Dengan raut bingung, Lia meraih pemberian Alex dan mendapati ponsel mahal dan keluaran terbaru. Tentunya Lia terkejut menemukan barang mahal itu.
"Aku tidak suka jika kamu terus menerus ditelepon oleh orang asing itu. Makanya, aku membelikanmu ponsel dan nomor baru," tutur Alex. "Tapi, ponsel lamaku masih bagus, seharusnya tidak perlu sampai beli baru," kata Lia dengan sedikit bingung. "Buang saja," jawab Alex tanpa beban. "Apa mengganti nomor saja tidak cukup?" tanya Lia lagi. Bagaimanapun juga, di dalam ponsel itu masih ada beberapa hal yang cukup berharga baginya. "Kali ini, aku tidak menerima penolakan, Natalia Nawasena," jawab Alex yang justru seperti tidak menjawab pertanyaan Lia. “Alex, di ponsel itu masih ada beberapa hal berharga buatku. Menurutku, mengganti nomor telepon saja sudah cukup,” sanggah Lia lagi, berusaha meyakinkan Alex. “Apa hal berharga itu? Belakangan hidupmu saja sudah susah mencari pertanggung jawaban untuk anakmu,” kata Alex dengan tatapan tegasnya. “Kalau yang kamu maksud tentang kenanganmu menjadi model, kamu bahkan bisa mencarinya di internet, Lia.” Mendengar itu, Lia tidak bisa menyembunyikan rasa sakitnya. Semakin hari, ucapan Alex membuatnya semakin sesak. “Tidak usah banyak bicara, cepat berikan saja ponselmu,” kata Alex lagi dengan tatapan yang menajam. Lia menghela nafas pasrah, merogoh saku bajunya, lalu memberikan ponselnya pada Alex. Setelah menerima ponsel tersebut, Alex memanggil asisten. "Hani!" Dengan tergopoh-gopoh, Hani muncul sambil menunduk. "Ya, Tuan." "Buang ini," perintah Alex dengan memberikan ponsel Lia. "Buang sekarang!" "Baik, Tuan." Hani langsung membawa pergi ponsel lama milik Lia yang diikuti oleh tatapan nanar Lia. "Ah, dan satu lagi. Kamu fasih berbahasa Prancis, kan?" tanya Alex tiba-tiba. "Ya, ada apa?" jawab Lia dengan kebingungan. "Aku ingin kamu ikut bersamaku besok di dalam acara pertemuanku dengan seorang klien," kata Alex tanpa beban. Lia semakin bimbang. "Jika aku ikut denganmu, bukannya nanti orang akan tahu kalau aku adalah istrimu?" "Aku tidak segila itu untuk memperkenalkanmu sebagai istriku di depan publik, Lia." Alex menatap Lia sejenak. "Aku membutuhkan kamu sebagai penerjemahku, dan tidak akan ada yang tahu jika kamu adalah istriku." Tidak banyak hal yang dapat Lia tolak maupun Lia bantah dari seorang Alexander Adarsa. Meski Alex yang kaya raya itu yang menanggung kehidupannya dan Alesia, tetapi Lia harus kuat menghadapi sikap Alex. Lia tidak tahu, hidup di dalam harta Alex bukanlah surga yang dibayangkannya di awal perjanjian kontrak. Sekali lagi, sikap menjengkelkan Alex selalu membuat Lia hampir tidak betah. Keesokan harinya, tepatnya di sore hari, Lia mulai berkemas dan berdandan. Walau terpaksa menemani Alex dan berstatus sebagai penerjemah bahasa Prancis, tetapi setidaknya Lia bisa kembali melihat kehidupan di luar penthouse milik Alex. Ini akan menjadi kehadiran perdana Lia di publik usai meninggalkan karirnya selama beberapa tahun, itu berarti Lia harus berhadapan dengan banyak pertanyaan. Dia khawatir akan banyak orang yang langsung mengenalinya. Sesampainya di depan gedung pertemuan, banyak wartawan yang menunggu kehadiran para pesohor. Setahu Lia, ini bukan sekadar pertemuan biasa, tetapi ini juga melibatkan beberapa selebriti dalam dan luar negri. 