Share

Bab. 4

Author: Disi77
last update Last Updated: 2024-11-13 16:39:33

“Tuan, apa tidak sebaiknya mengatakan yang sebenarnya pada Tuan Ray tentang Nona Gia?” 

Adam—asisten pribadinya Wilson memberikan usul, tetapi Wilson langsung menggelengkan kepalanya. Setelah memastikan cucunya meninggalkan hotel tanpa ada yang memata-matai, Wilson langsung memilih pulang. Ray yang seorang pewaris harus menjaga imejnya dari kejaran para wartawan berita. 

“Ray harus bisa menghargai ketulusan dan pengorbanan Gia. Dia harus tahu kalau wanita itu sangat berharga,” ucap Wilson dengan tatapan berat.

“Tapi, Grace, semakin berani dan Tuan Ray menjadi semakin tak terkendali,” balas Adam mengutarakan pendapatnya.

Wilson hanya terdiam. Pikirannya terasa penuh, hingga dia harus memijat kepalanya. Dadanya bahkan terasa sesak, hingga dia harus menghela napas panjang agar bisa melegakannya.

“Tuan, Anda tidak apa-apa?” tanya Adam cemas.

“Aku baik-baik saja, Adam!” jawab Wilson tanpa menoleh dan terus memegangi dadanya yang terasa semakin menghimpit jantung.

Adam merasakan ponselnya bergetar. Ia segera meminta izin untuk menjawab panggilan itu. Dalam sekejap, raut wajahnya berubah tegang saat mendengar suara di ujung telepon.

Setelah panggilan berakhir, Adam dengan cepat menggulir layar ponselnya. “Tuan, lihat ini,” ucapnya sambil menyerahkan ponsel kepada Wilson.

Wilson mengambil kaca mata bulat dari saku jasnya, mengenakannya dengan tergesa, lalu memeriksa layar ponsel Adam. Mata tua Wilson langsung membelalak. Sebuah video dari pesta tadi malam tersebar di media sosial. 

Meski wajah Gia dan Grace dalam video itu disamarkan, komentar-komentar di bawahnya penuh hujatan kepada wanita cacat. Wajah Wilson memerah, amarah meluap. Ia melemparkan ponsel kembali pada Adam. 

“Bereskan semuanya sekarang!” perintahnya dengan nada menahan amarah.

“Baik, Tuan!” jawab Adam cepat. Ia langsung menghubungi beberapa orang.

Sementara Wilson tampak semakin gelisah. Napasnya memburu, tangannya mencengkeram dada. Dadanya terasa dihimpit dan jantungnya terasa diremas kuat.

“Dadaku sakit sekali.” Wilson mengerang lirih.

 “Tuan, kau baik-baik saja?” tanyanya Adam panik.

Wajah Wilson pucat, keringat dingin mengucur deras. Adam semakin panik dan segera menghentikan panggilannya. “Ke rumah sakit, sekarang!” perintah Adam kepada sopir.

Tanpa menunda, sopir itu mempercepat laju mobil. Wilson terkulai, erangan kecil terus keluar dari mulutnya. Adam menggenggam tangannya erat, berharap mereka tidak terlambat.

Sementara Gia baru selesai membasuh wajahnya. Semalaman dia tak bisa tidur. Gia menatap pantulan wajahnya pada cermin kamar mandi, seraya memikirkan cara untuk keluar dan bebas.

Rangkaian kejadian tadi malam menyadarkanya, jika dia berada di tempat yang salah. Keberadaannya tak pernah dihargai oleh Ray. Gia tersenyum yakin setelah menemukan sebuah ide untuk terbebas, lalu bergegas keluar dari kamar mandi. 

Gia terkejut saat membuka pintu, Ray berada di kamarnya dengan tatapan penuh amarah. Wanita itu refleks memundurkan langkah kakinya dengan perasaan cemas. 

Belum pernah dia melihat Ray menatapnya berapi-api seperti itu. Lelaki itu terus mendekat secara perlahan seolah siap menerkamnya hidup-hidup. Tenggorokan Gia terasa tercekak, membuatnya kesulitan bersuara. Hingga akhirnya Ray berhasil mengekang geraknya, menyudutkannya ke dinding.

