Share

Toxic Boss
Toxic Boss
Penulis: Vie Junaeni

Prolog

Prolog - Toxic Boss 

Malam itu, di ruang kerja utama dalam gedung perkantoran bernama WE Corporation.  Seorang wanita muda berusia 22 tahun sedang melampiaskan amarahnya.

"Dasar pria berengsek, dasar menyebalkan, dasar iblis! Aku membencimu!"

Delina berteriak dengan lantangnya ke arah figura besar yang memajang foto seorang pria tampan menggunakan jas hitam merek ternama. Pria bernama Abimanyu Wijaya itu telah membuatnya bekerja lebih keras belakangan ini. Sudah satu minggu, wanita bertubuh molek itu, harus pulang lebih lama dari jadwal biasanya.

"Eh, kenapa kau malah menertawaiku, mau aku sobek wajahmu dengan ini, hah?"

Gadis dengan rambut bergelombang panjang sepunggung berwarna hitam itu merasa foto pria itu bergerak dan menertawainya. Tangan mungil berkulit kuning langsat nan halus itu mengarahkan gunting ke foto besar tersebut. Delina bahkan menggunting-gunting map warna hijau berisi laporan penjualan yang selalu saja disalahkan oleh Bos angkuhnya itu. Ia sudah membuat laporan yang baru dengan map warna biru.

Setelah lelah berteriak, ia merebahkan bokongnya di kursi kerja milik sang atasan. Kedua mata lentik miliknya yang berwarna cokelat bak mata boneka itu menelisik ke arah akuarium sepanjang satu meter di samping kanan meja kerja milik Bos-nya.

"Apa kau lihat-lihat? Dasar ikan bodoh! Kau pasti senang karena puas melihatku yang setiap hari mendapat siksaan oleh pemilikmu!"

Ikan arwana jenis black golden tersebut berenang ke sana ke mari di dalam akuarium yang terlihat cantik itu. Delina bangkit menuju akuarium tersebut untuk memberi makan.

"Kamu beruntung karena aku pencinta hewan, makanya aku mau merawatmu dan membiarkanmu hidup dengan tenang, kalau tidak ... pasti sudah kuhancurkan rumahmu ini!" seru Delina seraya memasukkan beberapa butir makanan ikan ke dalam akuarium.

Tiba-tiba, suara derap langkah kaki terdengar. Bunyi gagang pintu ruang kerja bosnya yang dibuka itu sampai ke indera pendengarannya. Seorang pria dengan postur tinggi 180 cm, bertubuh tegap dan atletis memasuki ruangan dengan langkah sempoyongan.

Wajah dengan lesung pipi dan dagu terbelah itu tersenyum menyeringai mendapati sang sekretarisnya masih berada di ruangannya tepat pukul delapan malam itu.

"Hai, Delina! Kau belum pulang?" tanya pria itu dengan suara berat nan seksi untuk menggoda gadis di hadapannya. Tubuhnya roboh juga dan mendarat tepat di atas sofa kulit warna cokelat tersebut. Warna yang senada dengan cat dinding di ruangan itu.

Abi yang mabuk merasakan mual dan langsung memuntahkan isi dalam perutnya ke lantai. Pria itu lalu berbaring. Entah kenapa dengan bodohnya Delina malah membuatkan pria itu teh manis hangat.

Di sudut ruangan ruang kerja Bos Abi terdapat dapur kecil yang memiliki kulkas mini, dispenser air hangat dan dingin, serta satu set cangkir berikut teh, kopi dan gula dalam kemasan terpisah.

"Ini, minum dulu selagi masih hangat," ucap Delina.

Abi meraih cangkir tersebut dan menyeruputnya sedikit demi sedikit. Kepalanya masih terasa pusing, tetapi teh hangat buatan gadis itu cukup membuatnya merasa lebih baik.

"Kenapa kau belum pulang?" Abi bertanya kembali pada gadis itu.

"Ini baru mau pulang, saya sudah buat laporan penggantinya, saya letakkan di meja Bos!" sahutnya dengan nada ketus.

Delina meraih tas kulit miliknya yang tergeletak di atas meja depan sofa bed dekat pria yang kerap dipanggil Bos Abi itu. Pria itu mencoba bangkit berdiri, tetapi Delina sigap menolong pria itu agar tidak jatuh.

Delina membatin menyesali perbuatan baiknya pada pria itu seraya menatap Abi dengan tatapan tajam.

"Jangan pulang dulu! Ikut saya!" Abi malah mengajak gadis itu menuju meja kerjanya.

