Share

BAB 5. Suasana Pabrik

" Ya maklum aja deh! Miss Laura itu mungkin dah biasa di negaranya sono melakukan hal kayak gitu. Berani melahap duluan! iih amit-amit deh!" ucap Santi.

"Mungkin dia udah gak tahan banget kali ya! secara Den Lucas itu memang menggoda banget sih! perempuan mana sih yang gak tahan! hihihi...." sambung Neni.

"Kalau aja dia mau ama gue...Gue mah ikhlas deh!!! mungkin gak ya takdir cinta ala sinetron Indosiar bisa terjadi dalam hidup gue. Seorang perempuan desa berstatus janda bisa merebut hati seorang perjaka tampan nan kaya raya!" seluruh Wati sambil memanyunkan bibirnya dengan ekspresi kocak.

"Maneh teh jangan mimpi ketinggian. Takdir maneh teh sama Kang Ujang. Ulah mimpi ketinggian! tuh bibir jangan dibikin sexy begitu ah, Geuleuh!!!" ucap Teh Irna sambil menjulurkan lidahnya membalas ekspresi kocak Wati. Semua tertawa geli melihatnya. Teh Irna versus Wati. Keduanya memang kocak. Walau sering adu mulut, tapi entah mengapa melihat mereka selalu terlihat kompak.

Teh Irna memang begitu semangat menjodohkan Wati dengan Kang Ujang, kakak sepupunya. Kang Ujang adalah salah satu sekurity di The Farm Lie. Meski belum resmi jadian. Tapi Kang Ujang sangat royal pada Wati dan Wati cukup sering memanfaatkannya.

Begitulah suasana pabrik di siang itu. Aktivitas berjalan seperti biasa. Jam istirahat dimanfaatkan Karyawan untuk makan siang sambil bergosip. Hari itu suasana lumayan tenang setelah kemarin teriakan Nyonya Lie cukup membuat karyawan heboh dan ketakutan.

Dan lagi-lagi, topik tentang kejadian menghebohkan antara Laura dan dokter Lucas masih begitu ramai terdengar. Meski sudah ada instruksi dari Bu Wiwik, Sang Supervisor yang mengingatkan beberapa karyawan yang bersuara cukup keras agar tidak lagi membicarakan kejadian itu.

Bel berbunyi. Tanda jam istirahat telah usai dan semua karyawan harus kembali ke pabrik.

"Saya ingatkan sekali lagi ya rekan-rekan sekalian! untuk tidak lagi membicarakan kasus yang terjadi kemarin. Kita harus jaga perasaan Ibu Boss!" Bu Wiwik kembali menghimbau.

Semua hanya terdiam dan mengangguk seolah mengiyakan.

"Ya kalau Ibu Boss mulutnya gak pakai toa kalau lagi marah ya semua karyawan juga gak bakal tahu! Bu Boss sendiri sih yang kalau ngamuk gaungnya kedengaran sampe kenceng! jadi semua karyawan denger deh!!! tambahan lagi karyawan-karyawannya pada hobi gosip semua, Hahahahahahaha!"

ucap Neni mengakhiri obrolan.

"Hayuk Nind! kamu sudah beneran sehat?" tanya Neni.

"Udah Teh. Alhamdulillah mendingan."

****

"Michelle, kamu gak usah ke sini-sini lagi! kamu juga gak usah magang di sini! cari aja perusahaan lain!" dengan ketus Nyonya Lie berdiri di hadapan Michelle.

"Loh, kenapa Tan? apa karena kejadian Laura kemarin?"

"Michelle minta maaf. Michelle juga gak tahu kalau Laura sampai begitu nekad melakukan hal seperti itu. Awalnya Michelle kan cuma ingin bantu dia yang sedang melakukan riset untuk tugas akhirnya. Demi Tuhan, Tante!!!"

"Tidak ada kompromi. Kamu yang sudah bawa Sundal itu ke sini. Untung Tante cepat mengetahuinya. Kalau saja sampai kejadian, Tidak..Tidak...Jangan sampai!!!" Nyonya Lie bergidik ketakutan.

"Tante yang akan bicara pada Papimu nanti! pokoknya kamu harus pergi sekarang! kamu boleh kembali ke sini kalau Tante sudah membolehkan. Dan untuk sekarang, silahkan kamu angkat kaki dulu baik dari rumah Tante maupun dari sekitar pabrik. Paham???" nada suara Nyonya Lie makin meninggi. Pertanda dia sudah tidak bisa diajak kompromi.

Michelle hanya menunduk dengan wajah pucat. Rasanya percuma untuk membantah lagi. Seluruh tubuhnya mendadak terasa lunglai. Dia tahu betul karakter Tantenya itu. Sangat keras dan temperamental. Tidak akan ada yang berani beragurmen padanya kalau dalam kondisi seperti ini.

"Cepat pergi dari sini! kemasi semua barang-barang kamu!"

Michelle makin menunduk dan bergegas pergi. Ini semua gara-gara Laura. Kenapa Laura sampai begitu nekad begitu. Dirinya memang tahu kalau Laura naksir dengan Lucas tapi membayangkan kalau Laura sampai sejauh itu...Tidak...Tidak pernah. Dan semenjak kejadian itu Laura makin kabur entah kemana. Pesan yang Michelle kirim juga tidak dibalas olehnya.

Duh...Bagaimana ini? bagaimana dengan kelanjutan PKL? Michelle hanya bisa meringis membayangkan betapa repotnya dia jika harus mencari lokasi PKL baru. Tante Mariana betul-betul tidak bisa diajak kompromi. Gara-gara Laura, dia yang harus terkena getahnya.

Saat kejadian itu, memang Michelle sedang tidak ada di tempat. Michelle sedang pulang ke Jakarta karena harus menemani Mami operasi. Dengan wajah sendu, Michelle memasuki kediaman Nyonya Lie dan memasuki kamarnya untuk berkemas membereskan barang-barangnya.

Rumah sepi. Hanya ada empat orang ART yang bekerja di rumah yang megah ini. Masing-masing nampak sibuk berkutat dengan pekerjaan Masing-masing.

Ingin rasanya Michelle mendatangi Lucas di klinik. Biasanya jam segini dia kan sedang di klinik. Tapi untuk apa? mencoba memohon kepada Lucas agar membicarakan kepada Tante Mariana agar membiarkan dirinya tetap magang di The Lucky Dairy? apakah itu akan berhasil? Tante Mariana benar-benar keras dan menyeramkan tadi. Michelle kembali bergidik.

"Mau kemana, Non?" tanya Bik Imah

"Balik ke Jakarta, Bik. Kebetulan saya juga sedang ada kesibukan di Jakarta."

"Nyetir sendiri atau diantar Parto?"

"Pengennya sih dianter Bik. Saya lagi ga enak badan. Malas nyetir."

"Oh iya Bik, saya mau tanya. Waktu kejadian itu, sebenarnya gimana sih, Bik?" tanya Michelle penasaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status