Share

Bab 4

Author: Yeni
Wajah Lusi juga agak berubah.

Tapi matanya berkedip dan dia langsung memeras air mata, menangis sambil mengeluarkan ponsel. “Semalam Kak Avera memang sudah melahirkan. Anaknya juga terus berada di ruang bayi.”

“Aku tahu Kak Avera pasti akan gunakan kesempatan ini untuk menyulitkanku. Jadi aku sengaja suruh dokter videokan bayinya.”

Lusi menyodorkan ponselnya. Dalam video yang kasar dan jelas-jelas palsu itu, terlihat seorang bayi yang jelas berusia sebulan.

Tapi Vincent hanya melihat sekilas dan langsung percaya saja.

“Beraninya kau bohongi aku!” Vincent mengerang. “Untuk membuatku merasa kasihan, kau sampai memalsukan perut dan darah. Kau beneran menjijikkan! Dasar nggak tahu malu!”

“Kau kira kali ini aku bakal tertipu? Mimpi!”

Vincent mengangkat kakinya, lalu menendang perutku tanpa ampun.

Suaraku hampir serak karena merintih memohon, tapi tubuhku justru makin dingin dan kaku.

Hingga akhirnya aku nggak punya tenaga untuk memohon lagi. Aku cuman bisa meringkuk dalam genangan darahku sendiri dan menggigil dalam kesenyapan.

Vincent melepaskan jasnya yang penuh noda darah, lalu menatap Lusi dengan wajah penuh penyesalan dan berkata, “Maaf, Lusi. Kau jadi tercium bau amis ini. Aku akan urus dia sekarang. Habis ini, aku bawa kau bulan madu ke pulau pribadi sebagai permintaan maafku karena sudah salah paham padamu, oke?”

Lusi menggelengkan kepalanya dan matanya berkaca-kaca, lalu berkata dengan nada lembut dan memilukan, “Sudahlah, Kak Avera segitu benci aku. Gimana kalau habis kau bawa aku pergi, dia malah cari cara baru buat pisahkan aku dan anakku?”

“Lebih baik aku bawa anakku pergi saja. Biar anak kalian jadi pewaris.”

Lusi berbicara dengan hati-hati, dengan kesedihan dan kekecewaan yang memuncak, tapi justru memicu bara amarah yang tersimpan dalam diri Vincent.

Mendengar ini, wajah Vincent langsung muram. Suaranya terdengar lembut, tapi justru bikin merinding, “Jangan khawatir, aku nggak akan kasih dia kesempatan lukai kalian lagi.”

Vincent melambaikan tangannya dan berkata, “Kurung dia di gudang anggur. Nanti setelah aku umumkan pewarisku adalah anak Lusi di konferensi pers secara resmi, baru lepaskan dia keluar.”

Aku diseret pengawal keluar dari rumah sakit kayak boneka buruk.

Sepanjang jalan, darahku meninggalkan coretan panjang di lantai yang mengilap.

Rasa sakitnya buat aku hampir kehilangan kesadaran dan pingsan. Tapi aku masih paksakan sisa-sisa kesadaran untuk merintih, “Aku mohon, Vincent. Yang aku minta Ibu uruskan itu perceraian kita, bukan mau rebut anaknya!”

“Anakku sudah sekali mati karenamu. Kali ini, mereka juga nggak akan bertahan hidup.”

“Aku dan anakku sudah kasih kalian jalan. Tolong jangan sentuh ayahku, oke?”

Butiran air mata bercampur darah jatuh ke tanah setetes demi setetes.

Vincent tampak kesal dan berkata, “Sudahlah. Asalkan kau diam di gudang anggur, aku nggak akan …”

Belum selesai berbicara, tiba-tiba … Boom!

Terdengar suara benturan yang kuat.

Aku melihat ayahku dilempar dari lantai atas dan tubuhnya menimpa semen keras di depanku.

Matanya yang dulu melihatku dengan lembut, kini kosong, berdarah dan hancur.

“Ayah!” Aku langsung menjerit histeris dan merangkak secepat mungkin ke arahnya.

