Kerja keras tanpa bakat mungkin akan menimbulkan rasa malu, tapi bakat tanpa kerja keras adalah sebuah tragedi. – Robert Hall
*****
Chapter 6
Delina mengetuk pintu bertuliskan nama Indra sang COO atau yang dikenal dengan chief operating officer. COO ini adalah pimpinan yang bertanggung jawab pada pembuatan keputusan operasional perusahaan.
Sering kali COO disebut sebagai orang kedua setelah CEO, bahkan di beberapa perusahaan, posisi ini disebut excecutive vice president atau umumnya disebut dengan direktur.
"Silakan masuk!" seru seorang pria dari dalam ruangan tersebut.
Kaki ramping gadis itu membawa ke sebuah ruangan berukuran 5x5 dengan interior yang minimalis. Cat dinding yang berwarna putih menambah sejuk ruangan tersebut. Di sudut ruangan terdapat rak buku dan juga rak untuk pajangan miniatur mobil yang dibuat perusahaan tersebut.
"Kamu yang namanya Delina, ya?" tanya pria berkacamata dengan rambut kelimis yang ditata rapi itu. Tubuh atletis dengan tinggi sekitar 170 cm itu sangat membuat Delina kagum.
"Iya, saya Delina."
"Silakan duduk. Perkenalkan nama saya Indra, direktur di perusahaan ini," ucapnya seraya mengulurkan tangan menjabat tangan halus milik Delina.
"Senang berkenalan dengan Anda."
Delina merebahkan bokongnya lalu mengeluarkan map berisi CV untuk ia serahkan pada Indra.
"Baiklah, CV ini akan saya lihat dulu. Oh iya, ada hubungan persaudaraan apa antara kamu dan Nyonya Mia?" tanya Indra.
"Ibu saya temannya Nyonya Mia," jawab Delina.
"Oh begitu, terjawab sudah rasa penasaran saya sampai kamu direkomendasikan masuk ke sini."
Pria itu masih mengamati setiap lembar yang berada dalam map tersebut.
"Nilai kamu bagus, tetapi saya belum tau posisi apa yang cocok untuk kamu bekerja di sini, " tuturnya.
Tiba-tiba, seorang pria mengetuk pintu ruang kerja Indra.
"Pagi, Pak. Maaf sebelumnya, boleh saya masuk?" tanyanya.
"Ada apa, Vin?"
"Rania tidak mau bekerja kembali di sini, barusan dia menghubungi saya sambil menangis," ucap pria bernama Kevin itu.
"Menangis? Apa kau sudah menanyakan kepadanya apa yang membuat dia menangis?" tanya Indra.
"Dia cuma bilang sudah tak tahan sama Bos Abi."
"Hmmm... sudah kuduga, ya sudah tolong kamu urus soal gaji Rania, ya."
"Tapi, Pak, bagaimana kalau nanti Bos Abi datang dan mencari Rania?"
"Untuk hari ini kau ambil alih dulu pekerjaan Rania!"
"Apa? Saya, Pak? Waduh, saya bisa mati berdiri kalau harus bekerja dengan Bos Abi, saya maunya jadi sekretaris Bapak saja, saya mohon, Pak..." Kevin sampai berlutut di samping kursi Indra kala itu.
"Kamu apa-apaan, sih? Apa tak mau dilihat Delina!" seru Indra.
Kevin kembali berdiri, pria yang bersikap agak gemulai itu menelisik ke arah Delina.
"Dia siapa, Pak?" tanya Kevin.
"Nyonya Mia merekomendasikan dia untuk bekerja di sini, tetapi saya belum tau divisi mana yang cocok untuknya," jawab Indra.
"Anak ayam kena hernia."
"Cakep!" sahut Delina.
"Eh, dia paham. Saya teruskan lagi, ya?"
Delina mengangguk.
"Anak ayam kena hernia, dimakan sama gajah."
"Cakep." Kali ini Delina dan Indra menyahut bersamaan.
"Nah, dari pada saya yang menggantikan Rania, kenapa bukan dia sajaaah...!" sahut Kevin menunjuk ke arah Delina dengan nada manja kala itu.
"Hmmm... boleh juga, baiklah Delina mulai besok kamu bekerja di sini sebagai sekretaris Bos Abi. Tetapi, hari ini saya mau kamu mempelajari bidang pekerjaan kamu sama Kevin. Dia sekretaris saya di sini," ucap Indra.
