Minggu pagi, seperti biasa Ivy dengan kakak perempuannya berjalan-jalan di Plumb Beach, menikmati suasana pagi yang begitu sejuk dan cerah, mereka makan minum sambil menatap ke arah laut biru yang indah.
"Kak, pantai ini sangat indah ya, terutama jika kita mengunjunginya saat matahari terbenam," ucap Ivy sambil menikmati angin yang bertiup lembut ke wajahnya, dia tersenyum tipis. Rosa mengangguk perlahan, dia tersenyum lebar pada Ivy. "Aku sangat suka pemandangan di sini." "Aku juga." Ivy menatap sisi lain pantai dan tanpa sengaja kedua matanya tiba -tiba memelototi seorang pria yang paling dia cintai sedang memeluk wanita lain di seberang sana, dan ia langsung salah sangka terhadap Alistair. Tanpa Ivy sadari, air matanya perlahan -lahan menetes di pipinya dan hatinya sangat sakit seperti dicabik-cabik rasanya. "Vy, ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba menangis?" tanya Rosa yang terkejut ketika dia melihat Ivy menangis. Rosa memandangi adik perempuannya yang sedang melihat Alistair dan Scarlett dari tempat dia duduk. Rosa pun mengalihkan pandangannya ke arah mereka, begitu dia tahu apa yang terjadi pada adiknya, ia segera bangkit dari kursi itu dan melangkah mendekati pria itu, tetapi Ivy cepat-cepat mencegahnya. "Jangan, Kak. Jangan kau dekati mereka, biarkan pria bermuka dua itu bahagia bersama wanita lain," ucap Ivy lirih, ia berbicara seraya menahan tangisnya agar tidak meledak di depan kakaknya, sungguh menyakitkan baginya namun Ivy terlanjur mempercayai pandangan yang salah di matanya. "Vy, bagaimana dengan pesta pernikahanmu dan Ali yang akan segera diadakan di New York juga di Paris??" Rosa bertanya, ia bingung sekaligus marah. Ivy memegang dahinya, dia merasa penat dengan masalah yang dia hadapi saat ini. "Aku akan memikirkannya setelah kita pulang ke rumah," jawab Ivy pelan. "Apa kamu yakin tidak ingin berbicara dengan Alistair dulu? Siapa tahu apa yang kita lihat itu hanya kesalahpahaman," pungkas Rosa. Rosa melihat Ivy menggelengkan kepalanya, pada akhirnya Rosa menuruti permintaan adik perempuannya. Hati Ivy terasa diiris-iris pisau tajam sehingga dia cepat-cepat berlari seraya menangis tersedu-sedu. Pada saat itu, Ivy hanya ingin menghindari Alistair dan Scarlett. Dia tidak dapat menahan rasa sakit di hatinya serta kekecewaan yang sangat besar terhadap calon suaminya. Rosa melihat Ivy terus berlari ke arah mobil yang di parkir di luar area pantai, Rosa berusaha menggenggam tangan Ivy. Dia memintanya untuk tenang. "Ivy! Kamu tenang dulu, jangan seperti ini. Please ... tolong berhenti berlari, dengarkan ucapanku dulu!" Rosa terpaksa berkata dengan suara lantang agar Ivy mendengar ucapannya. Saat mendengar suara Rosa, Ivy mau tidak mau menghentikan langkahnya lalu ia menoleh ke arah Rosa dengan mata merah dan wajah sembap. "Bagaimana aku bisa tenang ketika pria yang aku cintai ternyata pergi dengan wanita lain??" Ivy bertanya. Rosa terdiam, dia bingung harus membela siapa karena apa yang mereka lihat tadi adalah nyata. Alistair bermesraan dengan wanita lain dan wanita itu cukup cantik. "Kamu butuh suasana dan tempat yang tenang, bagaimana kalau kita pulang sekarang?" Rosa bertanya dengan suara lembut, lantas ia memeluk erat adiknya. Ivy mengangguk perlahan lalu dia mengikuti Rosa yang berjalan ke arah mobil milik Rosa. "Aku tidak akan membiarkan pria sepertimu menyakiti hatiku lagi," gumam Ivy seraya melangkah, ia menengok ke belakang menatap ke pantai tempat di mana Alistair sedang duduk di atas sebuah batu besar bersama sekretarisnya. Beberapa saat kemudian, Rosa melajukan mobilnya ke rumah orang tuanya sementara sesekali menatap Ivy yang saat ini masih terlihat sangat sedih. Dia ingin menenangkan adik perempuannya, tapi tidak tahu harus berbuat apa. "Ivy, apa kamu yakin tidak ingin meminta penjelasan dari Alistair?" Rosa bertanya. "Tidak. Apa yang