Share

Chapter 4

"Baiklah, Jihyun-ah. Aku sudah mengirimkan pesan pada kekasihku, jika dia membacanya dia pasti akan segera menelepon." Myungsuk lagi-lagi mematri senyum manis andalannya. Jihyun mengerjap.

"Oh, baik kalau begitu. Bisa aku pulang sekarang?" Jihyun menoleh ke arah jalanan yang mulai padat. Hari semakin sore dan mereka masih betah singgah di Café sejak tadi siang.

Yang ditanya mengangguk. "Tentu, kau pasti merindukan kekasihmu." Myungsuk berujar tanpa memandang Jihyun. Ia mengalihkan pandangannya yang setajam elang ke arah jalanan. Nampaknya sebuah sosok yang familiar tertangkap penglihatannya.

"Ah, itu dia!" Pekikan Myungsuk seketika memenuhi indra pendengaran Jihyun, membuatnya terperangah dan ikut menatap sosok yang Myungsuk maksud.

"Si-siapa?" Jihyun menoleh dan mendapati seorang pria dengan tinggi sekitar 178 cm tengah tersenyum dan menjabat tangan seseorang di seberang jalan dekat Cafe tempat mereka nongkrong. Jihyun tidak kenal siapa dia.

"Dia Jang Beomgyu. Seorang editor komik yang bekerja di salah satu penerbit." Lagi, suara itu kembali terdengar dengan intonasi antusias. Jihyun hampir menutup kedua telinganya rapat-rapat karena suara Myungsuk yang begitu keras.

Ah, sebenarnya suara Jihyun terdengar lebih keras jika dia berteriak seperti Myungsuk barusan. Tapi entah kenapa, ia merasa sangat terganggu dengan suara pemuda itu sekarang. Bukan hanya ekspektasi Myungsuk tentangnya yang salah, tapi ekspektasi Jihyun tentang Myungsuk juga meleset. Ia pikir pemuda itu hanya suka tersenyum, tapi rupanya dia juga berisik.

"Kau tahu darimana dia seorang editor komik?"

Jihyun mengedarkan pandangannya dan berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. Ia belum pernah bertemu dengan editor mana pun, jadi bisa saja perkataan Myungsuk memang benar.

"Ckck, Jihyun-ah … aku sudah pernah masuk ke beberapa gedung penerbitan komik. Aku pernah bertemu dengannya." Myungsuk menggerak-gerakan jari telunjuknya di depan wajah dengan bangga.

"Percayalah, kekasihku adalah komikus yang hebat. Komiknya sudah banyak dimuat di majalah dan koran. Dia bahkan sudah pernah menerbitkan komik sendiri." Jihyun mengangguk saja mendengar penuturan teman barunya ini. Untuk apa bertingkah sok tahu, toh sepertinya memang Myungsuk sudah lebih tahu dari dia.

Ia kembali memperhatikan sosok Jang Beomgyu itu. Ekspresinya tidak cukup jelas dari jarak pandangnya sekarang. Tapi kelihatannya ia sedang tersenyum pada lawan bicaranya.

"Kekasihmu pernah menerbitkan komik? Apa judulnya?" Ragu, kedua alis Jihyun saling bertautan dan bibirnya kembali meluncurkan sebuah pertanyaan.

Myungsuk terkekeh pelan. "Komik berjudul Busan In Action." Jihyun kembali terperangah mendengar ucapan Myungsuk. Itu kan komik berseri favoritnya satu tahun yang lalu.

"Kekasihmu … Yeosong Bunny?" Suaranya semakin menghilang bersamaan dengan terdengarnya mesin kendaraan di luar Café.

Kali ini tatapan Myungsuk yang berpendar dan alisnya bertautan, pemuda itu menatap tajam wajah Jihyun.

"Hei, jangan memanggil nama pena kekasihku seenaknya!" Ia berkata dengan ketus. Sayang, bukan reaksi takut yang Jihyun berikan, ia justru  berusaha menahan tawanya walau gagal.

Gadis Busan itu akhirnya tertawa geli. "Gila. Aku kan hanya bertanya. Dasar posesif." Ia memiringkan kepalanya, tertawa lagi.

Myungsuk membuang nafas dan memutar lehernya, lelah.

"Kalau kau suka komik itu maka kau akan ingat karakter utamanya adalah seorang ulzzang." Myungsuk kembali menyeringai, dan kali ini sukses membuat Jihyun bergidik.

"Karakternya terinspirasi dariku, lho." Myungsuk tersenyum memikat dan berusaha memberitahu Jihyun bahwa wajahnya itu memang tampan.

Jihyun berdecak. "Aku tidak yakin. Kupikir Yeosong Bunny adalah wanita yang berwibawa. Aku tidak percaya dia adalah kekasihmu." Gantian Jihyun yang membuang muka.

"Hei, apa ini Jihyun-ah? Kau langsung tak percaya pada calon partner-mu ini?" Myungsuk mengangkat bahunya, "ckck, jahat sekali." Ia berusaha membuat suaranya terdengar sedih.