"Nah, begitu dong, Pak! Kan saya jadi makin cinta sama Bapak."
Penuturan Kevin barusan malah membuat tubuh Indra merasa merinding.
"Sudah sana kamu ajari dulu Delina, kalau sampai pekerjaan dia yang paling dasar saja ada yang gagal, siap-siap kamu akan menjadi salah satu pegawai kebersihan di kantor ini!" ancam Indra.
Kevin mengerucutkan bibirnya serta mendengus kesal. Ia lantas menarik tangan Delina.
"Ayo, ikut aku!" ajak Kevin.
Pria itu membawa Delina menyusuri setiap ruangan di lautan 30 itu termasuk ruang kerja milik seorang CEO yang biasa dipanggil dengan sebutan Bos Abi.
"Bos kamu itu biasanya datang siang, tapi bisa juga pagi-pagi sudah ada di sini karena menginap," ucap Kecil mencoba menjelaskan.
"Maksudnya menginap? Dia menginap di kantor ini?" tanya Delina.
"Yup, seperti itu. Jangan kaget juga kalau dia sering gonta-ganti perempuan. Dan sekretaris dia yang terakhir ini sebelum kamu itu pasti habis dikerjai deh sama Bos Abi."
"Maksudnya dikerjai itu, dilecehkan, begitu?"
"Mana aku tahu, pokoknya kamu harus tahan banting kalau punya bos seperti Bos Abi," ucap Kevin memperingatkan.
Ruangan yang terakhir dituju adalah kantor milik sang CEO. Ukurannya lebih besar dari kantor Indra sebelumnya. Ada yang menarik ketika berada di ruangan itu karena di san ada akuarium besar yang berisi ikan hias berharga mahal. Delina langsung menuju ikan arwana jenis gold tersebut.
"Nah, itu harus menjadi pekerjaan rutin kamu. Kasih makan ikan itu setiap pagi saat kamu datang, siang sebelum kamu makan siang, dan sore sebelum kamu pulang, mengerti?"
"Mengerti, Pak."
"Jangan panggil saya Bapak, saya bukan Bapak kamu, panggil aja saya Kevin."
"Hmm... Saya tak enak kalau hanya panggil nama, saya panggil Mas Kevin saja, ya?" tanya Delina.
"Aku sih maunya kamu panggil Nona, tapi nanti semuanya langsung pada heboh deh."
Delina tertawa dibuatnya.
"Eh, tak usah tertawa, soalnya kamu berada di ruangan paling horor.
Delina langsung menoleh ke kanan dan ke kiri. Biar bagaimanapun juga saat mendengar kata horor, dia langsung beranggapan mengenai hantu. Dan ia tak mau melihat penampakan hantu di ruangan itu.
"Duduk dulu, itu ruang kerja kamu, meja dekat pintu masuk itu!" Kevin menunjuk meja di dekat pintu masuk. Sebuah kursi kayu berwarna kuning juga terletak di depan meja itu.
Derap langkah kaki terdengar mendekati ruang CEO itu. Pintu tersebut langsung dibuka tanpa ketukan lagi. Kevin dan Delina langsung menoleh.
"Sedang apa kalian di sini?" tanya Abi.
Pria berkulit kuning langsat itu membuka jas yang ia kenakan. Dia melemparnya tepat mendarat ke kursi direktur berbahan yang kokoh dan nyaman dengan jok berbahan kulit.
"Pagi, Bos! Ini Delina, dia sekertaris Anda yang baru," ucap Kevin.
"Memangnya si Rania itu ke mana?"
"Dia mengundurkan diri karena —" ucapan Kevin tertahan karena ada rasa takut saat ia ingin mengatakan kebenaran.
"Karena apa?" tanya Abi dengan suara berat itu. Ia tersenyum menunjukkan lesung pipi dan menelisik tubuh Delina dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Pria itu merebahkan diri di atas sofa dan mencoba mengingat perlakuannya pada Rania kemarin.
*****
To be continue...
Rate five star dan ditunggu komentar kritik sarannya ya, terima kasih.