kita lihat tadi itu nyata, tidak ada gunanya meminta penjelasan darinya," jawab Ivy datar. "Baiklah," balas Rosa. Ketika mereka sampai di rumah, Ivy segera keluar dari mobil dan berjalan ke kamarnya. Di kamar, ia melempar tasnya begitu saja ke sofa, merebahkan tubuhnya di sofa lalu mengambil ponsel dan kemudian mencari nama Alistair di layar ponsel. "Ini yang terbaik untukku," gumam Ivy perlahan, hatinya sudah mantap. Ivy menutup matanya sejenak, lalu membukanya lagi. Dia menekan tombol hijau menelepon Alistair. Alistair yang kala itu masih berada di Pantai Plumb segera melepaskan pelukan dari Scarlett ketika dia mendengar suara panggilan yang masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponsel dari saku celana panjangnya. Dia kemudian tersenyum ketika dia mengetahui panggilan itu ternyata berasal dari Ivy. "Halo, sayangku," ucap Ali lembut dan mesra. "Apa?! Sayang katamu?! Mulai hari ini dan seterusnya jangan panggil aku sayang lagi! Kita putus!" Ivy berteriak sambil menangis. "Ada apa, Vy?? Kenapa kamu tiba-tiba minta putus?" Ali bertanya dengan bingung. Ali ingin berbicara dengannya lagi, namun Ivy mematikan teleponnya. Wanita itu segera merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang empuk. Hari ini dia merasa lelah dengan semua masalah yang melanda hubungannya dengan Ali. "Aku tidak mau menghubungi Alistair lagi dan tidak mau bertemu dengannya lagi. Dia pria yang tidak pantas untuk menjadi suamiku," monolog Ivy pelan. Sementara itu, Rosa menguping percakapan Ivy dengan Alistair di luar kamar Ivy. Dia ingin menolong adiknya, tapi sebelumnya dia harus bicara dengan Ali dulu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh calon adik iparnya waktu di pantai tadi. 🌷🌷🌷Alistair melihat bahwa panggilan itu telah membuatnya berada dalam kebingungan, karena Ivy tiba-tiba memutuskan hubungannya dengan Alistair tanpa alasan yang jelas. Sementara Scarlett yang berada di samping Alistair tersenyum jahat setelah mencuri dengar percakapan antara Ali dan Ivy. "Sedikit lagi aku akan memilikimu, Alistair. Kamu pasti bisa melupakan Ivy," gumam Scarlett tersenyum licik. Alistair menyimpan ponselnya kembali di saku kemejanya. Dia menatap Scarlett yang sedang menatap pantai, Scarlett menyusut air matanya dan berpura-pura bersikap manis di depan bosnya. "Apa kamu baik -baik saja, Pak? Aku minta maaf kalau aku bertanya, kenapa Nona Ivy tiba-tiba memutuskan hubungannya denganmu? Bukankah kalian akan segera menikah?" Scarlett bertanya. "Aku tidak tahu. Aku tidak mengerti kenapa Ivy tiba-tiba memutuskan hubungan kami." Ali mengambil napas dalam-dalam. "Mungkin Nona Ivy memiliki alasan yang jelas sampai dia memutuskan hubungannya denganmu. Kamu seharusnya tida
Minggu pagi, seperti biasa Ivy dengan kakak perempuannya berjalan-jalan di Plumb Beach, menikmati suasana pagi yang begitu sejuk dan cerah, mereka makan minum sambil menatap ke arah laut biru yang indah. "Kak, pantai ini sangat indah ya, terutama jika kita mengunjunginya saat matahari terbenam," ucap Ivy sambil menikmati angin yang bertiup lembut ke wajahnya, dia tersenyum tipis. Rosa mengangguk perlahan, dia tersenyum lebar pada Ivy. "Aku sangat suka pemandangan di sini." "Aku juga." Ivy menatap sisi lain pantai dan tanpa sengaja kedua matanya tiba -tiba memelototi seorang pria yang paling dia cintai sedang memeluk wanita lain di seberang sana, dan ia langsung salah sangka terhadap Alistair. Tanpa Ivy sadari, air matanya perlahan -lahan menetes di pipinya dan hatinya sangat sakit seperti dicabik-cabik rasanya. "Vy, ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba menangis?" tanya Rosa yang terkejut ketika dia melihat Ivy menangis. Rosa memandangi adik perempuannya yang sedang melihat Alistair d
