Share

BAB 131

last update Last Updated: 2025-09-16 11:21:34

“Kamu tidak datang ke rumah Uwak Ramli, Ndra? Bukannya kemarin sudah ada undangan buat acara syukuran ba’da maghrib ini?” Rida memperhatikan Indra yang sejak pulang sore tadi terlihat pendiam sekali. Biasanya, setelah mandi sore Indra senang duduk-duduk di teras sambil menikmati secangkir kopi dan gorengan hangat. Namun, sejak pulang tadi Indra betah di kamar. Baru keluar untuk berwudhu dan makan malam.

“Capek, Bu. Lumayan juga motoran ke kota kabupaten sana. Bolak-balik sekitar tiga jam perjalanan.” Indra meraih jengkol muda untuk lalap. Dicocol ke sambal tempoyak sungguh sedap menggoyang lidah. “Pinggang rasanya pegal sekali kalau duduk lama. Makanya ini tidak datang ke rumah Wak Ramli.”

Rida mengangguk mengerti. Walau sedih dengan nasib pernikahan anaknya yang harus berpisah, tapi Rida juga senang dengan kehadiran Indra di rumahnya. Dia yang biasanya setiap malam memeluk sepi, sekarang ada teman berbincang melewati hari.

“Bagaimana hasilnya? Jadi kamu dan Sahrul mau jadi pengepul b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 133

    Lima tahun lebih dia meninggalkan semua, berusaha melupakan dan menghapus apapun yang berhubungan dengan masa-masa sulit yang pernah dia lewati.“Via?” Mata Naura membelalak lebar saat membuka kotak pesan masuk. Ada banyak pesan dari sahabat dekatnya saat bekerja dulu. Dia lalu membuka profil Via untuk mengetahui kabar temannya. “Masya Allah, anakmu sudah dua, Vi.” Naura mengusap air matanya yang mengalir begitu saja.Dadanya berdebar kencang saat melihat tanda Via sedang online. Dengan sedikit gemetar, Naura mengirim pesan untuk menyapa. Berkali-kali dia menghapus air mata membaca pesan yang Via kirimkan dulu dan baru sekarang terbaca olehnya. Pesan terakhir Via kirim tiga tahun yang lalu. Temannya rutin bertanya kabar dan terus memberikan semangat walau dua tahun berlalu dan pesannya tidak pernah mendapat balasan.“Assalamualaikum, Via.” Naura langsung mengangkat panggilan video. Sama seperti dirinya yang tidak bisa menahan tangis, di seberang sana, Via juga terlihat kesulitan menah

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 132

    Indra menggigil. Dia mengambil selimut dan bergelung di dalamnya. Ketakutan menguasai hati Indra membayangkan pandangan orang-orang tentang dirinya. Marah, kecewa, kesal dan khawatir bercampur menjadi satu hingga membuat tangan dan kakinya basah karena keringat dingin.Sementara di pulau berbeda, terpisahkan bentangan Selat Karimata, Naura sedang berpikir keras untuk menyelesaikan deretan soal yang sedang dikerjakannya. Sejak lepas Isya’ tadi dia sudah berkutat dengan buku tebal berisi ratusan contoh soal.“Selat yang terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, yang menghubungkan Laut Natuna dengan Laut Jawa, disebut selat apa?” Naura meringis melihat pilihan jawaban. Sejujurnya, dia tidak terlalu pandai dengan pelajaran geografi saat sekolah dulu. Jangankan mengingat nama selat, mengunjungi rumah mertuanya saja dia masih mengandalkan google maps agar tidak nyasar kemana-mana.“Selat apa, hayo?” Fatih mengulas senyum melihat kening istrinya yang terlipat. Sejak dua minggu

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 131

    “Kamu tidak datang ke rumah Uwak Ramli, Ndra? Bukannya kemarin sudah ada undangan buat acara syukuran ba’da maghrib ini?” Rida memperhatikan Indra yang sejak pulang sore tadi terlihat pendiam sekali. Biasanya, setelah mandi sore Indra senang duduk-duduk di teras sambil menikmati secangkir kopi dan gorengan hangat. Namun, sejak pulang tadi Indra betah di kamar. Baru keluar untuk berwudhu dan makan malam.“Capek, Bu. Lumayan juga motoran ke kota kabupaten sana. Bolak-balik sekitar tiga jam perjalanan.” Indra meraih jengkol muda untuk lalap. Dicocol ke sambal tempoyak sungguh sedap menggoyang lidah. “Pinggang rasanya pegal sekali kalau duduk lama. Makanya ini tidak datang ke rumah Wak Ramli.”Rida mengangguk mengerti. Walau sedih dengan nasib pernikahan anaknya yang harus berpisah, tapi Rida juga senang dengan kehadiran Indra di rumahnya. Dia yang biasanya setiap malam memeluk sepi, sekarang ada teman berbincang melewati hari.“Bagaimana hasilnya? Jadi kamu dan Sahrul mau jadi pengepul b

