Permainan mereka sudah selesai di kota ini dan pagi ini mereka bersiap untuk pulang, mereka berdua tidak perlu banyak berkemas Yukine maupun Geum tidak membawa banyak barang bahkan Yukine tidak membawa baju ganti laki-laki itu selama berada di sini juga hanya membeli beberapa pakaian saja.
Saat keduanya keluar dari homestay itu tidak berharap untuk bertemu dengan orang dikenalnya, Yukine dan laki-laki itu saling pandang, Yukine sedikit terkejut melihat laki-laki itu begitu pula sebaliknya. "Fe Fei?" ucap Damar terkejut melihat Yukine. Damar melihat perempuan itu kemudian laki-laki di sampingnya setelah itu melihat dari mana mereka keluar, Damar terus melihat ketiga arah itu secara bergantian. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Yukine lebih dulu bertanya karena nampak Damar tiba-tiba merasa canggung akibat hal-hal yang ada di otaknya. "Aku sedang lewat kebetulan ada pedagang buah di pinggir jalan aku berhenti untuk membeli," ujar Damar sambil menunjuk pedagang yang tidak jauh dari mereka. "Lalu kamu sendiri?" tanya Damar. "Masih sama seperti sebelumnya," jawab Yukine. "Menemui Yukine?" "Ya." "Bukankah dia ada di luar negeri?" " ... " "Kamu bertemu dengannya?" "Emm." Jawaban Yukine hanya sebuah gumaman tidak jelas namun itu sudah membuat Damar bersemangat. "Kamu bertemu dengannya?" Damar kembali mengulangi pertanyaannya. " ... " "Bisakah aku minta nomor kontaknya?" Tanya Damar penuh semangat mendengar kabar tentang teman sekolahnya dulu. " ... " "Fe Fei?" Damar bingung kenapa Yukine tidak menyahut hanya diam memperhatikan dirinya. "Kami akan menemuinya sekarang setelah itu baru akan kembali." "Dia di kota ini?" "Emm." "Bolehkah aku ikut?" Yukine tidak menjawab namun melihat ke arah Geum. Geum tidak siap mendapat pandangan itu karena Yukine belum pernah meminta pendapatnya apalagi sering menolak sarannya. "Hitung-hitung kita dapat tumpangan gratis," ujar Geum sambil melirik ke arah mobil Damar. Jadilah dua laki-laki satu perempuan menuju tempat tujuan yang hanya Yukine yang mengetahuinya bahkan Geum sendiri tidak tahu apa yang dibicarakan Yukine dan kenalannya itu. Sebenarnya Damar ingin bertanya banyak hal hanya saja Yukine yang duduk di sampingnya nampak begitu lelah dan memejamkan matanya. Namun sebelumnya perempuan itu sudah mengatakan alamatnya Damar yang sebagai orang yang pernah hidup dan tinggal lama menemukan alamat yang di sebutkan orang perempuan itu bukanlah hal yang sulit. Damar melihat Geum beberapa dari kaca nampaknya laki-laki itu juga menyadarinya. "Jika aku sedang tidak senang aku bisa mencongkel matamu," ujar Geum sambil melirik Damar. Namun ancaman itu nampaknya tidak berlaku untuk sang pengemudi, Damar malah tersenyum melihatnya tidak berharap perempuan di sampingnya bisa bepergian dengan laki-laki seperti ini. "Kamu temannya atau kekasihnya?" tanya Damar mencoba mengorek informasi. "Ayahnya," jawab Geum ketus. Damar kembali tersenyum mendengarnya kemudian melihat lagi kearah perempuan di sampingnya. "Aku tidak peduli dengan isi otakmu tapi jangan melihatku dengan tatapan itu," ujar Yukine yang masih memejamkan matanya namun dapat merasakan tatapan Damar. Dan lagi-lagi Damar hanya kembali tersenyum kemudian mobil itu sudah mencapai alamat yang dikatakan oleh Yukine. "Kita sampai," ujar Damar mulai melambat. "Pertigaan di depan belok kiri," sahutnya sambil membuka mata. Damar melakukan apa yang dikatakan oleh Yukine dan mobil itu berhenti namun tiba-tiba perasaan Damar tidak enak ketika melihat tempat apa yang mereka tuju, itu adalah tempat pemakaman umum. Yukine dan Geum tidak berbicara mereka langsung turun dan masuk sedangkan Damar masih belum pulih dengan apa yang dilihatnya. "Mungkin mereka janji bertemu di tempat ini." Damar mencoba menghibur dirinya sendiri dan mengikuti kemana dua orang di depannya namun langkah itu berhenti setelah melewati banyak deretan makam. Damar melihat nama pada papan itu dan itu nama seorang laki-laki akhirnya tidak lagi bisa menahan penasarannya. "Sebenarnya apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Damar bingung melihat Yukine yang menatap makam itu. Yukine kembali mengabaikan laki-laki itu dan hanya menatap papan kosong itu kemudian mengambil kalungnya sendiri dan menaruh itu tepat di bawahnya. Damar terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh Yukine dan matanya sedikit melebar ketika mengenali kalung usang itu. Awalnya Damar mengira jika Yukine sedang melihat papan nama kakek Yukine namun ternyata sedang melihat papan nama kosong yang tepat di sampingnya. Damar segera pulih dari keterkejutannya dan menggeser Geum yang ada di samping Yukine. Damar menangkup kedua pundak Yukine hingga mereka berhadapan, agar Yukine tidak terus mengabaikannya. "Sebenarnya apa ini?" tanya Damar dengan emosional pada Yukine. Geum yang melihat Damar mencengkram kedua pundak nona besarnya akan membereskan laki-laki itu namun segera Yukine menghentikan Geum. "Jawab aku!" Damar sudah tidak sabar lagi. "Bukankah kamu ingin bertemu dengannya, dia sudah ada di hadapanmu," jawab Yukine lembut. "Kamu bohong kamu pasti pohong." "Kamu sudah mengenali kalung itu. Kamu bisa percaya atau tidak itu bukan urusanku." Kedua tangan itu terlepas karena lemas, Damar tidak mempercayai itu akan tetapi bukti dan saksi sudah ada lalu bagaimana dengan dirinya. Damar menatap sendu ke arah kalung yang ada di atas gundukan tanah itu matanya terasa panas namun tidak bisa menangis. "Aku akan menunggu di mobil," ucap Geum pada Yukine. "Emm." Yukine menatap ke arah Damar yang masih terpaku pada makam tanpa nama itu. Yukine masih memperhatikan bagaimana orang ini bereaksi ketika dirinya meninggal. "Kapan dia meninggal?" tanya Damar dengan suara lirih setelah cukup puas melihat gundukan tanah di depannya. "Dua tahun yang lalu." Damar langsung menoleh mendengar jawaban Yukine mata mereka bertemu dan Yukine dapat melihatnya dengan jelas jika mata itu berair. "Apa?" Damar kembali terkejut namun segera melihat ke gundukan tanah yang masih basah juga bunga segar di atasnya. "Tapi?" "Kami baru menguburkannya kemarin." Damar terpaku seperti disambar petir di siang bolong mendengar jawaban yang mengejutkan berulang kali dari Yukine. "Bagaimana bisa?" pertanyaan itu begitu lemah dan rasanya kaki Damar lemas. "Ceritanya panjang." Yukine akan pergi namun ditahan oleh Damar. "Aku harus pulang, jika kamu ingin tahu semuanya kamu bisa mendengarnya saat perjalanan pulang." Yukine melepaskan tangan yang menahan lengannya dan pergi meninggalkan Damar yang masih berada di tempatnya. Ketika Yukine sudah berjalan meninggalkannya Damar bertanya lagi. "Kenapa tidak ada nama di sana?" tanya Damar lemah namun karena suasana yang sunyi Yukine masih bisa mendengarnya. "Aku akan menulis namanya ketika aku sudah menemukan orang yang seharusnya bertanggung jawab atas kematiannya." Mata Damar terpejam dan air mata meluncur dari sudut matanya, kemungkinan terburuk yang terbesit di otaknya benar-benar terjadi.Permainan mereka sudah selesai di kota ini dan pagi ini mereka bersiap untuk pulang, mereka berdua tidak perlu banyak berkemas Yukine maupun Geum tidak membawa banyak barang bahkan Yukine tidak membawa baju ganti laki-laki itu selama berada di sini juga hanya membeli beberapa pakaian saja.Saat keduanya keluar dari homestay itu tidak berharap untuk bertemu dengan orang dikenalnya, Yukine dan laki-laki itu saling pandang, Yukine sedikit terkejut melihat laki-laki itu begitu pula sebaliknya."Fe Fei?" ucap Damar terkejut melihat Yukine.Damar melihat perempuan itu kemudian laki-laki di sampingnya setelah itu melihat dari mana mereka keluar, Damar terus melihat ketiga arah itu secara bergantian."Apa yang kamu lakukan di sini?" Yukine lebih dulu bertanya karena nampak Damar tiba-tiba merasa canggung akibat hal-hal yang ada di otaknya."Aku sedang lewat kebetulan ada pedagang buah di pinggir jalan aku berhenti untuk membeli," ujar Damar sambil menunjuk pedagang yang tidak jauh dari mereka
Geum menikmati nikotin di sela-sela jarinya sambil menatap tempat surga dunia itu, disampingnya perempuan itu bicara cukup panjang kali lebar tentang apa yang harus dilakukannya terhadap tempat itu. Iki adalah kali pertamanya Geum mendengar perempuan itu bicara sangat banyak.Awalnya ketika Yukine menunjukkan tempat ini Geum sedikit bersemangat karena berpikir jika dirinya bisa sedikit beristirahat melepas penat akan tetapi dirinya salah ternyata tempat ini adalah tempat bermain mereka yang selanjutnya."Tidak perlu sampai menyakiti siapapun. Mereka yang bekerja di sini bukan semata-mata karena uang dan mengejar kesenangan banyak dari mereka melakukan itu karena tidak punya pilihan lain atau juga karena tidak bisa pergi," ujar Yukine sambil memperhatikan beberapa gadis yang sedang menarik pelanggan di tempat bergemelap penuh warna warna itu."Aku mengerti," ujar Geum sambil melemparkan putung rokoknya sebelum keluar.Geum membenahi penampilannya sambil berjalan ke tempat itu baru saja
