Share

Too Good To Be True
Too Good To Be True
Author: Shmilyagustin

Bab 1. Suasana pagi

Suasana pagi di rumah itu tiba-tiba menjadi riuh. Suara teriakan dan makian terdengar berkali-kali, memekakkan telinga. Siapa lagi kalau bukan teriakan dari Nyonya Lie. Ada apa gerangan ya?

Dengan hati-hati, Nindya membuka tirai mencoba mengintip. Pandangannya tertuju pada bangunan mewah yang disebut rumah utama. Teriakan itu pasti berasal dari situ. Begitu menggelegar sampai-sampai terdengar dari luar.

"Ada apa Bu?" tanya Nindya

"Itu, Mbak Laura coba-coba pengen ngerjain Den Lucas. Untungnya ketahuan sama Nyonya Lie." Jawab Ibu.

"Ngerjain gimana Bu?"

"Alah kamu kayak gak ngerti aja. Jadi gini, menurut informasi yang Ibu dapat dari grup w******p, kalau Mbak Laura itu pengen menjebak Den Lucas biar bisa dinikahi. Den Lucas dibikin gak sadar, Mbak Laura mencoba memasukkan sesuatu ke dalam minumannya Den Lucas, sampai akhirnya Den Lucas benar-benar gak sadar dan dan Mbak Laura masuk ke kamar Den Lucas. Untungnya Nyonya Lie tahu, dan gegerlah semuanya." Ujar Ibu dengan suara berbisik.

"Dasar perempuan jalang, Tidak tahu malu. Jangan pernah coba-coba dekati anakku. Pergi dari sini, gadis hina. Jangan harap aku akan sudi menikahkan anakku denganmu, dasar sundal..."Makian Nyonya Lie terdengar lagi.

Nandya bergidik. Seram sekali kedengarannya. Gak bisa dibayangkan gimana pucatnya wajah Laura. Jika diibaratkan rumah, Nyonya Lie itu seperti rumah kosong yang sudah tidak lama tidak pernah ditempati, alias angker. Jangan coba-coba cari masalah dengannya.

Teriakan Nyonya Lie masih terdengar lagi. Kali ini dia memanggil seluruh pekerja yang berada di rumah itu. Sederet makian dan kata-kata pedas terlontar lagi dari mulutnya. Terdengar pula suara lemparan beberapa barang pecah belah.

"Parto, bereskan barang-barang wanita jalang ini dan bawa keluar..." Perintah Nyonya Lie.

"Kalian saya tinggal sebentar tidak ada yang becus menjaga rumah. Masa sampai tidak bisa mengawasi kalau perempuan jalang ini mau menggoda anak saya. Kurang ajar!"

"Nin, Ibu ke pabrik dulu ya. Habis marah-marah begini, Nyonya Lie pasti langsung ke pabrik. Bisa tambah runyam kalau kemarahannya meledak sampai ke pabrik." Ibu nampak tergesa-gesa. Jarak pabrik dari rumah yang ditempati mereka hanya sekitar 100 meter.

"Kamu jangan lupa minum obat, biar cepat sembuh." Ibu pun bergegas pergi.

Nindya menguap. Semalam dia memang tidak bisa tidur. Nindya segera menuju dapur untuk mencuci piring-piring kotor bekas sarapan. Rasa kantuknya semakin tidak tertahankan. Efek obat yang diminumnya sehabis sarapan membuatnya ingin segera terlelap.

Sudah seminggu ini, Nindya tidak masuk kerja. Nyonya Lie memberinya izin untuk istirahat dulu sampai kondisinya benar-benar sehat. Kata dokter, Nindya terkena gejala types. Setiap menjelang sore, tubuhnya demam dan menggigil, tidak ada nafsu makan, mual dan sakit kepala.

Nindya ingat kejadian seminggu lalu, saat dia pingsan di tempat kerjanya. Beberapa rekan kerjanya panik dan meminta pertolongan. Nindya tidak ingat apa-apa lagi. Begitu tersadar, dia sudah berada di klinik kesehatan The Farm Lie. Dokter Lucas memeriksanya dengan teliti.

Nindya terkejut. Ternyata Den Lucas adalah seorang dokter. Tidak banyak yang tahu, kalau dia adalah dokter.

Nindya mendadak gugup dan nervous, tidak menyangka dirinya akan berhadapan langsung dengan Den Lucas seperti ini. Dia benar-benar tampan. Luar biasa. Ketampanan yang benar-benar sempurna.