Jihyun memutar bola matanya, jengah. Bagaimana bisa partner-nya adalah orang yang seperti ini. Ya, seperti Hyun Myungsuk, yang narsis dan tingkahnya sedikit aneh.

"Myungsuk, aku lelah. Aku akan pulang lebih dulu." Jihyun bangkit dari kursinya dan segera melambaikan tangannya. Pemuda di seberang meja hanya membalas lambaian itu sambil tersenyum riang.

Siapa sangka Hyun Myungsuk yang minggu lalu memenangkan lomba membuat komik adalah seorang pemuda aneh seperti ini?

Jihyun berjalan dengan gontai menuju pintu Café, membukanya perlahan dan segera bersandar pada dinding di luar Cafe. Gila, dia tidak percaya akan membuat komik dengan orang seperti itu.

"Hyun Myungsuk itu orang yang terlalu aneh." Jihyun bergumam pelan, hampir tidak terdengar karena lagi-lagi mesin dan klakson kendaraan terdengar sangat kencang,  saling bersahutan.

 

****

Sunmi merebahkan tubuhnya ke tempat tidur begitu ia sampai di kamarnya. Karena ini hari minggu, seharian pekerjaannya hanya fokus pada pemotretan model untuk katalog WSX bulan ini. Ia bahkan hampir lupa dengan beberapa makanan yang sudah tersaji di meja makan. Setidaknya, jangan pernah mengecewakan Seojin-noona, begitu kata Wooseok.

Gadis itu beranjak dari kasurnya yang nyaman dan segera pergi menuju kamar mandi. Membuat basah tubuhnya dengan air segar adalah hal yang dia perlukan sekarang. Hampir dua puluh menit Sunmi di dalam kamar mandi. Kalau dia tidak ingat masih punya kasur, mungkin dia sudah tertidur di bathtub.

"Gila, lelah sekali pekerjaan hari ini." Sunmi memegang pundak kirinya dengan tangan kanan. Raut wajahnya tampak menderita.

Seojin yang baru selesai memanaskan nasi langsung terkekeh dan ikut duduk di meja makan. "Sudah selesai pemotretannya?"

Sang adik hanya mengangguk tanpa mengubah ekspresi di wajahnya.

"Kenapa wajahnya ditekuk begitu? Wooseok mengatakan sesuatu?" Jika saat ini yang sedang bertanya adalah Myungsuk, maka Sunmi akan langsung menyiram wajahnya dengan air dingin. Sayangnya ini Seojin-eonnie, orang yang selalu mengurusnya seperti bayi.

"Dia menyuruhku mencari model untuk katalog bulan depan. Katanya ulzzang yang punya sorot mata tajam dan wajah brengsek." Sunmi memainkan jari telunjuknya di depan wajah. Kebiasaan ini sepertinya tertular dari Myungsuk.

Sang kakak memikirkan ucapan adiknya sebentar, kemudian menautkan alis. "Ulzzang? Tidak biasanya Wooseok melakukan itu." Dia menggelengkan kepalanya, bibir bawahnya maju sedikit.

Sunmi melirik Seojin yang duduk di seberangnya, menghela nafas kemudian mengangguk.

"Dia minta itu kali ini, Eonnie. Dan omong-omong dia bilang kau menarik."

Senyum langsung merekah di wajah kakaknya saat Sunmi mengatakan hal yang sama persis seperti yang dikatakan Wooseok tadi siang. Seojin tertawa.

"Aku memang sudah menarik sejak lahir, Sunmi."

Sunmi lagi-lagi hanya mampu menghela nafas, kakaknya memang orang paling menarik jika dia akui. Dia cantik dan bertalenta. Setidaknya, itu yang selalu Seojin katakan hingga sekarang. Dan anehnya Sunmi percaya saja.

Bola matanya berpendar untuk menatap ponsel pintar sang Kakak yang menyala di atas meja makan. Seojin mencoba mengalihkan pandangan Sunmi, namun gagal.

"Permisi sebentar, Wooseok telepon." Seojin langsung beranjak dari meja makan, meninggalkan Sunmi sendirian. Ia terlalu lelah. Hari ini sepertinya tertidur di meja makan juga bukan hal yang buruk. Kakinya sudah malas untuk sekedar menaiki anak tangga.

****

Hari berikutnya, semua berjalan seperti biasa. Myungsuk datang ke apartemen mereka dan memeluknya begitu erat. Sunmi bahkan lupa kapan tepatnya pemuda berkulit tan itu datang ke kamarnya. Yang jelas, saat dia membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya pagi itu adalah senyum manis milik sang kekasih.

