Share

BAB 3: Ambang Teo dan Aaron

Author: Geanna Kim
last update Last Updated: 2024-12-09 21:14:51

Mungkin jika hanya Julia yang terkejut, Jake tidak akan merasa heran, tetapi Teo juga sama terkejutnya. Itu yang membuat Jake merasa aneh.

“Kau kenapa?” Jake menarik satu kursi lalu duduk di sana, matanya masih terus fokus pada ekspresi Teo. Ia meraih satu gelas air minum yang ada di atas meja makan. “Ini kan rencanamu sendiri. Malam itu, kau sendiri yang mengajukan nama Julia kepada orang-orang itu untuk mendapat kontrak dengan mereka.”

“Teo, apa itu benar?” tanya Julia dengan suara sedikit bergetar.

“Aku tidak tahu … tidak, aku … aku tidak melakukan itu.”

Aaron dibuat kebingungan dengan ini semua. Semua ini datang terlalu mendadak bagi Aaron. Terlebih lagi, ia sama sekali tak tahu kalau ternyata sosok Teo yang sangat sempurna di mata semua orang itu ternyata cukup brengsek.

Bahkan, ia sebagai orang yang sangat mengikuti perkembangan dunia hiburan dan seluk-beluk tiap artis besar, sama sekali tak menyangka tentang ini semua.

“Apa maksudmu? Bahkan, saat itu aku dan Lylia setuju akan mencari artis wanita seperti yang mereka mau, tapi kau sendiri yang langsung mengajukan nama Julia hingga akhirnya mereka setuju.” Ekspresi Jake berubah menjadi semakin serius. Ia sendiri bingung dengan apa yang baru saja dikatakan Teo.

“Teo, kau sedang tidak mabuk hingga kehilangan sedikit ingatan, kan?” tanya Lylia dengan wajah khawatir. Ia merasa, sikap Teo kali ini benar-benar berbeda dengan Teo yang selama ini ia kenal.

“Aku tidak peduli dengan semua itu. Kalau kalian mau mencarikan wanita lain untuk mereka, carikan saja, asal jangan Julia.”

“Teo ….” Julia benar-benar dibuat terperanga dengan ucapan Teo.

“Aku rasa, kau memang sedang mabuk,” timpal Jake. “Atau, wanita itu memang telah menguasai pikiranmu? Ah, tapi itu tidak mungkin juga.”

“Jaga bicaramu, dia istriku. Apa salahnya kalau pikiranku dikuasai istriku sendiri?”

“Teo, sepertinya kau memang terlalu lelah. Bagaimana kalau kita segera pergi ke resort itu agar pikiranmu kembali jernih?” Lylia kembali meraih lengan Teo dan memeluknya.

Teo menolak rangkulan Lylia yang membuatnya risih. Pikirannya masih terjebak memikirkan Julia yang malang.

Lylia yang ditolak seperti itu tidak bisa mengalihkan pandangan herannya dari Teo. Entah apa yang merasuki lelakinya saat ini. Tidak mungkin Teo Andersen yang terkenal bertangan besi berubah pikiran secepat ini.

Jake yang jauh lebih heran pun mulai menatap Teo dalam-dalam. Jake melihat raut marah di wajah Teo yang tak sanggup ia jelaskan.

“Teo, kau tidak bisa seperti ini,” ucap Lylia lirih.

Jake kehabisan kata-kata.

Suasana mendadak sunyi, tetapi isi kepala Teo semakin berisik. Ia tak punya banyak waktu untuk menyusun rencana penyelamatan Julia. Acara peluncuran film itu akan digelar tiga hari lagi.

Apa yang harus dikatakannya kepada para klien? Bagaimana jika situasinya jadi runyam? Ia perlu menyusun alasan dan rencana dengan hati-hati.

“Aku berubah pikiran,” ucap Teo tegas dan sorot matanya yang tajam itu menatap Lylia dalam-dalam. “Aku tidak bisa mengorbankan Julia demi kepentinganku.”

Jake tertawa masam dan menyilangkan tangan di depan dada. Tatapannya yang sinis tertuju pada Teo.