Dengan ramah, Dokter tampan itu menanyakan kondisinya, memberinya penjelasan tentang sakitnya dan menuliskan resep obat. Di ruangan itu juga ada sosok gadis bule yang juga cantik dan mempesona, Laura. Gadis itu selalu berada di dekat Dokter Lucas. Nindya sering melihat mereka jalan-jalan berdua mengitari areal perkebunan dan peternakan. Sepertinya mereka memang sedang dekat, batin Nindya.

****

"Gimana keadaannya, Nin? masih pusing? wah, kamu beruntung ya saat sakit begini, bisa diperiksa langsung sama Den Lucas. Biasanya jarang loh, dia stay di klinik." Ujar Santi.

"Iya, biasanya kan dia lebih sering mengurus pabrik. Aku juga baru tahu kalau Den Lucas ternyata dokter, ya?" sambung Neni.

"Ganteng banget ya....Sudah ganteng, pinter lagi. Tapi, cewek bule itu pacarnya ya? kok kemana-mana sering bersama," tanya Wulan.

Nindya teringat lagi ucapan teman-temannya saat menjenguknya kemarin. Topik dan obrolan mereka, lebih banyak membahas tentang Den Lucas. Mereka semua kagum dan tak ada habis-habisnya menceritakan Si Tampan itu.

"Sudah, Sudah...jangan ngomongin Si Kasep terus, ah. Nanti kedengaran Ibunya, bisa dimaki-maki kita semua. Kalian ya, gak usah kegenitan sama anak saya!" ujar Neni sambil menirukan gaya Nyonya Lie ketika marah. Semua tertawa melihat tingkah Neni.

Neni benar. Sangat bahaya, jika Nyonya Lie sampai mendegar percakapan tentang putranya di kalangan para pekerja. Apalagi dengan bahasa genit dan vulgar, bisa- bisa langsung dipanggil dan diberi peringatan. Nyonya Lie memang angker dan bermulut silet. Begitulah penilaian para karyawan di pabrik itu. Tapi banyak yang betah bekerja di pabrik itu, karena di situ, para karyawan diperlakukan dengan baik. Meski Si Pemiliknya bermulut pedas, tapi karyawan-karyawannya diperlakukan dengan sangat manusiawi. Upah yang mereka terima jauh lebih tinggi dibandingkan pabrik lain. Begitupula fasilitas yang.didapatkan.

Sebagai karyawan baru di Pabrik itu, Nindya turut merasakannya. Gaji dan fasilitas yang diapatkannya selama kurang lebih lima bulan bekerja di pabrik itu jauh lebih tinggi dibandingkan pekerjaan sebelumnya. Sebelumnya, Nindya bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik konveksi di Bogor.

Tujuh tahun bekerja di pabrik konveksi, akhirnya sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Pabrik itu dinyatakan gulung tikar akibat korupsi besar-besaran yang dilakukan para pemegang jabatan. Akhirnya dengan berbekal pesangon yang tidak seberapa, Nindya memutuskan untuk menemui Ibu di Cianjur. Berharap semoga ada lowongan kerja di pabrik susu The Lucky Dairy. Sebetulnya bisa saja dia tetap bertahan di Bogor dan mencari pekerjaan lagi di sana. Tapi Nindya memiliki alasan lain yang membuatnya ingin kembali tinggal bersama Ibunya. Nindya yang pada saat itu sudah berstatus cerai membutuhkan tempat tinggal sekaligus tempat berlindung dari kejaran Chandra, mantan suaminya yang masih berharap bisa kembali padanya. Dia juga tidak mungkin terus-menerus bersembunyi di rumah Pakde Marwan demi menghindari Chandra. Sudah cukup dia merepotkan kekuarga Pakde Marwan selama ini. Lagipula, keadaan Pakde juga pas-pasan. Dia tidak mau semakin menambah beban, walaupun Pakde Marwan dan istrinya sangat baik padanya. Nindya sudah memutuskan untuk menjauh sejauh mungkin dari Chandra. Rasa muak dan sakit hatinya belum sembuh. apa yang sudah disudah buang dan diludahkan tidak mungkin untuk diambil atau dijilat kembali.

Ingatan akan Chandra selalu saja membuat luka hatinya kembali menganga. Teringat bagaimana pahitnya menjalani kehidupan perkawinan dengan laki-laki itu. Laki-laki cemen (pengecut) yang selalu berlindung di balik ketiak Ibunya, yang selalu plin plan, yang tidak punya pendirian dan kerap menyalahkan dirinya dan selalu merasa benar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status