Entah ada angin apa hari ini CEO muda perusahaan iklan ‘Terserah’ melakukan sidak ke divisi perencanaan yang diketuai Ivan. Hal ini menjadi bahan pergibahan segar di kalangan pegawai. Tidak biasanya Seno melukukan sidak. Kalaupun iya, seharusnya ke semua divisi, gak hanya mengganggu Ivan.
Ekspresi bahagia terlukis di wajah pesaingnya yang mengantarkan kepergiannya dengan senyum ejekan. Kasus pak Eko yang menerima suap masih terasa segar di ingatan. Betapa memalukannya diarak ke seluruh gedung, terhina dan tercemooh oleh orang-orang. Apa Ivan melakukan hal yang sama?
Si sialan ini kenapa? Pikir Ivan yang tetap menurut pada perintah ‘atasan’nya. Secara teknis, Seno adalah atasannya. Tapi prakteknya, Ivan lah yang mengerjakan tugas utama perusahaan ini dan memberikan masukan untuk Seno terkait pekerjaan.
Mereka yang memandangi Ivan dengan ejekan tidak tahu saja, bahwa Ivan juga merupakan orang penting dalam perusahaan. Bisnis ini dijalankan atas kerjasama kedua orang tua mereka yang masih berkerabat. Tapi karena suatu alasan, Ivan harus mengurungkan niatnya untuk membongkar identitas aslinya.
Semua karena dia. Batinnya lagi sembari mengikuti Seno dari belakang.
Flashback : Saat Ivan melihat CV pegawai magang
“Bro, udah waktunya lo ambil posisi direktur lah. Posisi itu udah terbengkalai hampir 100 hari sejak kasus Pak Eko.” jelas Seno ketika mereka sedang berdua di ruangan CEO.
Saat itu posisi Ivan dalam perusahaan masih sebatas pegawai biasa yang menjadi asisten tim riset penasaran.
“Ck, nanti ajalah. Belum mau gue nerima beban besar.” jawab Ivan santai.
“Terus, gue sendiri yang harus nberima beban itu?” Seno mulai kesal kalau sudah berdiskusi soal jabatan ke Ivan. Pasalnya Ivan tak pernah mau diajak untuk naik jabatan.
“Ya kan lo CEO nya. Udahlah, gue masih nyaman begini, sekaligus memantau kerjaan bawahan lo.” jawaban tenang Ivan nampaknya sudah bulat.
“Gue harus ngasih alasan apa lagi ke papa kalau lo nolak terus, kamvert!”
Keluhan Seno hanya dibalas senyum tipis oleh Ivan. Sampai akhirnya matanya tertuju pada berkas-berkas calon pegawai yang lolos diterima magang di perusahaan. Ivan membuka selembar demi selembar cv seluruh anak magang itu. Dan gerakan membolak-balikkan kertasnya terhenti di satu profil calon pegawai magang bernama Zeline.
“Zeline Agustian?” gumamnya sendiri membaca isi data orang yang dimaksud.
Mendengar gumaman Ivan, Seno meletakkan kembali gelas yang tadi ia pegang dan mulai bergosip.
“Gimana? Kesan lo lihat dia pertama kali gimana?”
Ivan cuma terdiam dan terus menatap kertas itu. “Mirip dengan Zhafira.” celetuk Ivan.
“Sebenarnya ini rahasia, tapi gue kasih tahu lo karena lo sohib kental gue.” Najis, gumam Ivan pelan.”Dia itu kembaran Zhafira dan Zanna, yang nomor dua dari mereka.” Seno menjelaskan se-antusias mungkin, menurutnya Ivan pasti sangat penasaran pada kemiripan Zeze dan Fira.
“Ah, ngomong-ngomong soal jabatan...” celetuk Ivan tiba-tiba.
