Balryu menaruh ponselnya setelah panggilan dari Beru itu berakhir sedangkan Yukine masih setia menatap layar yang menyala di depannya sedangkan minuman hangat itu sudah tinggal tempatnya saja.
"Kalo tidak salah ingat akunmu di ASMARALOKA Bege apakah nama Beru juga samaran?" tanya Yukine pada Balryu yang juga menatap layar namun sebenarnya keduanya tidak begitu fokus akan tayangan yang ada di televisi. "Ya itu nama panggilan sebenarnya namanya Imran." "Apakah ada artinya?" "Beru. Beruang rupiah." "Bege?" "Beruang genius." "Cukup cocok." "Cocok apa?" Yukine hanya menggeleng tidak ingin menjelaskan maksudnya. Yukine ingat jika kawannya sekaligus atasannya itu seorang yang tidak begitu perlu uang karena sejak lahir sudah bergelimang harta sedang untuk saudara laki-lakinya ini jika dia tidak genius bagaimana bisa laki-laki itu membuat sebuah game yang rumit seperti ASMARALOKA. "Nama itu sudah ada sejak kami SMA di gunakan di game yang kami mainkan dulu, karena tangannya yang usil informasi kontak pun di namakan seperti itu olehnya." Yukine hanya mengangguk mengerti namun menolak untuk melihat ke arah Balryu. "Kapan pulang?" tanya Balryu. "Tahun depan," jawab Yukine dengan cepat. Balryu pun tersenyum sambil berseru, "Baiklah." Dan jawaban itu membuat Yukine menoleh melihat Balryu yang meregangkan kedua tangannya. "Pulanglah, kamu punya banyak pekerjaan? Atasanmu akan terus meneror mu jika tidak segera pulang." "Kamu tidak pulang aku juga tidak akan. Lagi pula hidup di sini denganmu juga tidak buruk. Jika Imran mau memecat ku tidak masalah aku sudah punya tabungan lebih dari cukup untuk hidup di kampung denganmu." "Huh menyebalkan." Meskipun Yukine mengatakan itu namun bibirnya tersenyum. "Pergilah tidur malam masih panjang." "Aku tidak bisa tidur." "Kenapa?" "Tidak tahu." "Tidurlah di sini." Yukine mengikuti saran dari Balryu dan tidak tahu memiliki keberanian dari mana, Yukine merebahkan tubuhnya dan menggunakan paha laki-laki itu untuk bantalan. Balryu juga tidak berharap Yukine melakukan itu namun juga tidak berkomentar. "Lusa kita pulang," ucap Yukine. "Emmm," sahut Balryu tangannya kembali merapikan rambut panjang Yukine yang terurai. Rambut itu panjang dan halus sangat nyaman memainkannya. Tangannya terus memainkan rambut itu namun pandangannya melihat tayangan televisi yang menayangkan film barat tentang pembantainya. Kondisinya sangat kontras di dalam layar penuh ketenangan namun di pihak sini begitu damai. Yukine tiba-tiba merasa mengantuk seiringnya Balryu terus memainkan rambutnya, perasaan aman dan nyaman membuat Yukine segera tertidur. Balryu menatap wanita di pangkuannya itu yang sudah tertidur, senyuman itu cukup lebar. Balryu menggunakan selimutnya untuk menyelimuti tubuh Yukine sebisa mungkin membuat gerakan dengan lembut agar tidak mengganggu tidurnya. Barulah Balryu juga ikut memejamkan matanya lagi masih dengan posisi yang sama. Mereka tidur seperti itu dan di temukan oleh Atma di pagi hari, satu tidur dengan duduk satunya lagi terlelap di pangkuannya. "Anak-anak ini," gumam Atma cukup senang melihat keakraban mereka berdua. Waktu sehari mereka gunakan untuk banyak hal mereka sungguh bersenang-senang hari ini dan kelelahan di malam hari tapi mereka masih bercengkrama sampai larut, mereka juga mengatakan tentang rencana kepulangan mereka esok hari, jangankan nenek dan bibinya yang merasa kehilangan ketika mereka mengatakan akan kembali bahkan Sagara merasa tidak rela mereka pulang lebih cepat sebenarnya hanya untuk Balryu dan untuk Yukine