Mobil itu kembali membawa Yukine dan Geum menyusuri jalan yang familiar namun kali ini Yukine nampak kurang bersemangat. Geum masih tidak bertanya hanya mengemudikan mobil itu dengan kecepatan 20 Km. Yukine menatap kosong jalanan yang semakin sepi, kepalanya terasa berat sebelah setelah mengetahui fakta jika keluarga itu telah pergi.Pindah ke luar kota tanpa seorangpun yang tahu keberadaannya. Yukine berpikir seperti sedang mencari jarum di tumpukan jerami mencari keluarga itu di bumi Nusantara yang begitu luas ini membuat Yukine sudah pusing duluan."Aku butuh sebuah petunjuk," ujar Yukine sambil memijat kepalanya sendiri. "Mereka tidak mungkin berpindah kota dengan acak bukan? Sepertinya aku akan mencari informasi tentang keluarga paman."Saat Yukine dipusingkan tentang keluarga bibinya pandangannya tanpa sengaja melihat seseorang yang pernah menjadi salah satu sebab akibat hal malang yang pernah menimpa Yukine."Laki-laki itu!" ucap Yukine dengan geram.Geum menoleh pada Yukine ka
Yukine tidak tahu apa saja yang dikatakan oleh Geum pada penjaga makam namun saat ini mereka sudah berhasil menguburkan kerangka itu di samping makam kakeknya. Yukine tidak menuliskan apapun pada papan itu membiarkan tetap kosong ketika nanti semua balas dendamnya sudah terbalas maka dengan tangannya sendiri Yukine akan menuliskan namanya di papan itu.Geum sudah selesai bicara dengan penjaga makam namun masih tidak ingin menganggu Yukine yang nampak serius dengan dua makam di depannya. Perempuan itu tidak mengatakan apapun hanya berdiam diri untuk waktu yang lama. Geum sudah terbiasa melihat Yukine hanya diam seperti itu begitu lama yang dilakukannya hanya sabar menunggu perempuan itu bergerak. Sambil menghembuskan asap dari mulutnya Geum menikmati pemandangan pemakaman umum di sore hari menjelang malam itu."Apakah perempuan ini akan bermalam di sini?" tanya Geum dalam hati sambil melirik ke arah Yukine.Matahari perlahan tenggelam ada pergerakan dari Yukine, setelah mengatakan beb
Bibir itu merekah ketika membuka pesan yang sejak tadi ditunggunya. Isi pesan itu membuatnya bahagia namun pikirannya menjadi tenang karena orang yang biasa mengirimkan pesan sudah ada kabar."Aku sudah menemukan tengkoraknya." Isi pesan itu di sertai dengan gambar seperti biasa.Selama lima belas hari ini Geum sudah berhasil menemukan banyak bagian tubuh itu namun tetap saja ada yang tidak lengkap seperti bagian-bagian kecil dan kaki kanannya. Geum juga hanya menemukan potongan dua jari yang tidak lengkap dari 20 jari.Ini sudah seperti keajaiban untuk Yukine dan perempuan itu tidak berani menurut lebih dari ini."Aku akan datang besok," balas Yukine.Senyuman itu segera hilang di gantikan dengan sendawa besar. Yukine merasa jika perutnya sangat penuh dan sedikit sulit untuk bernapas dengan benar. Akan tetapi Yukine tetap memaksakan dirinya untuk segera menyelesaikan tugasnya dan segera tidur agar dirinya bisa pergi pagi-pagi sekali besok namun Yukine tidak mengambil kereta paling pa
Yukine memainkan pensil ditangannya, dihadapannya banyak buku-bukunya yang terbuka namun pikirannya tidak berada di tempat melainkan berada jauh di sana. Geum sudah ada di sana selama 15 hari dan setiap hari akan mengirimkan gambar demi gambar dari potongan kecil jasadnya.Tapi hari ini sampai malam Geum tidak ada kabar bukan karena Yukine menunggu kabar baik namun memikirkan orang yang mengirimkan kabar, Yukine tidak khawatir jika hari ini tidak ada kabar tapi menghawatirkan orangnya.Yukine menoleh ketika mendengar pintunya diketuk padahal tidak ditutup."Ibu memanggilmu. Kamu tidak mendengarnya?" ucap Balryu yang ada di pintu."Ada apa?""Makan malam.""Aku masih kenyang."Balryu tidak terbiasa dengan adiknya yang sekarang menolak makanan. Jika itu dulu Fe Fei sering menolak makan malam karena alasan diet namun untuk Yukine yang sekarang diet tidak ada dalam kamusnya sebab itu Balryu perlu membujuk mu untuk turun."Punya banyak tugas?" tanya Balryu sambil menyelonong masuk untuk me