Alistair melihat Ivy sangat kesakitan, lalu dia menyentuh tangan wanita itu berharap dapat menenangkannya. "Sayang, apa masih sangat sakit?" Alistair bertanya dengan ekspresi khawatir. "Ya ... sakit banget," jawab Ivy lirih. Alistair mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi ketika dia melihat Ivy hampir tidak sadar. "Alistair, perutku sakit," ucap Ivy pelan sambil menyentuh perutnya yang terasa lebih menyakitkan. Segera mobil yang dikendarai oleh Alistair berhenti di depan rumah sakit. Dia segera turun dari mobil dan menggendong Ivy menuju lobi rumah sakit. "Tolong bantu tunangan saya!" Alistair berteriak pada perawat yang sedang berjalan ke lorong rumah sakit. Melihat ada seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan, perawat itu segera membawa brankar yang diletakkan di depan ruang IGD, lalu Alistair perlahan-lahan meletakkan Ivy di brankar itu. "Tuan, Anda tenang dulu ya, dokter akan memeriksa kondisi wanita ini," ujar perawat bertubuh jangkung dan berkacamata. B
Setelah memilih dan mengenakan gaun pengantin dengan model off-shoulder, dengan ornamen pita putih di bagian perut, manik-manik, dan payet berbentuk bunga di bagian atas juga di bawah gaun, Ivy mengenakan gaun kedua yang ia pilih dengan model putri duyung juga off-shoulder.Dia mendekatkan dirinya di depan cermin, berputar dengan senyum bahagia, auranya yang cantik dan bersinar terpancar dengan jelas dari wajah Ivy. Dia sangat elegan dan sempurna. Beberapa saat kemudian, Ivy keluar dari ruang pas mendekati Alistair yang masih menunggunya di sudut ruangan yang digunakan untuk memajang berbagai model tuksedo pernikahan, serta berfungsi sebagai kamar pas. Ivy perlahan-lahan melangkah ke arah kekasihnya di sofa merah minimalis, lalu dia memanggil Alistair. "Ali ..."Ketika Ivy mendekatinya, Ali sedang mengirim pesan ke sekretarisnya melalui aplikasi obrolan kuning. Saat mendengar suara Ivy, dia menghentikan aktivitasnya sejenak dan perlahan-lahan menoleh ke Ivy. "Ali, apa kamu suka ga
"Oke, kalau begitu aku akan mencoba gaun pengantin ini dulu. Bu, di mana ruang pasnya?" Ivy bertanya setelah dia melihat gaun pengantin yang di pasang manekin, ia terlihat sangat bersemangat. Kemudian pemilik bridal house mendekati Ivy dan berkata kepadanya. "Ruang pas ada di lantai 3, Nona. Tunggu sebentar, saya akan meminta asisten saya melepas gaun itu dari manekin terlebih dahulu."Ivy mengangguk dan tersenyum ramah pada bridal house itu. "Terima kasih, Bu.""Sama-sama," jawabnya, lalu dia meninggalkan ruangan tempat gaun pengantin dipajang di lantai 2, melangkah menuruni tangga melingkar putih, lalu memasuki ruangan lain. Dia mendekati salah satu asistennya yang sedang memasukkan beberapa gaun pengantin ke dalam lemari kaca."Audrey, kemari," ucap wanita jangkung dan ramping itu. Asisten pemilik Sapphire Bridal House itu bergegas menutup pintu lemari kaca, lalu beralih ke Caroline. "Ya, Bu." Dia berjalan ke Caroline yang berdiri di dekat pintu masuk ruangan. "Ayo ikut aku ke
Alistair akhirnya mengalah dan mengajak Ivy ke Sapphire Bridal House untuk memilih gaun pengantin yang sesuai dengan seleranya. Sekitar tiga puluh lima menit kemudian, mereka tiba di distrik Jorge dan Alistair dengan cepat melajukan mobilnya ke arah bridal house.Ivy tampak sangat antusias ketika dia melihat toko gaun pengantin yang terletak di sisi kiri jalan tidak jauh dari posisi MPV Alistair. Ivy dengan cepat membuka jendela mobil, menjulurkan kepalanya ke luar jendela, lalu dia tersenyum lebar. "Ah, akhirnya kita sampai di sini," ucapnya dengan gembira. Sesaat kemudian mereka tiba di depan bridal house, tanpa menunda-nunda Alistair memarkirkan MPVnya di sana dan meraih lengan Ivy. "Ayo, Ivy. Kita masuk ke dalam," ujar Alistair, menatap kekasihnya dengan penuh kasih sayang. "Ayo," sahut Ivy. Kemudian mereka memasuki toko lalu menyapa pemilik toko gaun pengantin yang duduk di belakang meja. "Selamat pagi, Bu," ucap Ivy dan Alistair bersamaan. "Selamat pagi, Tuan, No