“Ha, gimana, gimana?” Wajah senang tampak diperlihatkan Seno. Akhirnya pintu hati sahabatnya terbuka untuk menerima hak dan kewajiban yang memang sudah seharusnya. Sekaligus terhindar dari ocehan papanya yang sibuk menanyakan kesediaan Ivan menduduki jabatan penting.
“Gue mau jadi ketua tim perencanaan.” ucap Ivan tanpa memandang Seno.
Ha? Seno melongok. Ditawari menjadi direktur, tapi Ivan justru hanya memilih sebagai ketua tim. Hancur sudah hari-hariku di rumah, batin Seno.
“Kalau keberatan, yaudah gue stuck di sini aja.” Ancam Ivan. Ia sadar wajah tak puas menghiasi Seno.
“Oke. Lalu kemana Pak Hanif kita geser?”
“Karena kerja pak Hanif bagus dan beliau juga orang yang jujur, promosikan beliau ke manajer umum menggantikan Zhafira. Lalu berikan posisi wakil direktur padanya, hitung-hitung menggantikan tugas gue sementara. Kalau deal kita kerjakan, kalau tidak ya mohon maaf gue gak bisa beranjak dari zona nyaman.” gencar Ivan mengancam Seno tanpa memberikan jeda kepada Seno untuk berpikir.
“Oke lah, oke lah.” jawab Seno merasa terpojok. “Gas kan! Hubungi personalia!”
Seno terlihat memijit pelipisnya karena pusing dengan tingkah Ivan. Sementara Ivan, hanya tertarik pada kertas yang ia pegang. Memandangi dengan puas foto Zeze.
Nama : Zeline Claritssa Agustian
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 4 April 1995
...
Ditempatkan di departemen PERENCANAAN terhitung tanggal sekian dengan status pegawai magang.
Flashback selesai
“Apa? Kenapa?” tantang Ivan berkacak pinggang setelah sampai di ruangan Seno.
Seno masih cemberut. Walau terlihat ccol dan berwibawa sebagai seorang CEO di mata pegawai lain, nyatanya Seno hanya anak laki-laki yang terjebak dalam tubuh pria dewasa.
“Jelaskan itu gimana bisa rumornya menyebar ke seluruh gedung!” sentak Seno.
“Rumor apa?” tanya Ivan bingung. Sudah menjadi sifatnya untuk menanggapi sesuatu hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan secara santai.
“Lo dan Fira!” teriak Seno lagi.
Kaki Ivan melemas. Kiranya rumor apa yang sedang menerpa dirinya hingga membuat Seno begitu heboh. Ivan justru lebih takut jika ada rumor yang menyebutnya sebagai selingkuhan Seno atau semacamnya. Ternyata hanya soal Fira.
“Ah, pasti karena makan malam sama anak-anak magang waktu itu.” tanggap Ivan. Namun Seno tak puas dengan tanggapan itu.
“Gue kan cuma bilang bahwa Zeline gak mirip Zhafira. Orang-orang malah menganggap gue ada hubungan spesial hanya karena hal sepele.” Ivan mengacak rambut belakangnya.
Seno tertunduk bingung. Kok bisa Ivan terkesan membiarkan rumor itu. Dan tadi apa katanya? Hal sepele? “Sepele?” sentaknya berusara lima oktaf mungkin.
“Apa sih?” sungut Ivan.
“Kalau begini gimana gue bisa deketin Fira?” tanya Seno tak berdaya.
“Heboh lo ah! Dari awal gue juga udah bilang gak ada rasa sama Fira.” Ivan menepuk dada Seno pelan, geram dengan pikiran tak masuk akal Seno. “Udah lah gue pergi. Lo bikin mood gue hancur aja.” sambung Ivan dan berlalu pergi.
Baru saja meluruskan kesalahpahaman dengan sahabatnya, Ivan kini harus dibuat was-was kembali karena kepentok Fira di perjalanan menuju ruangannya. Syukurnya hanya mereka berdua sekarang di lift.
“Rumor sialan ini benar-benar bikin pusing!”