Myungsuk berceloteh panjang lebar mengenai rencananya untuk memulai debut sebagai seorang komikus, dan Sunmi dengan sabar mendengarkannya. Pemuda itu tampak sangat ceria dan mengabaikan pertengkaran kecil mereka beberapa hari lalu. Kalau sudah begini, Sunmi juga malas untuk mengungkit masalah yang sudah terjadi akhir-akhir ini. Biarkan saja kekasihnya ini bercerita sepuasnya.

Semuanya terjadi seperti biasanya dan terdengar wajar. Sampai pendengarannya menangkap satu nama yang rasanya pernah ia dengar tempo hari. Myungsuk menggumamkan nama Bae Jihyun dengan begitu lembut dan membuat telinga Sunmi panas.

"Kau kesini mau cerita soal debutmu atau cerita soal Bae Jihyun sialan itu?" Mulut Sunmi memang perlu ditampar sekali-kali. Dia bahkan tidak menghormati Jihyun yang seusia Myungsuk.

Oh, Myungsuk lupa dia belum memberitahu kekasihnya soal usia Jihyun. Pemuda Daegu itu memutar bola matanya, mencoba menghindari pertengkaran lainnya di pagi hari yang masih dingin.

"Aku serius, Sayang. Kami ingin meminjam studio bibimu jika kau tidak keberatan." Myungsuk mengelus surai legam Sunmi dan berkata dengan lembut, menuntut kekasihnya untuk segera memberi jawaban.

Kekasihnya itu sama sekali tak berniat untuk sekedar melirik matanya yang setajam mata elang. Suasana hati Sunmi masih belum baik sejak Myungsuk dengan gamblangnya membahas soal rencana debutnya sebagai komikus dengan membuat karya kolaborasi bersama temannya. Kepalanya pening.

"Terserah kau, Oppa. Aku tidak peduli." Nada suara itu terdengar dingin, menusuk indra pendengaran Myungsuk. Ia mendekap erat kekasihnya dan mengecup singkat pucuk kepalanya.

"Jangan seperti ini terus, Sunmi-ya. Aku akan melakukan apapun agar kau mau memaafkanku kali ini." Sunmi bisa merasakan suara Myungsuk yang melemah. Jujur, ia cepat luluh saat mendengar deep voice milik kekasihnya. Andai saja dia tidak pernah mengeluh tentang 'sesuatu' pada Myungsuk, ia yakin hubungannya dengan kekasihnya itu tidak akan dipenuhi oleh pertengkaran begini.

Sunmi menghela nafas. "Baiklah, Oppa. Aku punya satu permintaan." Gadis itu tahu ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakan pekerjaan yang Wooseok berikan padanya kemarin.

Myungsuk ingat bahwa pertemuan mereka adalah melalui sosial media. Tapi yang ada di ingatan Sunmi berbeda. Sebelum mereka mengobrol via sosial media, mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. Saat itu adalah awal musim semi dan Myungsuk tidak sengaja bertemu dengannya di stasiun. Awal pertemuan yang konyol dan berakhir dengan saling bertukar nomor telepon dan sosial media.

—Tunggu, kenapa Sunmi malah mengingat hal yang tidak penting sekarang. Bahkan ia yakin Myungsuk saja tidak mengingatnya lagi. Menunggu kekasihnya menjawab pertanyaannya memang perlu waktu. Buktinya sekarang pemuda itu malah membeku dengan ekspresi wajah yang kosong.

Sunmi menepuk jidatnya sendiri. "Oppa, kubilang aku punya satu permintaan." Ia jengah, berbalik sedikit dan menyibak poni kekasihnya, menatap wajah Myungsuk.

Yang ditanya segera tersadar, kemudian mengangguk pelan. "Apa itu?" Manik keduanya bertemu secara spontan.

"Jadilah model untuk katalog WSX bulan berikutnya." Gadis itu berkata dengan nada datar dan membuat Myungsuk memekik setelahnya.

"HA? MODEL KATALOG WSX?" Benar saja, Myungsuk berteriak.

"Iya, Oppa. Wooseok-oppa minta dicarikan model seorang ulzzang."

Myungsuk tersenyum bangga sekarang. Memiliki wajah tampan memang memberimu banyak keberuntungan.

"Haha, aku tahu aku tampan, Sayang." Ia tersenyum lebar dan membuat Sunmi menautkan alisnya. Entah kenapa kekasihnya terlihat seperti pria tua yang suka bersenang-senang dengan seorang wanita sekarang.

"Ya, Wooseok-oppa menyuruhku mencari ulzzang yang punya sorot mata tajam—"

Senyum Myungsuk semakin lebar.

"—dan ulzzang yang punya wajah brengsek."

Myungsuk membuka lebar mulutnya dan hendak melayangkan protes setelah Sunmi benar-benar menyelesaikan kalimatnya.

"Hei! Kenapa menambahkan kata brengsek di belakangnya?"

Sunmi terkekeh mendengar proses dari yang lebih tua.

"Yah, cocok denganmu kan, Myungsuk-oppa?"

Si pemuda Daegu hanya menggembungkan pipinya setelah mendengar ucapan dari kekasihnya.

 

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status