Sebelum sempat menyentuh ayah, pengawal langsung menahanku dengan kasar.

“Bawa dia pergi!” Vincent berbalik dan berbisik, “Lagipula dia memang pantas mati. Kalau sekarang mati, mungkin baginya juga sebuah pembebasan.”

“Vincent! Dasar bajingan!” Aku menangis kayak orang gila. “Kau mencelakai anak kandungmu sendiri, sekarang bahkan membunuh orang yang menyelamatkanmu! Kau pasti akan masuk neraka!”

Mendengar ini, Vincent melihatku sambil mengerutkan alisnya, lalu menghela napas dan berkata, “Aku memang suruh kalian kurung dia. Tapi kalau dia ada permintaan, turuti saja. Jaga dia baik-baik.”

Demi mempersiapkan konferensi pers keluarga yang akan mengumumkan ahli warisnya, Vincent rela habiskan banyak uang. Dia berniat kasih tahu seisi dunia betapa pentingnya Lusi baginya.

Vincent memesan sebuah patung emas murni setinggi manusia dari tukang emas terbaik Italia. Lalu, dia membeli sebuah pulau pribadi di Tajoha dengan harga triliunan dan menamakannya “Pulau Lusi”.

Vincent yang biasanya tertutup, kali ini malah bikin akun media sosial bernama “Cinta Lusi”.

Status pertama yang diunggah adalah pengakuan cinta yang romantis: [Terima kasih untuk wanita terpenting dalam hidupku, Lusi, yang telah melahirkan putra sulungku. Kini, hidupku terasa sempurna.]

Konferensi keluarga ini berlangsung selama 3 hari dan dihadiri oleh para elit di berbagai kalangan. Di bawah sorotan lampu kilat, Vincent menggandeng tangan Lusi dengan wajah penuh bahagia.

Namun, di balik kamera, matanya terus melirik ponsel.

Kayaknya dia lagi menunggu …

Menunggu kabar dari rumah lama.

Sampai malam terakhir acara, ponselnya tetap nggak ada kabar.

Vincent akhirnya nggak tahan dan menelepon ke sana, “Sudah 3 hari nih. Nyonya ada ribut mau jumpa aku nggak? Atau ancam mau hadiri konferensi pers?”

Pengasuhnya menjawab dengan gugup, “Nggak ada, Pak. 3 hari ini Nyonya sama sekali nggak ngomong. Makanan yang kutaruh di depan pintu juga nggak disentuh.”

Mendengar ini, Vincent mencibir dan bibirnya melengkung senyuman yang meremehkan.

“Sudah kuduga. Dia mau cari perhatian dengan merajuk.”

“Aku sudah ngomong dengan jelas. Siapa yang duluan melahirkan, anak itulah yang akan jadi pewarisku. Dia yang gagal, malah main akal-akalan, pura-pura lemah, sakiti Lusi dan bersekongkol dengan ibuku buat rebut anak Lusi. Semua ini nggak pernah aku perhitungkan dengannya. Aku sudah cukup sabar dan baik.”

“Sekarang malah mogok makan?”

Teringat akan kematian tragis ayah Avera, Vincent menghela napas dan berkata, “Apa dia marah soal ayahnya? Pergi kasih tahu dia bahwa itu cuman kecelakaan. Aku juga nggak nyangka akan berakhir seperti itu.”

“Asalkan dia makan dan menurut, aku akan urus pemakaman ayahnya. Aku akan akui anak Lusi sebagai anaknya, biar impian jadi ibu pewarisnya terpenuhi.”

“Tapi syaratnya, mulai sekarang dia nggak boleh sakiti Lusi lagi. Lusi akan tinggal serumah dan punya status setara dengannya.”

Pengasuh berulang kali menjawab, “baik”, lalu cepat-cepat lari ke gudang anggur.

