluarga yang akan dibangun nantinya.Pesta terjadi dengan sangat meriah. Aku dan Febri selalu saja saling memandang dan berpelukan di depan semua orang tanpa canggung. Ibuku dan ibu mertuaku, serta kembar dan sahabatku Ema yang sekarang sudah bertunangan dengan pasangannya, tak pernah mengalahkan pandangannya sama sekali dariku. Begitu juga dengan orang tu

  • Tiga Ranjang Suamiku   Pernikahan

    Indonesia, Negara yang sangat indah. Kami berempat akhirnya menginjakkan kaki di negara ini. Menuruni pesawat dengan sangat gembira. Tidak ada rasa canggung, dan perasaan dendam.Yang lebih mengejutkan kami semua keluarga sudah menjemput di bandara dan mengetahui kami pasti akan pulang. Keluarga lengkap yang akhirnya dipenuhi tawa."Ibu, Ayah, aku mau menunjukkan sesuatu. Aku akan memperoleh penghargaan dari Pak Walikota. Karena aku sudah memenangkan pertandingan bergengsi dan akan mewakili Indonesia saat berlomba di Singapura nanti." Ema menyodorkan sebuah dokumen. Aku sangat terkejut saat membacanya. Itu adalah sertifikat penghargaan sebagai juara lomba olimpiade sains terbaik di Indonesia. Dan dia bersama Ana akan mewakili Indonesia untuk bertarung melawan negara Asia."Kalian memang benar-benar sangat luar biasa. Ibu dan Ayah sangat bangga kepada kalian. Dan ... ini adalah hadiah terbaik yang Ibu terima." Aku memeluk kembar dengan sangat erat. Febri mendekati mereka kemudian ikut

  • Tiga Ranjang Suamiku   Kembali Bersama

    Aku sangat gugup ketika mengetahui orang tua Melisa menghubungiku. Bahkan aku sangat bergemetar saat akan menerima panggilan itu. Febri menggenggam erat telapak tanganku dan menganggukkan kepala. Dia memberikan semangat agar aku bisa menerima panggilan itu tanpa ada rasa gugup. Perlahan aku menekan tombol hijau yang berarti aku akan berbicara dengannya."Halo, bagaimana kabar kalian? Apa ada hal penting yang harus aku ketahui?" tanyaku dengan pelan. Aku menekan tombol speaker agar Febri juga mendengar apa pun yang akan kami bicarakan.(Aku menghubungimu karena aku ingin membicarakan hal yang sangat penting. Maria, ya ... ini ada hubungannya dengan Maria.)Aku spontan menatap Febri dengan sangat cemas. Aku sebenarnya tidak ingin mengurusi masalah apa pun yang ada hubungannya dengan Maria."Tuan. Apa yang harus aku lakukan? Apakah terjadi sesuatu kepada Maria? Aku sebenarnya tidak mau mengurusi sesuatu yang berhubungan dengannya lagi. Aku tidak mau ada masalah yang membuat aku akan bert

  • Tiga Ranjang Suamiku   Cinta Sejati

    Dia terpaku saat mendengar ucapan ku barusan. Dia ... menekan dadanya. Kemudian berdiri dan berjalan mondar-mandir memutari kamar itu. Aku tidak mengerti apa yang sudah dia lakukan. Aku mengulurkan tangan ke arahnya dan dia segera mendekatiku kembali lalu mencengkeram tanganku itu dengan sangat kuat."Sakit ...," rintihku pelan dan membuat dia segera melepaskannya."Maafkan aku. Aku ... aku benar-benar tidak percaya mendengar ucapan kamu barusan. Aku ... sudah menunggumu selama 1 tahun ini." Dia berkata dengan sangat gugup seperti itu. Dia kembali berjalan mondar-mandir memutari kamar ini kemudian memegang kepalanya dan masih saja terlihat sangat panik."Kamu ini kenapa? Sangat lucu sekali. Apa aku melakukan kesalahan sampai kau seperti itu?" tanyaku dengan tatapan yang sangat serius. Sekali lagi dia mendekatiku dan menarik kursi lalu duduk tepat di sebelah ranjangku."Maafkan aku. Ah, aku tidak percaya. Masih saja tidak percaya mendengar ucapanmu barusan. Apakah kau mau mengulanginya

  • Tiga Ranjang Suamiku   Sangat Bahagia

    Aku merasakan melayang. Aku hanya melihat kabut putih di hadapanku. Namun, ada sosok yang tersenyum ke arahku dan melambaikan tangan. Aku segera mendekati sosok itu. Tidak Aku percaya dia adalah ayahku yang sudah meninggal karena sakit."Ayah ..."Aku memeluknya dengan sangat erat dan menangis. Aku selama ini selalu merindukan sosoknya. Tapi dia meninggalkanku sejak aku kecil. Aku bersama dengan ibuku saja."Kau ... sangat luar biasa. Ayah akan selalu berada di sebelahmu. Kau harus hidup dengan kebahagiaan. Ibumu sangat menyayangimu, dan Ayah juga seperti itu."Dia memandangku dengan sangat tampan. Mengenakan jas putih seperti seorang pengantin. Aku saja menangis dan terus memeluknya. Aku sangat merindukan dirinya."Ayah, aku ingin bersamamu. Aku tidak sanggup hidup sendiri. Ayah, jangan tinggalkan aku.""Kau masih memiliki banyak waktu di dunia. Bangunlah dan sadarlah. Ayah akan selalu berada di sebelahmu.""Ayah!"Aku semakin berteriak ketika dia tiba-tiba menghilang bersama dengan

  • Tiga Ranjang Suamiku   Ingin Bertemu

    Aku semakin tidak mengerti. Ada apa ini? Semua keluargaku berlari menghampiriku. Anehnya, Ema membawa satu koper dan itu adalah milikku."Ibu, untung saja kami menemukanmu. Ah, napasku sangat sesak sekali terus berlari menyusulmu. Untung tadi kami melihat mobilmu dan meminta seseorang untuk membawanya ke sini. Kenapa Ibu naik go-jek?" tanya Ema dengan napas sesak dan berusaha mengaturnya."Aduh Maya, kau ini larinya kaya vampir. Kencang banget. Aku bawa kopermu yang sangat berat ini. Aduh, tanganku rasanya mau patah." Ema memberikan koper itu kepadaku. Aku masih saja tidak mengerti dengan semua ini."Kenapa kalian? Dan ... untuk apa koper ini?" tanyaku sambil melotot ke semua orang yang malah tersenyum menatapku."Mas, ada apa ini? Kau tidak apa-apa? Kau sangat berkeringat." Aku masih kebingungan menatap semua orang yang masih saja tidak menjawab perkataanku. "Ayolah, ada apa ini?" lanjutku sambil bersedekap dan menatap mereka dengan sangat serius."Maya, kami semua ingin kau pergi me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status