“Apa yang dijanjikan wanita itu padamu? Apa dia akan mematuhi semua perintahmu seperti budak?” tanya Jake dengan nada sarkas.

Teo terbelalak. Ia tak menyangka Jake akan menyulut konflik dengan merendahkan harga diri Julia sebagai wanita. Di sampingnya, Lylya tak melepaskan pandangan dinginnya, bahkan wanita itu beralih menatap Julia dengan tatapan tajam.

“Jaga bicaramu, Jake. Aku tak peduli sehebat apa dirimu, tapi jangan pernah merendahkan wanita.”

Jake bertepuk tangan, bukan untuk menyelamati sesuatu atau merayakan perubahan dalam diri Teo. Jake melakukannya sebagai tamparan keras bagi Teo.

“Kau hebat. Bagaimana kau bisa berubah dalam semalam?” tanya Jake dengan menampilkan senyuman lebar yang terkesan meremehkan.

“Jake, kurasa kita perlu bicara bertiga dengan Teo.” Lylia mendesah kecewa dan menarik diri dari Teo. “Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu. Satu hal yang terpenting, aku mau kau datang ke acara peluncuran film dan menepati janjimu, Teo.”

“Aku akan datang ke sana dan menjelaskan alasanku ke klien,” tandas Teo dengan nada tegas dan ia tidak sedikitpun goyah. “Kalian tidak perlu khawatir.”

Lylia benar-benar merasa sakit hati. Teo menolak memihaknya, bahkan mengikari janji dan tidak sedetik pun menoleh ke arahnya setelah mengucapkan kalimat terakhir. Kalimat terakhir Teo bahkan terdengar seperti pengusiran. Lylia melempar pandangan putus asanya ke Jake.

“Kita pulang saja,” sahut Jake menanggapi tatapan Lylia dan memutar bola matanya dengan jengah. “Teo sudah gila. Aku harap dia sudah kembali normal di acara peluncuran film.”

Lylia menarik napas. Rasanya sangat berat melepas Teo begitu saja. Raut kecewanya berubah muram saat melihat Julia yang polos itu berdiri kaku di samping Teo.

Dengan langkah yang tersentak-sentak, Lylia meninggalkan Teo yang berdiri kaku bersama Julia. Jake pun pergi tanpa pamit, hanya memberikan desahan kecewa berulang kali..

Setelah dua tamu itu pergi, Teo memerlukan waktu untuk menatap Julia. Ia hanya menunduk dan menyadari betapa sulit situasinya saat ini.

Sebagai Aaron Montes yang mengutamakan keadilan, dirinya mulai kewalahan menghadapi rahasia Teo Andersen.

“Sayang, aku tak percaya kamu mulai berubah.” Julia akhirnya bersuara, memberanikan diri untuk percaya pada suaminya.

Aaron menggapai tangan Julia, menggenggamnya erat. Ia tahu dirinya bukan Teo Andersen yang secara sah memiliki Julia. Namun, Aaron tak tega membayangkan betapa tersiksanya Julia selama ini.

Jika membandingkan dengan hidup Aaron, hidup Teo sungguh luar biasa.

Teo berasal dari keluarga Andersen yang dihormati, lahir di sendok emas, dan hidup dengan harta berlimpah sejak kecil. Entah iblis apa yang merasuki Teo Andersen sehingga sosok itu berubah menjadi seperti sekarang.

Tukang selingkuh, pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan menjual istrinya ke klien demi film? Aaron merasakan hatinya sakit.

Aaron tidak bisa membayangkan rahasia apa lagi yang akan terkuak saat Aaron mendiami tubuh Teo lebih lama.

“Sayang, mengapa kau diam saja?” tanya Julia heran.

“Ah, aku sedikit sakit kepala,” kata Aaron berpura-pura.

“Kau memikirkan masalah dengan klien di acara peluncuran film?” tanya Julia lagi. “Jujur, aku tak menyangka kau akan berbuat sejauh itu. Mengapa kau sempat tega menjual diriku ke klien?”

“Bukan seperti itu,” bantah Aaron berusaha mencari kata-kata yang tepat.