'Bagaimana caranya aku bisa menghadapi situasi ini?' batin Lia dalam benaknya. Alex akhirnya turun sebagai orang pertama, disusul Lia yang ikut turun usai Alex melangkah beberapa meter dari mobil. Banyak yang mengerumuni Alex, tetapi mereka ikut terkejut mendapati kemunculan Lia. Alex dan Lia berusaha masuk dengan pengawalan yang ketat, mencapai isi gedung yang akhirnya terbebas dari para wartawan. Keduanya pun melangkah di dalam ruangan besar dan bernuansa tenang sekaligus mewah. Banyak para pengusaha, investor, dan selebriti yang berbincang tentang bisnis mereka. "Selamat malam, Tuan Alexander Adarsa!" sapa seorang rekan Alex dan membuat pria itu tersenyum lebar. "Perkenalkan, ini Tuan Marcus yang datang dari Prancis untuk membicarakan akuisisi agensi bersama perusahaan Star Music milik Adarsa," sambung rekan Alex dan membuat Alex melirik Lia. Alex dengan cepat berbisik pada Lia. "Lakukan pekerjaanmu dengan baik." Lia mengangguk, maju selangkah dan menjadi penerjemah di antara Alex dan tuan Marcus. "Wah, tunggu dulu," kata seorang rekan saat menyadari sesuatu. "Bukannya kamu model terkenal itu? Natalia?" Reflek Lia dan Alex menatap satu sama lain. Sebuah ide terbersit di kepala Lia, dan membuatnya dengan mudah menjawab rekan Alex. "Ya, saya Natalia." "Wah, bukannya kamu menghilang dari industri hiburan? Mengapa kamu bisa berada di sini dengan—Pak Alex?" Dengan sekali menarik nafasnya, Lia menjawab, "Aku memang memutuskan untuk meninggalkan dunia hiburan dan fokus untuk mengerjakan hal lain. Seperti yang kalian lihat, aku sedang membantu Pak Alex menjadi penerjemahnya." "Ah, begitu rupanya. Jadi selama meninggalkan karir sebagai model, kamu ke mana? Apa tetap di kota ini?" Orang itu seperti benar-benar ingin tahu kehidupan Lia. Lia menggeleng. "Tidak, aku menghabiskan waktu sejenak di luar negeri." "Wah, pilihan yang bagus. Pantas bahasa Prancismu terdengar keren." Baik Alex maupun Lia diam diam menghela nafas lega. Usai menghabiskan waktu sejam, Lia akhirnya dapat memastikan bahwa percakapan Alex dan rekannya yang berasal dari Prancis telah usai. Lambat laun, Lia merasa lapar. Perlahan Lia menyikut tangan Alex, membuat pria itu berbalik menatapnya. "Ada apa?" "Apa aku bisa makan sekarang?" tanya Lia yang ikut berbisik. Alex mengedarkan pandangannya, melihat situasi untuk menentukan izin pada Lia. Setelah itu, Alex kembali pada pandangan Lia. "Ya, asal aku harus memastikan kamu ada dalam pandanganku." Lia sekadar berdehem, kemudian beranjak dari samping Alex menuju buffet yang tersedia banyak makanan berat dan ringan. Lia mengambil beberapa di antaranya, dan memutuskan menyendiri. Sewaktu menikmati ketenangannya di tengah-tengah acara penting ini, tiba-tiba Lia dikejutkan dengan seseorang yang menarik lengannya. Lia berusaha melepas orang itu, yang bahkan berhasil membawanya memasuki sebuah ruangan kecil yang tak jauh dari pertemuan penting. Lia menemukan wajah Jacob Sagara, orang yang membawanya ke mari. "Jacob? Mau apa kamu—" Ucapan Lia sontak terhenti begitu Jacob memangkas jarak di antara keduanya hingga nyaris menyentuh wajah Lia. "Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan di sini?" Lia tak bergeming, menahan rahangnya yang mengeras. Melihat Lia yang terdiam, Jacob malah tertawa remeh. "Penerjemah? Hahaha, alasan paling bodoh yang pernah kudengar." "Ini bukan urusanmu, Jacob," kata Lia dengan tegas. Lia mendorong tubuh Jacob dengan kuat agar tidak mendengar deru nafasnya yang mengerikan. Jacob tiba-tiba saja mencengkram leher Lia hingga wanita itu ketakutan, meski Jacob tak sampai mencekiknya. "Aku benci melihatmu bahagia dengan orang itu." "Le—pas—kan," kata Lia dengan terbata. Jacob tersenyum miring, dan kini malah mengencangkan cengkramannya hingga menjadi cekikan. Wajah Lia semakin memerah, bahkan tidak dapat berkata-kata. Dan kemudian—bugh! Seseorang memasuki ruangan itu