Baru saja terdengar pintu kayu berat terbuka, langsung disusul jeritan pilu pengasuh, “Pak Vincent! Gawat! Nyonya Avera … sudah mati! Dan ada bayi mati di sebelahnya!”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tinggalkan Suami Mafia Setelah Hidup Kembali   Bab 9

    Dari kejauhan, aku menyaksikan upacara pemakaman megah yang digelar Keluarga Kusuma.Nyonya Maria menangis sampai hampir pingsan.Dengan wajah tanpa ekspresi, aku berbalik dan melenggang pergi.Di kehidupan sebelumnya, aku dikurung di gudang anggur dan dibakar hidup-hidup.Saat mataku terbuka lagi, aku kembali ke malam sebelum aku melahirkan.Pada saat itu juga, aku langsung menelepon Nyonya Maria dan memberi tahu dia semua kebenarannya. Termasuk tragedi sebelumnya dan pengkhianatan Vincent.Awalnya, Nyonya Maria terkejut, sampai akhirnya kuberikan bukti bahwa identitas Lusi itu palsu.Nyonya Maria marah besar dan segera bekerja sama denganku untuk memainkan drama ini.Aku menyuntikkan inihibitor dan menunda persalinan, tujuannya adalah untuk menghindari titik kematian yang sama dengan kehidupan sebelumnya.Aku sengaja memancing amarah Vincent agar dia mengurungku di gudang anggur, tujuannya adalah agar dia menyaksikan langsung kematianku dan mengalami kehancuran mental.Aku minta Nyon

  • Tinggalkan Suami Mafia Setelah Hidup Kembali   Bab 8

    Vincent tertatih-tatih pulang ke rumah lama.Rumah itu sunyi-sepi bagai kuburan. Dia melangkah pelan menuju gudang anggur bawah tanah, bau amis darah dan nuansa kematian langsung menyergapnya.Ruang tempat Avera dikurung kini sudah kosong, hanya tersisa noda darah hitam yang membeku di lantai dingin.Vincent menjatuhkan diri berlutut dan menggaruk-garuk bekas darah itu secara gila-gilaan, seolah berusaha mengembalikannya ke dalam tubuh Avera.“Avera! Kamu di mana? Kamu keluarlah! Aku salah! Aku benar-benar salah!”Tangisannya bergema dalam gudang anggur yang kosong, penuh keputusasaan dan kegilaan.Namun, yang membalasnya hanya kehampaan.Tiba-tiba, sebuah suara yang familer, tetapi dingin memecah keheningan.“Nggak usah cari lagi. Avera sudah pergi.”Mendengar ini, Vincent terkejut. Dia berbalik dan melihat ibunya berdiri di atas tangga dengan ekspresi dingin dan berkata sekata demi sekata, “Aku sudah selidiki semuanya. Lusi itu sejak awal adalah seorang penipu.”Mendengar ini, mata V

  • Tinggalkan Suami Mafia Setelah Hidup Kembali   Bab 7

    “Apa?”Wajah Vincent langsung pucat dan dadanya sesak sampai hampir membuat Vincent sulit bernapas.Dia memegang erat kursi pesawat biar dirinya tidak ambruk.“Sekarang!” Vincent berbicara kata demi kata lewat giginya yang dikatupkan, “Panggil dokter yang bantu Avera melahirkan ke sini! Aku mau tanya dia langsung!”Segera, dokter itu dibawa ke hadapan Vincent.Begitu melihat Vincent, wajah dokter itu jadi pucat dan berbicara dengan gugup, “Aku… aku benaran nggak tahu apa-apa… Bu Avera sendiri yang mau suntik inhibitor dan menunda persalinannya. Aku sudah menasihatinya, tapi dia nggak mau dengar. Katanya, hanya dengan menunda persalinannya hingga melewati hari perkiraan lahir, anaknya baru ada peluang hidup…”Belum sempat selesai berbicara, wajah Vincent sudah pucat dan tangannya yang mengepal berderak.“Nggak mungkin…” Sorot matanya penuh dengan ketakutan dan kegelisahan. Vincent terus menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Apa kamu dibayar Avera? Apa dia yang paksa kamu mengarang in

