Share

Tinggal Seatap dengan Maduku
Tinggal Seatap dengan Maduku
Penulis: H. Putri Hadi

Bab 1

Zia gadis cantik yang tengah menempuh pendidikan kebidanan pada tahun terakhir. Tak pernah terbayangkan jika ia akan secepat ini menikah dengan laki-laki asing. Pertemuannya dengan calon suaminya hanya sebanyak dua kali, yaitu saat nadhor dan saat acara kitbah. Selebihnya ia bahkan tak banyak tau tentang calonnya itu.

Ahmad namanya, pria berparas tampan khas timur tengah yang memikat hati Zia. Sejak pertemuan pertama dengan Ahmad, Zia telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Laki-laki dengan rahang tegas dan jenggot rapi juga pemilik tatapan mata yang tajam.

kakak-kakak Zia dan banyak keluarga dekat Zia ikut mempersiapkan acara pagi itu dengan sebaik mungkin. Zia pun mulai didandani oleh kakak-kakaknya. Ia memakai gaun brukat panjang yang cantik dengan kerudung yang menjuntai. Mahkota kecil menghiasi kepalanya. wajahnya yang selalu polos kali itu terapoles makeup natural dan lembut. Zia menjadi pengantin yang sangat cantik untuk suaminya.

Acara akad akan diadakan di ruang tamu dengan para undangan pria. sedangkan Zia sendiri berada di ruang tengah bersama para undangan wanita. Acara hari itu sangat tersusun rapi berkat para kakak-kakak Zia yang penuh antusias mempersiapkan pernikahan adik bungsunya.

Setelah terdengar kalimat "Qabiltu nikahaha w* tazwijaha alal mahril madzkur w* radhiitu bihi, w*llahu w*liyu taufiq" terdengar para tamu bersorak "sah" dan Ziapun telah melepas masa lajangnya dan telah sah menjadi istri Ahmad.

"Alhamdulillah" Ucap Zia kemudian menghambur ke pelukan kakak-kakaknya.

"Barakallahu lakuma w* barak alaikuma w*jama'abainakuma fii khoir." Ucapan selamat silih berganti terucap dari para undangan.

Acara dilanjutkan dengan meriah di ruang jamuan masing-masing. Para undangan wanita menikmati hidangan dengan ditemani hiburan para anak gadis yang menyanyi-nyanyi dan bersyair merdu. Sedangkan diruang sebelah, para pria nampak menikmati hidangan dengan obrolan hangat dan beberapa tawa renyah.

"Enak sekali mbak Zia, hidangan begini baru pertama kali saya makan. Maklum orang kampung." Ujar tetangga Zia yang sengaja datang memenuhi undangan.

"Alhamdulillah kalau suka bu, silahkan dinikmati saya mau kesana dulu." Timpal Zia kemudian berlalu kearah teman-teman sejawatnya.

"MasyaAllah Zia udah laku nih, ciee." Goda salah satu temannya.

"Alhamdulillah, mohon doanya ya." Balas Zia dengan wajah tersipu.

"Ngomong-ngomong kenapa undangannya dipisah sih laki sendiri dan cewek sendiri." Tanya teman Zia yang lain.

"Iya kan kita nikah cari berkah bukan cari dosa, kalo undangan jadi satu berikhtilat dong namanya. Dosa bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim. Apalagi kalo saling lirik-lirik cari mangsa. Zina mata itu namanya. Dosa" Ucap Zia menjawab pertanyaan temannya yang kemudian ber"o"ria mendengar penjelasan Zia.

"Ya udah, yuk dinikmati makanannya. Makan yang banyak ya. kalau perlu bungkus juga nggak apa-apa. Aku paham kok hidup anak kos, hehehehe." Goda Zia pada teman-temannya dan diiringi tawa renyah mereka. Mereka pun menikmati hidangan yang didominasi menu ala timur tengah itu.

***

Jam menunjukkan pukul delapan malam ketika seluruh tamu undangan telah pulang dari acara pernikahan Zia dan Ahmad. Zia masih termangu di sofa kamar dekat jendela yang mengarah ke taman. Ia baru saja selesai bersiap untuk pulang kerumah suaminya. Pakaian dan barang-barangnya sedang diangkut ke mobil. Zia beralih memandangi seisi kamarnya dan berusaha tidak menangis.

"Sudah siap?" Tanya Ahmad membuyarkan lamunan Zia.

"Ah, iya barang-barang sudah diangkut juga." Jawab Zia tergugup sambil berusaha memalingkan pandangannya dari Ahmad. Wajar saja karena memandang yang laki-laki ketika berbicara bukanlah kebiasaannya. Ia selalu diajarkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan seorang muslimah.

Setelah mencoba tegar dan tetap berusaha terlihat ceria, Zia mulai berpamitan dengan ayah dan seluruh keluarganya. Zia memeluk ayahnya dan tak terasa air matanya mengalir begitu saja. Ayahnya mendoakan yang terbaik untuk Zia dan menguatkan hati Zia untuk segera membangun rumahtangganya.