dan dengan cepat menghajar wajah Jacob, bahkan tak hanya sekali. Namun sangat bertubi-tubi. "Alex! Alex!" seru Lia berusaha menarik lengan Alex yang dikuasai amarah terhadap Jacob. "Alexander, kumohon hentikan!" Begitu mendengar Lia yang memohon, barulah Alex dapat menghentikan pergerakannya yang terus menghajar Jacob. Alex menoleh, menemukan Lia dengan bahu yang terguncang karena ketakutan. "Hentikan sebelum ada yang menemukan kita di sini," pinta Lia dengan suara yang nyaris berbisik. Alex pun mendorong Jacob hingga Jacob tersungkur, kemudian merapikan pakaiannya yang sedikit koyak di beberapa bagian karena pukulannya yang meradang. Meski sedang terluka, Jacob masih saja tertawa renyah. "Aku tahu ada yang aneh dari pernikahan kalian, bukan begitu?" Alex memejamkan matanya, berusaha meredam emosi yang mungkin berusaha dipancing oleh Jacob. "Tidak usah repot memikirkan kehidupan kami." Lia menatap wajah Alex. "Ini adalah peringatan bagimu, dan jika aku kembali mendapatimu mengganggu Lia. Maka ingatlah, kamu juga akan menumbangkan karirmu," tegas Alex.Bagaimana dengan novel 'Tuan Alex, Nyonya Natalia Menghilang!' sejauh ini? Akan sangat menyenangkan bila terdapat kesan dan pesan untuk meningkatkan cerita ini!
Pada pagi yang cerah, Alex mengerjapkan matanya dengan seksama, menemukan langit-langit kamarnya yang menyambut hari itu. Reflek Alex merenggangkan otot-otot tubuhnya, dan secara tidak sengaja menyentuh kulit lembut Lia yang juga masih terlelap di sampingnya. Merasakan sentuhan itu, Lia perlahan tersadar. "Ah, maaf sayang." Kata Alex yang lalu memeluk Lia perlahan. Sentuhannya masih saja sama, menghangatkan dan penuh kasih. Lia hanya tersenyum, kemudian berbalik demi membalas pelukan kasih sang suami. "Selamat pagi sayang." Katanya. "Selamat pagi juga untukmu." "Bagaimana hari ini? Apa kamu akan berangkat lebih awal lagi seperti kemarin?" Alex terdiam dan mempertimbangkan, kemudian menjawab. "Sepertinya tidak perlu, aku bahkan cuti sebanyak dua hari." Dahi Lia mengernyit. "Benarkah?" "Ya." Alex mengangguk. "Rasanya ingin menghabiskan waktu bersamamu dan Reksa setelah sekian lama tak memilikinya." Lia mendengkus. "Apa semuanya akan baik-baik saja jika kamu tetap cuti hari ini
"Kita sudah sampai tuan." Ucap seorang pengawal membuat Evan tersadar dari lamunannya di dalam kendaraan yang membawanya pulang. Evan terdiam sejenak, dan melihat ke arah depan mobil tersebut. Dilihatnya kediaman yang sudah beberapa bulan menjadi huniannya, juga menjadi heran ketika menemukan sebuah mobil tak dikenalnya terparkir di depan pintu masuk. "Mobil siapa itu?" Tanya Evan masih kebingungan. "Apa Rika membeli mobil baru? Karena sudah tidak mungkin dia menerima tamu di waktu malam seperti ini." Pengawal terdiam, sedikit ragu menjawab sang tuan dan membuat pria itu semakin menaruh curiga. Tanpa isyarat Evan segera keluar dari dalam mobil, melangkah terburu-buru ke dalam rumahnya dan Rika. Evan semakin terkejut ketika menemukan beberapa lembar pakaian yang berserakan di atas lantai. 'A-apa apaan ini?' Batin Evan mulai merasa marah di atas curiganya. 'Apa dia berselingkuh?!' Evan terus melangkah, menemukan pintu kamar pribadinya dan Rika yang sedikit terbuka. Terdengar suara