“Gunung yang tinggi, besar, luas dan gagah perkasa pun tidak pernah bangga. Lalu kenapa engkau yang hanya sejentiknya berani sombong? Tidak malukah kamu dengan gunung?" — unknown.*****Chapter 7Pria itu merebahkan diri di atas sofa dan mencoba mengingat perlakuannya pada Rania kemarin.Malam itu, Abi memerintahkan pada Rania untuk mengerjakan bahan presentasi karena ia akan membutuhkannya dalam meeting esok hari. Padahal suami Rania sudah menunggu wanita itu dalam rangka perayaan ulang tahun pernikahan."Bos, ini presentasi untuk besok," ucap Rania seraya melirik waktu yang terus berdetak di arloji tangan kirinya yang menunjukkan pukul tujuh malam."Hmmm..." Abi masih sibuk bermain game di layar ponselnya."Bos, saya harus pergi suami saya menunggu saya di rumah," ucap Rania."Oke," ucap Abi seraya meraih map berisi presentasi untuk meeting esok hari."Ah, akhirnya dia baca juga," batin Rania seraya berharap cemas.Tiba-t
“Terkadang hati dan pikiran itu tidak sejalan. Hati selalu ingin bertahan, sedangkan pikiran memaksa untuk melepaskan." —unknown. ***** Chapter 8 "Ba-baik, Bos!" Delina langsung meraih map biru di atas meja sekertaris lalu pergi dari ruangan Abi. Ia menuju meja resepsionis untuk menanyakan di mana ia harus membuat salinan dokumen tersebut. Setelah diberi tahu oleh resepsionis di lantai tersebut, Delina pergi ke ujung koridor lantai tersebut tepat di samping toilet ada ruangan yang berisi mesin fotokopi. "Bukankah harusnya aku di interview, ini malah sudah disuruh-suruh, huh menyebalkan." Tak ada siapapun di sana, akan tetapi mesin foyoji di sebelahnya berbunyi seolah ada yang sedang menggunakan. "Lho, kok bunyi? Duh, jangan-jangan rusak, atau jangan-jangan ada... Aku tak boleh berpikir seperti itu." Delina teringat tentang cerita misteri di kantor ayahnya terdahulu. Ayahnya pernah menceritakan pengalaman misteri yang sa
“Orang yang tak pernah melakukan kesalahan adalah orang yang tak pernah mencoba sesuatu yang baru." — Albert Einstein.*****Chapter 9Delina kembali ke ruangan milik Abi seraya membawa dua puluh copy-an map presentasi hari itu."Ini, Bos, laporan yang Anda inginkan," ucap Delina."Hmmm... ikut aku! Bawa semua map itu!"Abi melangkah ke luar ruangan menuju ruang rapat di lantai 25. Delina buru-buru melangkah cepat mengikuti langkah pria itu. Ia benar-benar kesulitan membawa map-map tersebut.Pintu lift terbuka, Kevin melihat Delina yang kesusahan membawa map tersebut."Aku bantu, Lin," ucap Kevin."Terima kasih, ya," sahut Delina menyerahkan sebagian map."Eh, siapa yang suruh kamu bantu dia? Biarkan dua bawa semua map itu sendiri!" seru Abi."Iya, Bos!" sahut Kevin seraya menyerahkan kembali map tersebut ke tangan Delina.Pintu lift terbuka, Abi langsung melangkah keluar dengan langkah c
“Hiduptak akan menjadi beban jika kau bisa menjalaninya dengan ikhlas." — unknown. ***** Chapter 10 "Selamat pagi!" sapa Delina pada Maya yang juga baru datang. "Pagi, Delina! Kau siap bekerja hari ini?" tanya Maya. "Mau tak mau aku harus siap," ucap Delina penuh dengan keyakinan. Kedua kaki rampingnya melangkah menuju ruang kerja milik Abi. Delina masuk ke ruang kerja Abi, akan tetapi ia merasa mendengar suara mendesah dari dalam. "Apa sudah bisa?" tanya seorang wanita dengan nada mendesah. "Tunggu sedikit lagi, sedikit lagi dia akan berdiri," sahut suara seorang pria yang Delina yakini kalau itu suara Abi. "Tapi dia hanya berdiri sebentar, bagaimana sih?" keluh wanita itu. Delina melangkah lebih dalam dan menoleh ke arah sofa. Tiba-tiba, kedua matanya ternodai untuk pertama kali. Ia melihat pria itu sudah bertelanjang dada dan hampir membuka celananya. Pria itu sedang mencumbu seorang wanita di a