“Aku tahu, kau tidak mencintaiku,” potong Julia sambil menatap mata suaminya.

“Aku akan berubah,” kata Aaron sambil tertunduk setelah berusaha memikirkan kalimat yang tepat. “Aku akan datang ke acara peluncuran film sesuai janji. Akan kuatur pertemuan yang lebih privat. Kau tenang saja.”

Julia masih merasakan hal yang ganjil. Namun, ia memilih diam. Hatinya sedikit membaik saat Teo tiba-tiba berperilaku ramah padanya. 

ulia berharap situasi ini bisa bertahan lama dan memunculkan kebahagiaan dalam rumah tangga mereka. Aaron pun menepati janjinya pada Julia.

Setelah dua hari berpikir dengan serius, dirinya benar-benar datang ke peluncuran film tanpa gentar.

Lokasi acara peluncuran film berada di gedung termewah dan tertinggi di kota. Area depan lobby dipenuhi dengan antrian mobil mewah. Para tamu undangan datang bersama pasangan mereka.

Pemandangan di gedung 60 lantai itu dipenuhi orang-orang dari kalangan atas yang memakai baju rancangan desainer ternama. Kerlip lampu dari kamera para wartawan yang sibuk memotret membuat malam kian gemerlap.

Aaron turun dari mobil sedan keluaran terbaru. Di malam yang spesial ini, ia mengenakan tuxedo merah marun rancangan desainer Italia.

Warna merah memang salalu tampak serasi dengan sosok Teo Andersen yang tampan dan Aaron mengakui hal itu. Hanya saja, wajah Teo yang tampan itu menyembunyikan rahasia kelam dan Aaron mulai muak.

Sebelum turun, Aaron meminta sopirnya tidak memberi tahu para wartawan atau siapa pun tentang keberadaan Julia. Ya, ia datang seorang diri.

Ia tidak melibatkan Julia dalam acara busuk ini. Mungkin Jake akan marah dan Lylia pasti menempatkan diri menjadi korban.

Namun, Aaron tidak peduli. Saat ini, Teo ada di genggamannya, jadi ia akan mengubah Teo yang tak waras itu agar tak mengotori dunia hiburan di masa depan.

“Itu Teo Andersen! Teo Andersen sudah datang!”

Seruan para wartawan bersahut-sahutan. Aaron agak terkejut melihat kerumunan wartawan yang tadinya mengerumuni para tamu mendadak beralih padanya. Mereka berlari ke arahnya sembari mengacungkan kamera.

Aaron tidak membawa pengawal dan ini hari pertamanya sebagai Teo Andersen di depan publik. Tentu saja ia gugup dan kewalahan.

Setelah berhasil selesai dengan para wartawan, Aaron langsung melangkah cepat menuju lift VIP dan menjangkau ruang VVIP, tempat para eksekutif itu menunggu.

Ruang VVIP itu ada di depan panggung, tepat di sebelah kiri. Di sana sudah ada 3 orang pria yang disebut-sebut sebagai tamu VVIP. 

Satu orang memakai tuxedo hitam yang menutupi perut buncitnya, Bara Raaz.

Satu orang di tengah agak ramping dan memakai jas yang terlihat kuno, tetapi elegan, Eric Steven.

Sementara orang terakhir mengenakan jas biasa, tetapi dengan kemeja putih yang kancing-kancing atasnya terbuka dan memperlihatkan tubuh kekarnya, Gideon Eldar.

“Oh, Tuan Teo Andersen sudah tiba!” seru Bara dengan semangat.

“Selamat atas peluncuran filmmu, Teo. Mari duduk,” sambut Gideon sembari membetulkan letak kacamatanya.

“Di mana Nona Julia?” tanya Eric kepada Teo yang sontak berdiri, merapikan jas kunonya, dan mencari sosok Julia.

“Tidak usah malu Nona Julia, masuk saja, kami tidak akan menyakitimu,” seru Bara berusaha menengok ke arah pintu ruangan, berpikir Julia ada di belakang langkah Teo.

Teo yang sudah mempersiapkan segalanya pun memulai rencananya.