“Maaf ya, mas. Merepotkan.” ucap datar Fira.
“Si Seno juga kayak orang bego aja percaya sama rumor.” sungut Ivan.
“...”
Tak ada jawaban dari Fira.
“Apa sebaiknya rumor itu kita buat beneran ajakah? Biar makin heboh semuanya.” canda Fira dengan wajah yang datar.
“Jangan gila! Aku tuh calon ...”
“Dih.” sambar Fira berdecak jijik pada kalimat Ivan jika diteruskan. “Iya deh, aku paham.” Fira mengalah.
Pintu lift terbuka di lantai divisi perencanaan. Ivan harus keluar terlebih dahulu. Sialnya ada mata yang menangkapnya berduaan di lift bersama Fira. Secepat kilat kabar baru itu terhembus ke seluruh anggota tim.
“Pak, mau kopi?” tawar Mira sok menenangkan Ivan yang mumet seharian mikirin rumor.
Ivan berdehem. Lalu melepas sedikit dasi yang mencekik leher nya dan melipat lengan bajunya hingga tiga per empat. Memamerkan otot kekarnya.
Zeze menyaksikan pemandangan itu, betapa indah dan ingin rasanya ia meraba lengan yang menunjukkan urat-urat bak cacing besar alaska. Slurp. Iler Zeze hampir saja menetes menonton adegan yang jauh lebih indah dari genre romantis.
“Ze, bikinin kopi buat pak Ivan!” perintah Mira membuyarkan lamunan Zeze yang nanggung.
Ivan mengacak rambutnya, sebal. Emosi semakin membludak karena asisten pembully ini yang hanya tau memerintah. Dan gadis itu juga, mau saja disuruh ini itu. “Ya sudah, kalau begitu. Mumpung aku lagi kesal, gas aja.” gumam Ivan.
Zeze menuangkan kopi dan gula dengan perbandingan 2:2 sesuai selera Ivan. Tentunya disiram dengan air yang baru selesai dimasak dulu.
Tak lama Zeze kembali mambawa nampan dan secangkir kopi. Menaruhnya di meja Ivan dan hendak kembali.
“Ini kopi atau teh? Sangat manis. Kurangi gulanya!” elak Ivan beralasan.
Zeze mengambil cangkir itu dan membawa ballik ke pantry lalu membuatkan yang baru.
“Kok jadi pahit gini? Gila kamu ya!”
Zeze mengulangi lagi. Seutas senyum licik tersudut dari Mira. Wanita ular itu seolah sengaja menyodorkan Zeze kepada Ivan yang sedang kesal. Dan sudah menjadi tradisi bila Ivan kesal, akan selalu mengkambing hitamkan seseorang untuk melampiaskan kekesalannya. Kini, giliran Zeze telah tiba. Seringai Mira.
“Ini tidak kental. Buat yang kental!”
“Terlalu banyak ampas. Saring dulu!”
Ya ampun, kalau Pak Agustian tahu ada bahan makanan yang terbuang secara sadis, beliau bisa pingsan sambil berdiri.
Zeze kembali membawa kopi setelah semua protes sudah ia terima. Kali ini apa lagi? Duga Zeze yang sudah paham, bahwa Ivan gak akan menyerah sebelum menyiksanya.
“Panas!! Kamu mau membakar lidah saya?” sentak Ivan.
Sontak saja Zeze mengambil cangkir itu tiba-tiba tanpa memegang tangkainya. Zeze kaget karena memang sangat panas. Sedikit cipratan mengenai kulit putihnya.
“Awww.” pekik Zeze menahan sakit.
Ivan pun terkejut mendengar pekikan itu. Ia amati kulit tangan Zeze yang sudah memerah akibat kopi panas tadi. “Pakai ini untuk tanganmu! Ayo periksa ke rumah sakit!” perintah Ivan dengan setengah panik dan gugup jadi satu.
“Tidak apa-apa, pak. Saya akan bereskan bekas kopi ini dulu.” tolak Zeze yang hampir menangis.