“Outer beauty is transient, but the inner beauty of a kind heart gets brighter with time. Be kind and get prettier forever.” — Debasish Mridha(Kecantikan di luar bersifat sementara, namun kecantikan di dalam dari hati yang baik menjadi lebih cemerlang dengan bertambahnya waktu. Bersikap baik.)*****Chapter 11“Begini Bos, bagaimana kalau Delina saja yang menggantikan Diane, lihatlah postur tubuhnya mirip dengan Nona Diane, mungkin ia bisa menggantikan gadis itu untuk memperkenalkan produk sofa terbaru perusahaan ini,” ucap Kevin memberi saran.Delina langsung menatap tajam wajah Kevin yang menahan tawa kala itu. Abi malah tertawa meledek sang sekretaris itu."Gadis jelek ini kau bilang akan dijadikan model? Hahaha..." Abi masih saja meledek Delina sampai pria itu terpingkal-pingkal memegangi perutnya.Delina maju ke hadapan Abi dan menggebrak meja kerja milik bosnya tersebut tanpa sadar karena tersulut emosi."Kau
“I am prepared for the worst, but hope for the best” — Benjamin Disraeli. (Saya bersiap untuk yang terburuk, tapi berharap untuk yang terbaik.) ***** Chapter 12 Kedua hidung mereka sudah bertemu. Napas Abi makin terasa panas di wajah Delina. Gadis itu mencoba memberontak, tetapi cengkeraman sang Bos itu sangat kuat. "Kau tak akan bisa lepas dariku," lirih Abi. Kala kemudian secara tiba-tiba Abi menyemburkan napas ke wajah Delina. "Bbuuuahhh!" Udara yang dihasilkan dari napas Abi sampai ke wajah Delina yang kedua matanya sudah menutup. "Hahahaha... kau pikir aku akan menciummu, ya? Percaya diri sekali Anda, baru memakai make up layaknya model kelas atas saja sudah merasa cantik dan dapat membuat pria sepertiku langsung menyukaimu, begitu? Hardik Abi dengan nada mencibir dan tatapan sinis. Delina meraih botol air mineral yang tergeletak di atas meja lalu melemparnya ke arah Abi. I
“Strong people alone know how to organize their suffering so as to bear only the most necessary pain.” — Emil Dorian.(Orang kuat tahu bagaimana mengelola penderitaan mereka sehingga hanya menanggung rasa sakit yang paling penting.)*****Chapter 13Seorang wanita mengunjungi kantor WE Corporation mencari Abi. Rupanya ia model papan atas bernama Lolita. Wanita dengan kaki ramping nan jenjang itu melangkah memasuki ruang kerja Abi dengan santainya."Selamat Pagi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Delina pada wanita yang rambutnya di cat pirang itu."Ibu? Kamu bisa lihat kan wajah cantik saya ini? Apa tampang saya setua ibu kamu?"Wanita itu membuka kaca matanya. Delina menatap tak percaya. Sosok model ternama di kota tersebut yang sangat diidolakan ibunya saat membintangi sebuah sinetron terkenal di televisi lokal itu hadir di hadapannya."Wah, Lolita pemain sinetron Cinta Gila, k
"You can never quit. Winners never quit, and quitters never win."- Ted Turner.(Anda tidak pernah bisa berhenti. Pemenang tidak pernah berhenti, dan yang berhenti tidak pernah menang.)*****Chapter 14"Lin, tangan kamu kenapa sampai berdarah begitu?" tanya Maya yang melintas setelah kembali dari toilet."Ini karena, Ummm itu anu, itu...""Eh, kalau ngomong tuh yang benar! Ayo, aku bantu obati lukamu itu!" Maya menarik Delina menuju meja kerjanya. Di sana selalu ada kotak P3K yang selalu ia siapkan jika ada kecelakaan kerja seperti yang dialami Delina."Bisa tolong panggilkan Mang Udin?" pinta Delina."Oke."Maya langsung menghubungi telepon yang ada di di dapur kantor dari tempat kerjanya untuk memanggil Mang Udin. Setelah itu, ia kembali pada luka Delina."Kenapa kamu bisa berdarah seperti ini, Lin