“Apa yang kamu lakukan pada kakekku, sehingga dia begitu tunduk padamu?” tanya Ray dengan tatapan tajamnya.

“A—apa yang kamu bicarakan, Ray? Aku tak mengerti,” jawab Gia terbata dan nadanya bergetar, cemas serta takut.

Ray berdesis sinis. “Tak usah pura-pura tak mengerti. Kamu pasti tahu kalau Kakek Wilson begitu mempertahankan keberadaanmu di sisiku,” ujarnya.

Gia menelan saliva cemasnya. Ray semakin mengerikan, hingga membuatnya merasa tak berdaya. Tangan kekar Ray lantas mencengkram rahang Gia kuat.

“Katakan apa yang kau sembunyikan dariku?!” Ray membentak, matanya menatap tajam wajah Gia yang pucat. “Aku tahu kakekku tidak mudah percaya pada orang asing.”

“Aku tidak menyembunyikan apapun, Ray!” Gia merintih. Wajahnya menegang, cengkeraman Ray pada rahangnya semakin kuat.

“Jangan bohong!” Ray berteriak.

Tatapan Ray tiba-tiba bergeser ke tubuh Gia, yang masih terbalut handuk kimono tipis setelah mandi. Ia memicingkan mata, senyum sinis terukir di bibirnya.

“Kenapa ditutupi?” Ray mencibir saat Gia buru-buru menarik handuknya, mencoba menutupi bagian tubuh yang terekspos. “Apakah itu yang kau tawarkan pada kakekku untuk mendapatkan tempat di sini?”

Gia tersentak, tatapan terkejutnya beralih menjadi kemarahan. Ia merasa direndahkan oleh tuduhan keji Ray. Cengkeraman Ray pada rahangnya melemah, dan Gia tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Ray, membuat wajahnya terpaksa berpaling. Pipinya memerah, sisa panas tamparan terasa menyengat. Ray mematung sesaat, matanya membelalak tak percaya. Dalam satu hari, ini adalah tamparan kedua, pertama dari kakeknya, dan sekarang dari Gia.

“Kau berani menamparku?!” Ray berteriak penuh amarah.

“Kamu sudah keterlaluan, Ray!” balas Gia dengan suara tegas. Dia hanya mempertahankan harga dirinya.

Ray terkejut. Ini pertama kalinya Gia melawan. Biasanya, Gia memilih diam dan menundukkan kepala setiap kali ia melontarkan kata-kata kasar.

“Kau pikir kamu siapa, hah? Jalang seperti kamu pasti memanfaatkan kakekku! Apa kamu memohon-mohon agar dia menikahkanku denganmu?” ucap Ray menuduh, tetapi lebih seperti penghinaan.

Gia melotot dan napasnya memburu. Belum sempat ia membalas, tatapan Ray kembali turun, menelusuri tubuhnya. Pandangan lelaki itu berubah, penuh hasrat dan gairah.

Tanpa aba-aba, Ray menarik tubuh Gia dengan kasar dan mendorongnya ke kasur. Gia tersentak, berusaha bangkit, tetapi Ray sudah menindihnya.

“Apa yang mau kau lakukan? Hentikan, Ray!” Gia meronta, kedua tangannya berusaha mendorong dada lelaki itu.

Namun, Ray tak peduli. Nafsu dan kemarahan telah menguasainya. Dalam pikirannya, Gia adalah wanita licik yang tak pantas dihormati. Gia terus melawan, tubuhnya meronta di bawah Ray.

“Lepaskan aku, Ray! Kau gila!” Gia berteriak keras. Panik dan marah menguasai dirinya.

Air mata dan teriakan Gia justru semakin memacu adrenalinnya. Ray tersenyum puas melihat Gia tersiksa. Dia tak mengizinkan Gia melawan.