Sagara tidak peduli. "Aku menunggumu datang berkunjung lagi," ucap Sagara pada Balryu. "Tentu," jawab Balryu sambil mengusap kepala anak itu. Di perjalanan pulang Yukine merasa perjalanan ini tidak begitu melelahkan seperti waktu berangkat bersama dengan ibunya atau mungkin perkataan banyak orang benar adanya jika perjalanan pulang akan terasa lebih singkat daripada keberangkatan. Meskipun Yukine tidak tidur di perjalanan namun tubuhnya tidak merasakan lelah hanya sesekali menggeser posisi duduk agar bokongnya tidak merasakan kebas. Saat mobil itu masuk ke jalan yang lebih besar Yukine sedikit bersemangat karena seperti kembali pulang ke habitatnya setelah beberapa hari berpetualang. Mobil itu berhenti di lampu merah, banyak orang menunggu perubahan lampu hijau ke merah tidak hanya para pengendara namun juga ada pengamen bahkan berdagang. Yukine melihat salah satu dari mereka seorang laki-laki tua berambut putih memegang beberapa kuntum bunga yang dikemas cukup rapi. Laki-laki itu hanya diam diri tidak menawarkan dagangannya karena kakinya tidak nyaman untuk digunakan berjalan. Yukine mengambil uang di sakunya membeli dua kuntum bunga tanpa mengambil kembaliannya. "Terima kasih," ucap laki-laki penjual bunga itu dan Yukine hanya tersenyum padanya. Karena Yukine membeli dua tentunya akan memberikan satunya lagi untuk supir di sampingnya. "Untukmu," ujarnya sambil menyerahkan bunga itu. Balryu hanya menerimanya karena kebetulan lampu telah berubah ke warna merah sudah banyak mobil mengantri dibelakangnya. Melihat bunga mawar berwarna merah merona di tangannya membuat Yukine senang apalagi bunganya berukuran cukup besar dari yang pernah dijumpai oleh Yukine selama ini. "Apakah rasanya berbeda daripada yang biasa?" tanya Yukine pada dirinya sendiri. Yukine tanpa sadar langsung mengambil salah satu mahkota itu dan melahapnya setelah beberapa saat ada sedikit kekecewaan di bawahnya. "Ternyata sama saja, sama sekali tidak bisa dibandingkan yang baru saja di petik. Masih segar," ucap Yukine di dalam hati. Wanita itu tidak tahu jika orang di sebelahnya sejak tadi memperhatikan tingkat lakunya bahkan ekspresi kekecewaan juga nampak di matanya. "Setidaknya masih harum," gumam Yukine pelan setelah mencium bunga itu. Sejak saat itu Balryu akan teringat Yukine ketika melihat bunga dan tiap kali pulang Balryu selalu membawa buah di tangannya meskipun itu hanya dua buah apel. Jika dirinya pulang lebih dulu maka Balryu akan menaruhnya di lemari es kemudian mengirimkan pesan pada Yukine. Bukan berupa kata-kata melainkan hanya sebuah foto yang menunjukkan keberadaan buah yang baru di belinya. Kenapa Balryu tidak membeli banyak karena Balryu ingin membeli buah setiap yang segar terlebih masih baru di petik, semua buah apa saja boleh karena tahu jika adik perempuannya tidak pilih-pilih jika itu makanan segar. Hari ini di perusahaan ada seorang karyawan yang baru saja kembali dari kampung halaman dan membawa buah tangan yang dibagikan 1 devisi tentunya Balryu mendapatnya bahkan bagian milik Imran juga diembatnya. "Hei ... itu milikku," ujar Imran melihat bagiannya langsung dibawa pulang begitu saja oleh Balryu. "Akan ku ganti dengan uang," ucap Balryu sambil berlalu. "Aku tidak butuh uang," jawab Imran setengah berteriak. "Akan aku temani naik level malam ini." "Tidak mau." "Dua malam." "Ok." Balryu tersenyum tipis, karena tahu kelemahan orang itu dan juga tersenyum membayangkan bagaimana wanita itu akan senang karena oleh-olehnya. Balryu dengan cepat pulang dan benar saja ketika