  • Tinggalkan Suami Mafia Setelah Hidup Kembali   Bab 6

    Pengurus rumah sakit merenung sekejap, lalu berkata dengan nada rendah, “Mohon tunggu sebentar. Aku bantu cek dulu.”Selama menunggu, pikiran Vincent sudah terbang jauh.Di kehidupan sebelumnya, dia terbangun dari sebuah ledakan yang menyerangnya. Ibunya dengan mata membengkak kasih tahu dia bahwa ayah dari gadis yang menunggu di luar terluka parah dan koma demi menyelamatkannya. Mulai sekarang, gadis itu adalah keluarga mereka dan Vincent harus menjaganya dengan baik.Vincent melihat gadis itu tersenyum tegar, tetapi matanya merah. Pada saat itulah, hati Vincent yang beku menjadi luluh.Awalnya, itu cuma rasa tanggung jawab.Avera takut sama urusan keluarga, lalu Vincent yang mengajarkan cara-cara menanganinya.Saat pertama kali Avera terlibat dalam tembak-menembak, Vincent melindunginya dengan tubuhnya dan mengatakan kepadanya untuk tidak takut.Ketika Avera makin dewasa dan menunjukkan sinar terang yang tak cocok untuk dunia gelap dan berdarah ini, Vincent malah mulai takut. Dia tak

  • Tinggalkan Suami Mafia Setelah Hidup Kembali   Bab 5

    “Omong kosong apa yang kamu bicarakan?!”Vincent langsung berdiri dan berteriak dengan emosi, “Siapa suruh kamu mengutuk istriku?!”Pelayan itu masih menangis ketakutan, “Pak, aku nggak bohong. Bu Avera benaran… sudah nggak bernapas lagi. Kayaknya sudah mati berjam-jam. Bawah tubuhnya penuh dengan darah, wajah si bayi juga sudah biru.”“Diam!”Vincent berteriak dan hampir hilang kendali. “Kamu dipecat! Pergi sekarang! Aku akan cari orang lain merawatnya!”Saat menutup telepon, tangan Vincent gemetaran.Lusi menggendong anaknya keluar dan berkata dengan nada lemah dan kasihan, “Kenapa kamu sangat marah? Di luar masih ada tamu tunggu kita bertiga foto keluarga. Dengar kamu lagi marah-marah, mereka kira kamu nggak puas sama aku dan anak kita.”Sambil berbicara lembut, Lusi langsung memeluk lengan Vincent dengan mesra.Namun, Vincent malah melepaskan tangan Lusi dengan kasar. Dia menatap Lusi dengan mata memerah dan berkata pelan-pelan dengan penuh tekanan, “Lusi, kamu jujur sama aku.”“Ma

  • Tinggalkan Suami Mafia Setelah Hidup Kembali   Bab 4

    Wajah Lusi juga agak berubah.Tapi matanya berkedip dan dia langsung memeras air mata, menangis sambil mengeluarkan ponsel. “Semalam Kak Avera memang sudah melahirkan. Anaknya juga terus berada di ruang bayi.”“Aku tahu Kak Avera pasti akan gunakan kesempatan ini untuk menyulitkanku. Jadi aku sengaja suruh dokter videokan bayinya.”Lusi menyodorkan ponselnya. Dalam video yang kasar dan jelas-jelas palsu itu, terlihat seorang bayi yang jelas berusia sebulan.Tapi Vincent hanya melihat sekilas dan langsung percaya saja.“Beraninya kau bohongi aku!” Vincent mengerang. “Untuk membuatku merasa kasihan, kau sampai memalsukan perut dan darah. Kau beneran menjijikkan! Dasar nggak tahu malu!”“Kau kira kali ini aku bakal tertipu? Mimpi!”Vincent mengangkat kakinya, lalu menendang perutku tanpa ampun.Suaraku hampir serak karena merintih memohon, tapi tubuhku justru makin dingin dan kaku.Hingga akhirnya aku nggak punya tenaga untuk memohon lagi. Aku cuman bisa meringkuk dalam genangan darahku s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status