Arggh... kopi sialan. Teriak Ivan dalam hati sambil menjambak rambutnya.
*****
“Zan!!” panggil Tita di agensi mereka saat Zanna berkumpul bersama model yang lain.
“Apa?” tanya Zanna kesal.
“Sini, ini soal mas misterius.” bisik Tita membangkitkan semangat Zanna.
Lalu ia meminta ijin ke teman se-profesinya ke ruang istirahat bersama Tita.
“Apa? Apa?” tanya Zanna penasaran.
“Ternyata mas itu asisten Pak Bayu. Dan benar hadiah-hadiah itu pak Bayu yang berikan melalui dia. Tapi sayang, dia mengundurkan diri beberapa hari lalu.”
Kok gak puas ya Zanna dengan informasi dari Tita. Berasa ada yang kurang. “Terus?”
“Terus?” Tita bertanya lagi mengulangi Zanna.
“Namanya siapa?” Zanna mulai kesal saudara-saudara.
“Aduh, lupa nanya. Aku cuma nanya dia asisten Pak Bayu apa bukan?”
Zanna menjambak rambutnya kesal karena kecerdasan manajernya yang patut dibinasakan. Hal paling penting, yaitu nama, malah tidak ditanyakan.
“Selama ini info yang kusuruh cari, cuma itu yang kamu dapat?” tempik Zanna mengencangkan suaranya.
“Ya, gimana. Aku juga sibuk, tau!” jawab Tita seperti tak bersalah.
Hah.. Dasar manajer gak berfungsi. Batin Zanna. Di sela-sela kemelutnya menghadapi Tita, seorang staff masuk dan berbicara padanya.
“Zan, dicari bos tuh di ruangan!”
Dengan segera Zanna beranjak meninggalkan manajernya. Tita pun bisa bernafas lega karena selamat dari amukan Zanna yang sudah kayak banteng gila.
Profil Zeze guys..
Nama : Zeline Claritssa Agustian
TTL : Sama kayak Zanna
Hobby : Skincare-an, ngoleksi skinker korea, bersih-bersih, perawatan, masak (menantu-able nih ye), nonton drakor kpop dan rentetannya, memperhatikan Ivan, menyukai Ivan, walau dibentak Ivan gak masalah
Hal-hal yang disukai : Seventeen terutama sang bias Joshua, Ivan, aroma parfum Ivan, cara berpakaian Ivan, semua hal tentang Ivan
Hal-hal yang tak disukai : Mirip sama Zanna (karena repot kalau harus dikira Zanna dan dikejar fans-fans gilanya)
Ciri-ciri : Tinggi 171 cm (hmmm..), bisa dibilang cukup cerdas, putih, bersih, glowing, shimmering, splendid (kalau di luar kantor), kucel, dekil, amburadul, fashion-terorist (kalau di kantor)
Kesayangan Marco
Kesayangan Kek Ramli dan Nek Susanti
Kesayangan Ivan. Eh.