sampai mobil baru di matikan bayangan wanita itu balkon itu langsung hilang dan digantikan oleh teriakan Yukine dari rumah. "Gege ...," teriak Yukine sambil menuruni tangga. "Jangan berlarian." Sepertinya larangan Balryu tidak berfungsi, wanita itu langsung menatap bungkusan yang ada di tangan Balryu. "Apa hari ini?" tanya Yukine begitu semangat. "Tebak?" Yukine berusaha menembak menggunakan penciumannya. "Cepatlah aku tidak dapat menebaknya." "Ambil sendiri," ucap Balryu sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Perbedaan tinggi mereka tidak begitu jauh namun tetap saja Yukine kesulitan untuk mengambil bingkisan dari tangan Balryu yang terus bergerak. Namun Yukine susah melatih tubuhnya ini bukanlah apa-apa setelah beberapa putaran bingkisan itu sudah berpindah ke tangannya. "Waaaahhh ...," ujarnya ketika melihat isi bingkisan itu ternyata matoa buah berat di ongkos kirimnya. "Makanlah aku akan mandi dulu," Balryu pergi namun masih memperhatikan Yukine dari tangga bagaimana gadis itu melahapnya dengan bahagia.Baru juga di abaikan sebentar bunga ini sudah didatangi kumbang lagi, Balryu menatap Yukine yang sedang bicara dengan Damar laki-laki ini jauh lebih familiar untuk Balryu karena sudah pernah melihat dari kejauhan sebelumnya.Imran masih mengajaknya bicara namun Balryu mengabaikannya dan lebih memilih untuk menghampiri Yukine dan Damar. Damar lebih dulu mengetahui kedatangan Balryu dan menyapanya."Hallo, saya Damar," ucap Damar dengan senyuman lebar juga mengulurkan tangannya namun Balryu menanggapinya dengan anggukan kepala dan "Emm."Damar sedikit tidak berharap jika akan di perlakukan seperti ini oleh kakak dari temannya karena Damar pernah melihat sendiri bagaimana Laki-laki ini begitu hangat sebelumnya. Uluran tangan dari laki-laki itu sudah akan di tarik namun segera diambil oleh laki-laki lain yang baru saja bergabung."Perkenalkan aku Imran, sahabat baik laki-laki ini." Imran menggunakan tangan kanannya untuk menyambut uluran tangan Damar dan menggunakan tangan yang lain meran
Geum tidak tahan melihat perempuan begitu cantik tepat di hadapannya tangannya yang nakal tidak berpendidikan tiba-tiba saja terangkat dan menepuk pelan kepala perempuan itu namun yang tidak disangkanya di detik selanjutnya kepalanya seperti dihantam sesuatu yang begitu kuat, telinganya berdenging hebat dan pandangannya sedikit kabur bahkan tubuhnya goyah hingga terhuyung jatuh untung saja tidak sampai jatuh ketanah karena ada mobil di sampingnya yang digunakannya untuk bersandar.Butuh beberapa saat untuknya untuk kembali pulih dan menyadari apa yang sebenarnya terjadi di sini kejadiannya begitu cepat sampai tidak melihat bagaimana perempuan di depannya ini memberikan pukulan padanya.Geum menggelengkan kepalanya beberapa kali berharap segera pulih kembali namun ketika melihat ke arah Yukine, perempuan itu sedang menatapnya dengan mata lebarnya, penuh intimidasi yang tidak bisa ditolerir oleh Geum."Sepertinya peliharaan ini perlu dijinakkan!" ucap Yukine yang membuat Geum merasa ber