"Jadilah istri yang solehah nak, Allah akan selalu melindungimu. berbaktilah pada suamimu, dia adalah jalanmu meraih syurga Allah." Petuah Ayah Zia sambil memeluk anaknya erat.

Zia hanya mengangguk tak mampu bersuara karena tangisnya semakin pecah. Suasana menjadi sangat haru dan sakral. Ahmadpun tak kuasa untuk meminta Zia mengakhiri salam perpisahannya dengan keluarganya.

Tak lama setelah itu Zia dan suaminya pergi meninggalkan rumah nan asri itu.

Zia masih memandangi Ayahnya spion mobil Ahmad dan air matanya berlinang tak henti-hentinya. Hingga bayangan Ayahnya sudah tak nampak lagi karena mobil Ahmad menikung ke kanan, Zia masih tidak merubah pandangannya dari spion itu.

"Kenapa bengong terus, tidak perlu terlalu sedih, kalo kangen ayah aku akan antar Zia pulang kok." Suara lembut Ahmad menyadarkannya.

"Eh.. iya mmm.. Pak Ahmad." Balas Zia canggung

"Kok panggil pak?" Tanya Ahmad menggoda Zia. "Kan aku suamimu". Imbuhnya.

"Iya, suamiku.. maaf aku bingung harus panggil apa." Zia tersipu malu digoda suaminya.

"Panggil sayang, atau apa gitu yang lebih enak." Balas Ahmad sekenanya sambil memperhatikan jalan yang basah karena gerimis yang tiba-tiba turun.

Zia terdiam berpikir sejanak, "Aku panggil kak Ahmad aja boleh?" Celetuk Zia dengan malu-malu.

"Boleh aja, asal Zia nyaman dan kupingku sebagai suami ndak geli dipanggil pak sama istri sendiri, hehehe." Balas Ahmad sambil memandang Zia sekilas.

Zia merasa nyaman berada didekat suaminya yang beberapa jam lalu masih menjadi manusia asing baginya. Ahmad sangat mudah membuat suasana menjadi nyaman untuk Zia. Kini Zia merasa menjadi wanita yang paling bahagia di muka bumi.

"Kalau Zia lelah, Zia boleh tidur kok." Ucap Ahmad lagi berusaha mencairkan suasana yang canggung.

"Ah iya Kak, Zia memang ngantuk sebenarnya." Jawab Zia kemudian memalingkan pandangan ke jendela yang berhias titik-titik hujan.

Zia memandangi lampu-lampu jalanan sangat cantik dibalik bias kaca mobil Ahmad. Aroma wangi mobil Ahmad membuatnya semakin mengantuk. Ziapun tertidur karena lelah dengan seluruh kegiatan hari itu, terlebih lagi ia tidak bisa tidur malam sebelumnya. Ahmad beberapa kali menoleh pada Zia, memandanginya sambil terus melajukan mobilnya.

Akhirnya merekapun sampai di parkiran sebuah gedung apartemen. Ahmad membangunkan Zia dengan perlahan. Beberapa kali Ahmad berusaha membangunkan Zia namun Zia tetap tertidur pulas. Mungkin karena terlalu lelah Zia tidak sanggup membuka matanya. dengan terpaksa Ahmad menggendong tubuh Zia yang masih berpakaian pengantin dan membawanya masuk ke apartemennya.

"Enteng sekali Zia ini, padahal lagi pakai gaun pengantin begini." Gumam Ahmad dalam hati.

Setelah sampai di depan pintu apartemennya, Ahmad membunyikan bel dan seseorang datang untuk membukakan pintu. Seorang wanita yang cantik menggunakan abaya tipis dengan riasan wajah yang anggun. Cassandra namanya, sang pemilik manik mata berkilau dan senyum yang indah.

"Sayang, aku akan menidurkan Zia dulu dikamarnya. setelah itu aku akan menemanimu di balkon. tunggu ya.." Ucap Ahmad Cassandra.

"Iya sayang.." Jawab Cassandra datar.

Setelah memutar anak kunci Cassandra masuk kedalam kamarnya. Ia pindai kembali penampilannya sebelum beranjak ke balkon bertemu dengan Ahmad.

Ia menyentuh dadanya yang bergemuruh, menghirup udara dalam-dalam berusaha menenangkan hatinya. Setelahnya Cassandra menyemprotkan parfum ke leher dan pergelangan tangannya. Setelah merasa cukup ia melangkah ke balkon dengan melewati kamar tamu yang kini dihuni oleh madunya, Zia. Dadanya kembali bergetar dan rasa mual muncul akibat kegugupannya. Ia urungkan ke balkon dan duduk meminum segelas air putih terlebih dahulu. Barulah setelah itu iya benar-benar beranjak ke balkon menanti kedatangan Ahmad, Suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status