“Om.” sapa Ivan yang baru datang di tengah perjamuan ayah dan anak itu.“Van, sini duduk sebelah om.” sambut Pak Arif, papanya Seno.Ivan menurut. Dia duduk di samping Pak Arif yang masih pamannya menurut penuturan dari kakeknya. (tau ah gimana, malas jelasinnya. Intinya paman-keponakan, udah gitu aja)“Om dengar kamu gak mau ambil posisi direktur. Kenapa? Ada masalah sama Seno? Om kan jadi gak enak sama orang tua mu loh.” tutur Pak Arif yang cekatan menyambar Ivan dengan segala pertanyaan.“Gak ada masalah kok om. Cuma memang lagi nyaman aja di posisi sekarang. Gak banyak yang cari muka. Lagian mas Seno bersyukur karena aku ada di bawah, sekalian mantau anggotanya yang kerja beneran atau tidak.” jelas Ivan tetap sopan agar tak menyakiti hati orang baik di depannya itu.“Om cuma kasihan sama Seno, gak ada yang bantuin
Sama seperti Zeze, Fira juga mengalami intimidasi dari bawahan. Baik fisik maupun psikis. Wajar saja, dalam dunia pekerjaan, iri, dengki, dan fitnah adalah hal biasa. Apalagi, Fira yang dalam kurun waktu dua tahun bekerja di perusahaan mampu mengalahkan senior dan berhasil menduduki jabatan penting.Banyak yang tak suka dirinya, jadi mari kita sebut haters. Para haters berusaha melakukan apapun untuk menjatuhkan Fira. Salah satunya dengan menyebarkan berita hoaks, dimana Fira memiliki seorang penyokong kaya, tua, dan gendut untuk sampai ke posisinya saat ini.Ada juga berita hoaks lain yang terdengar. Bahwa Fira selingkuh dengan Seno dan secara sukarela naik ke ranjang Seno demi sebuah jabatan yang dekat dengan CEO. Dih.“Omongan adalah doa. Semoga dia benar-benar bisa naik ke ranjang ku dan menjadi istriku.” celetuk Seno saat Satrio baru menyampaikan laporan perihal rumor-rumor Fira di luar
Pak Agustian adalah ayah dari tiga Z. Memiliki sebuah restoran kecil yang didirikan dari hasil kerja kerasnya sejak diusir dari keluarga besarnya yang sangat kaya.Nah jadi, kakek-nenek si kembar yang membangun Ramli Corps dan salah satu anak perusahaan mereka adalah Waw Kosmetik, nyatanya adalah orang tua Pak Agus. Tapi dia membuat kesalaham besar yang telah mencoreng nama baik keluarga di masa mudanya. Beliau lantas diusir dan dicoret dari daftar ahli waris di usia 19 tahun.Untungnya, setelah si kembar lahir, kerasnya hati Kek Ramli perlahan terkikis. Bukan berarti hati mereka menerima kembali anak dan menantunya. Kebahagiaan yang mereka tunjukkan saat si kembar lahir semata-mata karena bahagia telah memiliki cucu perempuan yang lahir sehat dan cantik-cantik.Kek Ramli bahkan mengambil Zeze atas perminataan Marco muda yang memilih secara cap cip cup, dan diasuh selama lima belas tahun. Sebelum akhirnya Zeze meminta ke
Marco memasuki rumah Pak Agus dengan langkah terburu untuk meminta penjelasan dari adik-adiknya. Secepat kilat menuju kamar Zeze yang tengah terbuka. Zeze saat itu hendak menutup pintu kamarnya, tapi kaget dan hampur saja melompat melihat sosok Marco yang menakutkan sedang berdiri di depannya.“Astaga dragin!” celetuk Zeze mengelus-elus dadanya.Maco memicing mata sinis menatap Zeze yang masih sibuk mengatur nafasnya. Lalu berjalan masuk ke kamar Zeze dan duduk di pinggiran ranjang.“Bisa jelaskan apa yang terjadi hari ini?” tanya Marco. Nada bicaranya tersendat menahan emosi yang seharian ditahan. Akibatnya seluruh pekerjaannya benar-benar tak masuk ke kepalanya. Otak Marco terus berpikir kepada Zeze dan Fira yang tega menelantarkan om nya.“Kamu tahu, jika om tidak memperingatkanku, kalian sudah aku seret ke bawah!”“Maaf, mas. Ak