Kaki ramping Delina terpaksa menurut apalagi ia juga sedang membantu pria itu berjalan. Embusan napas yang berbau alkohol itu membuatnya ingin muntah. Pria brengsek itu ternyata tukang mabuk dan selalu kembali ke kantor ketimbang ia pulang  ke rumah.

"Laporan yang kau buat ini jelek, sama persis jeleknya sepertimu!" Abi meraih map plastik warna biru dan melemparnya ke arah wajah Delina.

"Heh, dasar kurang— duh sabar Lin, demi hutang ayah kamu, kamu harus sabar menghadapi setan ini," lirihnya.

"Kamu bilang saya apa?" bentak Abi.

"Tidak, saya tak bilang apa-apa, Bos," sahut Delina.

"Kamu pasti bohong! Nah, karena kamu sudah berbohong maka selesaikan lagi laporan itu sekarang!" seru pria itu menunjuk Delina.

"Bos belum lihat hasil laporan saya yang baru itu, jangan langsung  bilang jelek, apalagi pakai lempar ke muka saya!"

"Loh, itu urusan saya, itu hak saya, toh kamu  bekerja untuk saya! Jadi, saya mau kamu di sini dan selesaikan laporan itu sekarang di hadapan saya, mengerti!"

"Ya Tuhan cobaan apa lagi ini?" gumam Delina sambil meraih map yang ada di lantai itu.

Abi menelisik tubuh molek Delina dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tiba-tiba, timbul niat jahat dalam hatinya untuk melecehkan sekretarisnya itu. Pria itu yakin kalau gadis itu pasti tak akan menolak, sama seperti semua wanita yang sudah ia permainkan.

Abi mulai bangkit dan menghampiri Delina. Ia langsung meremas bokong gadis itu sambil tertawa.

Plak!

"Heh, jangan kurang ajar, ya!" pekik Delina seraya menampar pipi Abi.

Hal itu malah membuat Abi naik pitam dan langsung mendorong Delina sampai jatuh ke sofa. Pria penuh nafsu itu menarik jas hitam gadis itu dan melemparnya ke lantai. Ia lalu merobek kemeja yang gadis itu kenakan sampai ia bisa melihat tubuh mulus gadis itu.

Delina berusaha berteriak minta tolong sampai pria yang dalam pengaruh alkohol itu membalas dengan menampar pipinya.

"Kamu, tak akan bisa lepas malam ini!" Abi berusaha menghujani leher jenjang gadis itu dengan kecupan dan gigitan. Ia bahkan beralih menyesapkan bibirnya dengan paksa.

Delina yang sudah berurai air mata itu berusaha mendorong tubuh pria yang sudah menindihnya itu. Namun, meskipun dalam keadaan mabuk, tenaga Abi lebih kuat darinya. Puas menciumi sekretarisnya itu, kini sang bos mulai membuka celananya.

Tubuh polos bagian bawah milik Abi sampai membuat Delina histeris ketakutan dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Pria itu menarik tangan si gadis dan memaksanya untuk membuka mata.

"Lihat punyaku! Kau pasti akan menikmatinya!" seru Abi dengan nada penuh kebanggaan.

Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Jagoan Abi yang ia banggakan itu melemah. Sekuat apapun pria itu berusaha membuatnya naik, ia tetap tak bisa melakukannya. Delina langsung mendorong bosnya kala itu.

"Kutukan sialan!" Abi berteriak penuh amarah.

Delina buru-buru meraih jas hitamnya untuk menutupi kemejanya yang robek. Ia raih tasnya lalu ia bergegas pergi dari ruangan itu. Ia merutuki dirinya sambil menangis.

"Kalau saja ayah belum meninggal dan punya banyak hutang, aku lebih memilih bekerja menjadi kasir mini market yang gajinya lebih kecil dari pada harus bekerja di sana," ucapnya pada diri sendiri seraya terisak saat berada di depan gedung kantor nan mewah itu.

Delina lalu masuk ke dalam sebuah taxi yang baru saja ia hentikan sembari menangis.

"Mau ke mana, Nona?" tanya sang sopir.

"Jalan Anggrek nomor lima, Pak," jawabnya sembari menangis.

"Sepertinya, Nona butuh tisu."

Sopir itu memberikan kotak tisu ke arah Delina.

"Terima kasih, Pak."

*****

To be continue...

Komen (3)
goodnovel comment avatar
inggrid LARUSITA Nganjuk
ternyata kutukan abi itu yaa
goodnovel comment avatar
Kikiw
Delina, poor u, lebih poor u lagi Abi: gak bisa berdiri kokoh seperti keadilan wkkwkwk
goodnovel comment avatar
Aniko
hilang sudah harga diri pria jika tidak bisa setegak tiang bendera. ups🤭
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status