“Nona Julia tidak bisa hadir. Saya, Teo Andersen, membatalkan perjanjian kita.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Na Jaemin
teo menuju greenflag eraa asekk
goodnovel comment avatar
helpi
udah terlalu kacau....
goodnovel comment avatar
ninis
interesting story
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Transmigrasi Sang Kritikus Seni Menyelamatkan Dunia   Bab 87: Teo Akhirnya Pulih

    Di ruang interogasi yang sunyi, Samuel duduk terdiam, tangan diborgol ke meja besi yang dingin. Ia merasa seluruh tubuhnya berat, seolah dunia ini sudah jatuh padanya. Wajahnya penuh kecemasan, pikirannya kacau. Tidak ada lagi Jake yang bisa diandalkan, tidak ada lagi jalan keluar yang jelas.Pintu ruang interogasi terbuka, dan Aarav masuk dengan wajah serius. Tanpa berkata apa-apa, ia duduk di seberang Samuel, memandangnya tajam. Samuel menatapnya, mencoba membaca ekspresi di wajah pria itu. Tapi Aarav hanya diam, menyusun kata-kata."Aku tahu kau merasa terjebak, Samuel," akhirnya Aarav berkata, suara tenang namun penuh penekanan. "Tapi ini adalah kesempatan terakhirmu untuk menghindari hukuman yang lebih berat."Samuel menggigit bibir bawahnya, tak tahu harus berkata apa. Selama ini, ia selalu berusaha untuk bisa mengontrol segalanya, tapi kini ia berada dalam situasi yang benar-benar di luar kendalinya.Aarav melanjutkan, "Kau tahu bahwa Jake bukan orang yang bisa kau percayai. Ka

  • Transmigrasi Sang Kritikus Seni Menyelamatkan Dunia   Bab 86: Penyelamatan Tak Terduga

    Samuel merasakan udara dingin yang menusuk tulang ketika mobil yang membawanya berhenti di depan sebuah vila mewah di tengah hutan. Kepalanya masih pening setelah melarikan diri dari kantor polisi, dan pikirannya dipenuhi tanda tanya. Bagaimana mungkin ia berhasil kabur secepat ini? Siapa yang mengatur semua ini?Pintu mobil terbuka, dan seorang pria bertubuh kekar menariknya keluar. "Masuk," perintah pria itu dengan suara berat.Samuel mengatur napasnya dan melangkah ke dalam vila. Interiornya mewah, dengan dinding kayu berukir dan lampu gantung kristal yang menerangi ruangan dengan cahaya keemasan. Namun, semua kemewahan itu tak mengalihkan perhatiannya dari sosok pria yang duduk dengan santai di kursi kulit berwarna hitam di tengah ruangan.Jake Arthur.Samuel terbelalak. "Jake?!"Jake tersenyum kecil. "Senang melihatmu lagi, Sam. Sudah lama sekali, ya?"Samuel tetap berdiri kaku, matanya tak lepas dari pria yang seharusnya masih berada di balik jeruji besi. "Bagaimana... bagaimana

  • Transmigrasi Sang Kritikus Seni Menyelamatkan Dunia   Bab 85: Melarikan Diri

    Samuel duduk di kursi interogasi dengan tangan terborgol di depan meja baja dingin. Wajahnya tegang, keringat mulai mengalir di pelipisnya. Aarav dan Nick berdiri di hadapannya, menatapnya tajam. Pengacara Samuel duduk di sampingnya, sesekali berbisik dan menyuruhnya diam."Samuel, kita tahu semua permainanmu," Aarav memulai, suaranya penuh tekanan. "Kami sudah melacak rekeningmu, melihat transaksi mencurigakan, dan menghubungkan semua titik. Uang yang kamu dapatkan dari eksploitasi artis itu? Kami akan mengembalikannya ke pemiliknya."Samuel menggertakkan giginya, jelas tidak senang dengan kenyataan itu. "Kamu tidak bisa begitu saja menyita uangku! Aku bekerja keras untuk itu!"Nick tertawa sinis. "Kerja keras? Maksudmu, memanfaatkan orang lain, memperlakukan mereka seperti barang dagangan, dan meraup keuntungan dari penderitaan mereka? Itu bukan kerja keras, itu kejahatan."Samuel menatap Nick dengan penuh kebencian. "Kau pikir kau lebih baik dariku, Rayson? Aku tahu siapa kau. Mant