Satu tangan Erika Odeline terkepal, mendengar fakta bahwa Evan, pria yang dikenal sebagai suaminya sedang berada di dalam tahanan. "Apa yang membuatnya ditahan di dalam sana?" Tanya Rika pada salah satu pengawalnya. "Apa ini berkaitan dengan masalah perusahaan Adarsa dan Agensi Star Music?" Pengawal Rika mengangguk. "Ya nyonya, tuan Evan dituntut atas kasus percobaan penculikan, dan penyalah gunaan dokumen penting atas aset orang lain." "Apa? Orang lain?" Ulang Rika dengan nada bicaranya yang berapi-api. "Orang lain katamu?!" Kekesalan Rika menyebabkan pengawalnya menunduk. "Maaf nyonya." "Sial! Aku sudah memberi umpan agar Evan bisa mengklaim aset aset itu secara gamblang, tapi apa yang selama ini dia lakukan?!" Rika terdiam sejenak, lalu mendadak histeris menyerukan kekesalannya. Tentu, tak ada yang berubah dari wanita temperamental seperti Rika yang sangat mudah memelihara ego dan amarahnya. Bahkan setelah banyak hal dan hukuman yang Rika lalui, dia masih saja membena
Menyusul di penghujung hari, Alex yang cukup lelah pun tiba di kediamannya. Lelah membuat Alex lebih banyak diam, terus berjalan masuk dan menemukan kehadiran Lia di dalam kamar pribadi mereka. Ketika Pintu berderit, Lia menoleh, tersenyum menemukan kembalinya sang suami yang telah melalui hari yang panjang. Lia merentangkan tangannya, reflek disambut hangatnya dekapan. "Kamu telah menolongku hari ini." Desis Alex menggelitik telinga Lia. "Kamu adalah penyelamatku." Lia terkekeh dan mengeratkan pelukannya. "Akan kulakukan hal terbaik yang kubisa untukmu, sayang." Cukup lama Alex dan Lia saling bertukar dekapan, seolah tak berjumpa setelah sekian tahun. Sepertinya hanya ingin menyampaikan rindu melalui sentuhan, dan itu sudah lebih dari cukup. Selang beberapa detik, Lia melepas pelukannya. "Apa kamu sudah makan malam?" Alex tersentak, menyadari bahwa dia tak mengkonsumsi apa-apa sejak tadi siang. Melihat roman wajah Alex yang terkejut itu membuat Lia menyadari dan paham,
Evan hendak untuk menyerang Lia, tetapi matanya memincing tatkal menyadari sesuatu. Dalam sekejap Evan terbelalak, menemukan Lia sepertinya sedang merekam segala bentuk percakapan mereka sejak tadi. "Ka-kamu..." Suara Evan bergetar ketakutan, Lia pun mengeluarkan ponselnya dari balik saku gaun. Lia menghela nafas, "kamu menyadarinya." "Ka-kamu merekamku sejak tadi?" Lia menggeleng, kemudian memperlihatkan layar ponselnya. "Lebih dari itu, aku menyiarkan ini secara langsung di ruang pertemuan perusahaan suamiku, perusahaan Adarsa." Evan terperanjat begitu dalam, tubuhnya seperti kaku, tak mampu mengatakan apa apa. "Selamat, Evan. Kamu baru saja mengungkapkan kebohonganmu di depan banyak orang. Sepertinya kamu harus menjelaskan semuanya di depan petugas berwajib nanti." Lalu, secara bersamaan pula, pintu unit apartemen tampak terbuka secara paksa dari luar. Evan semakin terkejut, menyadari bahwa dia keliru. Sementara itu, Lia masih terlihat tenang. "Kamu memang wanita licik!" Ke
Sungguh tak ada yang dapat dibendung lagi ketika Lia mengetahui bahwa Evan sungguh berniat melakukan hal buruk terhadap dirinya dan keluarganya, lagi dan lagi. Untuk kesekian kalinya Lia harus berpura-pura bodoh, pura-pura tak tahu bahwa Evan saat ini sedang membuntutinya. Ketika Lia selesai dengan niatnya meyakinkan Alex melalui pesan singkat, Lia menghela nafas. Wanita itu lantas turun dari kendaraan yang membawanya. "Apa aku harus turun, nyonya?" Tanya pengawal yang juga sedang mengemudikan mobil tersebut. Lia menggeleng. "Tak perlu, kamu langsung pulang saja." Pengawal dibuat heran. "Tak bisa nyonya, setidaknya aku harus menunggu anda." Kedua kalinya Lia menggeleng. "Ini adalah perintah dariku." "Tapi nyonya—" "Percaya padaku." Pengawal masih saja ragu. "Aku tahu tugasmu adalah mengawalku, tetapi kali ini aku dan Alex sudah sepakat mengenai perubahan rencana untuk hari ini." Lia yang menolak membuat pengawal terpaksa melakukan perintahnya, apa lagi Lia mengakui bahwa in