“Dikit lagi, dikit lagi!” ucap Seno heboh bersantai ria di meja kerjanya sepagi buta ini.Victory. Terdengar suara dan hp miliknya. Satrio menggeleng kepala melihat tingkah Seno. Padahal dirinya sedang disibukkan dengan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan Seno. Untung Ivan sudah mewanti-wanti lebih dulu dan diiming-imingi gaji yang besar melakukan pekerjaan double. Kalau tidak, sudah dia ratakan perusahaan aneh ini beserta CEO nya yang tak kompeten.“Pak, jadwal rapat dengan Waw Kosmetik setengah jam lagi. Jika kita tidak berangkat sekarang, kita akan terlambat keren terjebak macet.” jelas Satrio dengan nada datar dan wajah yang kesal.Tak terprovokasi dengan kesalnya Sat, jadi dia membiarkan asistennya itu melakukan apapun pada dirinya. Pasrah lah intinya. Dihina ya biarin, dicaci ya terima. Sudah.“Gue kerja dulu. Kalian lanjut tanpa gue.” kata Seno yan
Ceklek.Pintu ruangan terbuka dan terlihat sosok Satrio dari sela pintu sambil membawa berkas yang tadi sidurug Seno untuk dicarikan.“Mas ganteng?” Zanna tercengang melihat Satrio ada di tempat itu. Berjalan penuh percaya diri dibarengi senyum tipis. Namun senyum itu lekas hilang setelah Sat menyadari kehadiran Zanna.“Ish, matilah. Yang akan terjadi biar saja terjadi. Aku harus keluar dari situasi ini dulu.” Kemelut di hati Zanna membuncah.Jari telunjuknya menuju ke arah Satrio yang berdiri bingung saat ini. Tambah bingung lagi ketika Seno dan Marco serempak menoleh ke arahnya.“Dia orangnya!” seru Zanna.Apa? Kenapa? Aku kenapa? Pikiran Sat juga ikut bergelut di kepala. Pasalnya ia baru saja masuk ke ruangan, tapi diperlakukan seperti terdakwa yang ketahuan melakukan kejahatan besar.S
Zeze mengikuti langkah Sat menuju lantai 4 dimana ruang CEO berada. Ia tetap menurut meski hatinya bingung dan penasaran mengapa ia harus dibawa ke sana untuk dihukum.“Masuk!” perintah Sat membawa Zeze masuk ke ruangannya.Seno menyadari kehadiran Zeze, secepat mungkin ia membuang hp nya ke sembarang tempat. Ia tak ingin ketahuan oleh keluarga Ramli manapun mengenai hobby nge-game online nya. “Duh, padahal lagi clutch tuh,” batinnya.“Kenapa kamu bawa pegawai ke sini?” tanya Seno berpura-pura sembari memberi isyarat ke Sat melalui matanya dan terus menanyakan kenapa, dan kenapa? Mungkin karena sedang nanggung kali ya nge-game-nya.“Di jam kantor begini, bisa-bisa nya…” batin Sat tak habis pikir melihat kelakuan Seno yang sudah melampaui manusia normal. “Dia mengacaukan laporan tahunan. Karena ketua-nya yang akan memberikan itu langsung ke anda, saya berniat mengont
Satu jam setelah datangnya perintah sang kaisar, Ivan.“Ini pak, laporan rapatnya.” Zeze menyerahkan beberapa lembaran kertas yang katanya laporan rapat.Ivan mengambil berkas itu, tentu saja dengan tatapan curiga. Pegawai yang absen saat rapat lantas bisa menyelesaikan laporan rapat. Pura-pura ia membolak-balik kertas itu seolah tak puas. Sementara matanya masih menelisik Zeze yang mengalihkan pandangan ke arah Wawan di luar ruangan Ivan.Ya, kan. Bagaimana bisa Zeze mengerjakan laporan sedangkan ia mangkir dari rapat. Ternyata ada malaikat kesasar yang sudah membantunya. Mendadak Ivan sakit kepala. Ia memejamkan sejenak matanya untuk mengontrol emosi.“Selain penampilan anehmu itu, apa tidak ada yang bisa kamu kuasai? Ha?” sentak Ivan membanting lembaran kertas laporan tadi. Dejavu. “Ini kamu bilang laporan? Anak SMP bahkan bisa lebih bagus mengerjakannya! Ulangi!” titah Ivan.&ldq