  • Transmigrasi Sang Kritikus Seni Menyelamatkan Dunia   Bab 84: Interogasi yang Rumit

    Aarav duduk di seberang Samuel di ruang interogasi yang remang-remang. Tangannya bertaut di atas meja, ekspresi wajahnya dingin namun penuh kewaspadaan. Di sampingnya, seorang petugas mencatat setiap kata yang diucapkan. Sementara itu, Samuel duduk dengan santai, menyandarkan tubuhnya ke kursi, seolah-olah ia tidak merasa terancam sama sekali."Samuel," Aarav memulai dengan suara tenang namun penuh tekanan, "Kami sudah punya cukup bukti yang mengarah kepadamu dalam kasus percobaan pembunuhan Teo. Mobil yang digunakan dalam tabrakan itu ditemukan di rumahmu. Jejak lumpur di mobilmu sama persis dengan lumpur di lokasi kecelakaan. Apa kau masih mau menyangkal?"Samuel mengangkat bahunya dengan santai. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Mobil itu memang ada di rumahku, tapi siapa pun bisa menggunakannya. Bisa saja ada orang lain yang mengambilnya tanpa sepengetahuanku."Aarav terkekeh sinis. "Itu alasan yang buruk. Kami juga menemukan rekaman CCTV di kafe tempat kau mampir sebelum ke

  • Transmigrasi Sang Kritikus Seni Menyelamatkan Dunia   Bab 83: Bantuan dari Julia

    Julia duduk di tepi tempat tidur rumah sakit Teo, tangannya masih gemetar setelah mendengar kabar buruk itu. Nick berdiri di dekat jendela, matanya mengamati langit yang mulai gelap. Aarav, yang baru kembali dari penyelidikannya, melangkah masuk dengan ekspresi serius.“Samuel bukan orang baik, Aarav,” kata Julia tiba-tiba, suaranya nyaris berbisik.Aarav mengalihkan perhatiannya kepadanya. “Apa maksudmu?”Julia menghela napas, menatap Teo yang masih terbaring lemah di tempat tidur. “Dia terlibat dalam eksploitasi artis. Aku tahu karena aku hampir menjadi korbannya.”Nick dan Aarav saling bertukar pandang. Nick akhirnya mendekat dan bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi, Julia?”Julia menelan ludah, mengingat kembali pengalaman buruk itu. “Dulu, sebelum aku mencapai puncak karierku, ada satu masa ketika aku diajak menghadiri acara eksklusif yang diselenggarakan oleh orang-orang berpengaruh di industri hiburan. Aku diberi tahu bahwa acara itu bisa membantuku mendapatkan lebih banyak p

  • Transmigrasi Sang Kritikus Seni Menyelamatkan Dunia   Bab 82: Tersangka Utama

    Julia bergegas memasuki rumah sakit dengan wajah panik. Napasnya tersengal-sengal setelah berlari dari tempat parkir. Ia hampir tidak bisa percaya ketika Nick menelepon dan memberitahunya bahwa Teo mengalami kecelakaan parah dan harus menjalani operasi akibat pendarahan di otak. Julia menggenggam erat ponselnya, tangannya gemetar saat mencoba mencari tahu di mana Teo dirawat.Nick yang sudah menunggunya di lobi segera menghampiri Julia."Julia... akhirnya kamu datang," kata Nick dengan suara lembut, berusaha menenangkan.Julia menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Teo... bagaimana kondisinya? Apa dia baik-baik saja?"Nick menghela napas panjang. "Dokter bilang operasinya berjalan lancar, tapi dia masih belum sadar. Kita hanya bisa menunggu."Julia merasa jantungnya mencelos. Ia menutup mulutnya dengan tangan, berusaha menahan tangis. Ia kemudian berjalan menuju ruang ICU di mana Teo dirawat. Melihat Teo terbaring dengan wajah pucat, selang infus menancap di lengannya, dan alat bantu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status