Yukine mengenakan sepatu yang baru saja sampai setelah beberapa hari menunggu, Balryu juga mencoba sepatunya. Laki-laki itu tidak bisa menyembunyikan senyumnya."Seleramu bagus juga," ujar Balryu."Aku akan mengambil foto," sahut Yukine.Namun setelah beberapa gaya tidak juga puas."Biarkan aku saja."Balryu mengambil alih menggunakan ponselnya sendiri. "Angkat kaki mu," perintah Balryu.Balryu mengangkat kaki kanannya kemudian menaruhnya di atas bahannya sendiri, Yukine mengikutinya namun segera Balryu menyuruhnya menggunakan kaki kirinya. Jadilah telapak kaki bertemu telapak kaki."Tidak buruk," ujar Yukine yang melihat hasilnya."Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Bumantara yang ikut bergabung di ruang tengah."Tidak ada," jawab Yukine."Aku punya misi untuk kalian," ucap Bumantara hingga dua anaknya itu saling bertatapan. "Taraaa ...." Bumantara menunjukkan sebuah undangan yang nampak mewah juga estetik."Aku punya firasat buruk," gumam Balryu yang hanya dapat di dengar oleh Y
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?"Setelan sekian lama akhirnya mulut itu mengeluarkan suara lagi dan kedua tangannya masih sibuk membersihkan sisa-sisa air matanya."Jangan hubungi dia abaikan saja, lihat bagaimana reaksinya ketika kamu marah dan mengabaikannya. Jika dia benar-benar menyukaimu dia akan memperjuangkan mu, membujuk mu lebih bagus jika dia datang malam ini. Mungkin aku yang salah memandangnya terlalu rendah.""Bagaimana jika dia tidak melakukan semuanya?""Buang saja ke laut," jawaban cepat dan spontan itu membuat Khia Na tersenyum kecil."Aku pikir menjalin hubungan dengan laki-laki yang jauh lebih dewasa akan menyenangkan tapi selama ini ketika marah aku belum pernah di bujuk sekalipun dan ketika aku manja dia marah selalu mengatakan untuk tidak manja karena aku sudah dewasa.""Lalu?""Sepertinya semua yang kamu katakan benar, aku tidak perlu menunggu lagi mungkin ini saatnya aku memikirkan diriku sendiri.""Bagus, akhirnya sadar juga.""Terima kasih," ucap
Mata Yukine berbinar ketika dihadapkan dengan makanan yang memenuhi meja di tempat tinggal sahabatnya itu."Makan, makan tidak perlu sungkan. Anggap saja rumah sendiri," ujar Khia Na."Kamu baik sekali," sanjung Yukine sedangkan wanita di depannya hanya tersenyum lebar.Mereka duduk berhadapan dan mulai menyantap makanan namun hanya Yukine yang makan dengan semangat pihak lain hanya mengambil sedikit makanan itupun tidak segera dihabiskan, awalnya Yukine tidak menyadarinya namun jika diperhatikan ada sedikit keganjalan."Apakah kita sedang berkencan?" ucap Yukine di tengah makanannya."Apakah kamu gila? Sahabatmu ini masih suka yang berbatang," jawab Khia Na dengan cepat, nada bicaranya masih sangat tinggi penuh dengan tenaga."Tapi suasana ini terlalu romantis untukku," sahut Yukine sambil menunjukkan suasana di sekelilingnya yang telah di hias sedemikian rupa nampak romantis."Jangan pikirkan, cepatlah makan," ucap Khia Na mencoba menutupi sesuatu dari Yukine."Aku juga tidak sedang
Yukine menatap pesan yang dikirim oleh Balryu yang mengatakan untuk membawakan satu pasang baju santai dan satu pasang baju kerjanya. Balryu tidak bisa meninggalkan kantor dan harus bermalam di pagi harinya ada meeting pagi-pagi sekali. Ada mandat dari kakaknya tentu dirinya segera mencari semuanya yang dibutuhkan oleh Balryu.Ketika Yukine masuk ke dalam kamar laki-laki itu dan mengemasi barang-barang yang dibutuhkan oleh Balryu tanpa sengaja Yukine melihat sesuatu yang terselip di dalam buku, meskipun tidak membukanya Yukine sudah dapat menebak jika itu sebuah tangkai bunga namun Yukine masih penasaran akan hal itu dan benar saja itu hanya setangkai bunga namun nampak familiar."Sepertinya aku pernah melihatnya, apakah ini bunga yang sama seperti yang aku berikan ataukah memang ini?"Yukine menggelengkan kepalanya menepis pikirannya sendiri, "Lagipula kenapa bunga dariku disimpan?"Karena hanya sendirian di kamar ini tidak mungkin ada yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaannya, Yuk