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 130

    “Ndra, makin tampan saja. Duda muda memang mempesona. Apa istilahnya itu? Duren! Duda keren!” Sahrul terkekeh saat berjabat tangan dengan Indra. “Kabarnya sudah sebulanan pulang ya? Baru kelihatan sekarang. Itu juga karena aku yang mencari tahu. Kalau aku tidak menghubungi, mungkin kita tidak ngobrol pagi ini.”Indra terkekeh pelan. Dia mengikuti langkah Sahrul menuju warung kopi di dekat sana. Setelah menyalami beberapa orang yang juga satu desa dengan mereka, Indra duduk di dekat Sahrul. “Biasa, baru pulang masih penyesuaian dulu. Apalagi sekarang sudah tidak ada yang mengurus lagi. Jadi apa-apa serba sendiri. Makanya jarang keluar rumah.”“Ah, alasan saja. Aku berani bertaruh kalau sekarang yang mengurus semua keperluanmu adalah Bi Rida. Mana mungkin dia membiarkan anak laki-laki satu-satunya ini mengucek baju atau menjarang banyu?” Sahrul memesan kopi hitam pekat, khas daerah sana yang biji kopinya diolah sendiri. “Atau … sudah ada rencana menikah lagi karena tidak kuat sendiri?”

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 129

    “Selamat pagi, Naura binti Bendri.” Fatih tersenyum lebar saat duduk di meja makan. Di hadapannya, nasi goreng sosis dengan dua telur mata sapi sudah siap untuk disantap. Segelas kopi hangat menguarkan aroma menggoda hingga membuat lelaki itu langsung menghirupnya dengan nikmat.“Pagi.” Naura ikut tersenyum. Dia meletakkan buah pir dan melon yang sudah dipotong-potong. Wanita itu melirik ke arah rambut suaminya yang masih setengah basah karena keramas sebelum subuh tadi. Wajah lelaki itu terlihat segar dan sumringah. “Abang kayaknya sedang dalam posisi hati yang senang ya?”“Iya dong, Sayang. Service tadi malam sangat menyenangkan. Kamu ulang tahun setiap hari saja tidak apa-apa, Nau. Abang tidak keberatan membuat dekor-dekor dan membelikan kue ulang tahun. Asaaaaal, ada inovasi baru seperti yang tadi malam itu walau sedang h.langan. Aw!” Fatih mengelus bahunya. Cubitan Naura terasa pedas di kulitnya. Namun, tak lama dia kembali terkekeh saat melihat wajah Naura yang bersemu merah.“J

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 128

    Naura membuka mata. Wanita itu mengembuskan napas kencang melihat wajah tampan suaminya sedang menatap layar ponsel yang sedang di charge. Tidak ada usapan halus di kepala atau ci.man di dahi seperti biasa. Fatih benar-benar menjadi orang yang berbeda dan menyebalkan sejak pagi tadi.“Loh, Nau?” Fatih terkejut melihat Naura berdiri dan langsung meninggalkannya keluar kamar. Lelaki itu setengah berlari mengejar Naura yang sudah diluar rumah. Dia bisa melihat Wahid yang masih duduk di teras bertanya keheranan pada Naura.“Nggak tahu, tuh, kurang jatah kali makanya jadi ngeselin begitu!”Wahid berdehem pelan mendengar ucapan Naura. Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal saat Fatih melintas dengan wajah merona merah. Dia terkekeh saat mobil Fatih keluar dari halaman rumah. Entah apa yang diributkan oleh keduanya hingga membuat Naura terlihat sangat rungsing sejak sore tadi.Sepanjang perjalanan pulang, Naura dan Fatih tidak mengobrol. Naura menyimpan kesal karena Fatih terlihat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status