“Kalau kau menyentuhku, aku tak akan diam saja, Ray. Kau akan menyesal!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 50 End

    “Ibu, kenapa dia belum bangun juga?” tanya Claire menatap cemas.Wajah Ray terlihat tenang, tampak tertidur pulas. Sudah 4 jam pasca operasi, belum juga menunjukkan tanda akan sadar. Suara monitor tetap stabil, tetapi membuat mereka cemas.“Ah, dia bangun,” seru Charlie menunjuk jari telunjuk Ray yang bergerak perlahan.“Kamu benar.” Claire berseru riang.Napas Gia berembus lega. Serentak mereka menatap wajah Ray yang menunjukkan tanda-tanda tersadar. Kelopak matanya sedikit bergetar dan mulai terbuka perlahan, sementara bibirnya bergerak pelan.“Ray, kamu sudah sadar?” Suara Gia bergetar, disusul air mata haru. “Sebentar, aku panggilkan dokter!” serunya.Gerakan Gia terhenti. Tangan lemas Ray langsung tangannya. Gia urung bergerak dan kembali menatap wajah Ray.“Aku tidak akan pergi. Aku hanya akan memanggil dokter untuk memastikan keadaanmu,” katanya lembut. Gia lantas tersenyum, mengartikan reaksi Ray yang mencemaskan dirinya.Mata Ray mengedip, isyarat persetujuan. Kemudian tangan

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 49

    “Tuan Ray kehilangan banyak darah, tetapi syukurlah ... operasinya berjalan dengan baik. Kami akan memindahkan Tuan Ray ke ruang perawatan dan terus memantau perkembangan.”Penjelasan singkat dari dokter tersebut langsung membuat napas Gia berembus lega. Pintu ruang operasi terbuka lebar, memberi jalan pada ranjang brankar membawa tubuh Ray keluar. Namun, tubuh Gia mematung, tak tubuh Ray yang dibawa menjauh.“Ada apa, Nona Gia?” tanya Adam dengan kening mengkerut.Gia menunduk sejenak, lalu menggeleng. Kemudian dia tersenyum tipis pada pria di hadapannya. “Tidak apa-apa Adam. Aku lega dan bersyukur Ray baik-baik saja,” katanya.“Tolong jaga dan rawat Ray untukku,” sambung Lisa seraya menepuk lengan Adam pelan. “Aku percayakan dia padamu,” tambahnya.“Kenapa Nona ...?” tanya Adam terhenti, tetapi mengurungkan langkah kaki Gia yang hendak memutar.Adam menatapnya lekat. Terlihat jelas garis keraguan pada wajah Gia. Perasaan bersalah yang berat, seolah menahan wanita di hadapannya untuk

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 48

    Asap hitam keabu-abuan mengepul memenuhi seluruh ruangan dan langsung menyesakkan dada. Pandangan mereka yang ada di sana langsung kabur dan tak jelas, tetapi indera pendengaran mereka menangkap jelas suara derap langkah pasukan terlatih mendekat.Brak! Pintu ruangan langsung terbuka. Beberapa petugas berpakaian serba hitam, lengkap dengan rompi anti peluru, senjata laras panjang di tangan dan masker oksigen, serta kaca mata pelindung. Mereka semua adalah pasukan terlatih keamanan perusahaan Wish Group Company.Mereka sigap menyergap musuh sesuai instruksi dalam diam. Tak lama Ray ikut masuk, hanya menggunakan masker oksigen dan kaca mata pelindung. Pria itu sigap langsung menemukan keberadaan Gia. Tangannya cepat melepaskan ikatan yang membelenggu wanita cantik itu, lalu menggendongnya keluar.“Ray?” Suara Gia lirih dan lemas. Gia terlalu banyak menghirup gas dari asap tersebut. Pandangannya yang kabur masih mengenali sosok yang kini menyelamatkannya.Tanpa mereka ketahui, dalam kega

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 47

    “Kamu bilang lokasi ini tak akan terdeteksi? Apa ini? Mereka menemukan keberadaan kita.”Suara David menggema penuh amarah, memenuhi salah satu ruang gedung terbengkalai. Dinding di sekelilingnya sudah berjamur dan sebagian plafon mengelupas. Satu kaca jendela sudah terganti dengan triplek.Bau lumut basah dan lantai berdebu menyeruak hidung. Tangan David mengudara, bersiap melayangkan tamparan pada dua pria berpakaian serba hitam di hadapannya. Namun, suara tawa kecil penuh ejekan menghentikannya.Tawa dari Gia yang kini terikat pada kursi kayu. Wanita itu sama sekali tak merasa terintimidasi, apalagi cemas. Tentu saja wajah David semakin murka saat menatap wajahnya.“Percuma saja kamu menyandera aku, David,” ucap Gia semakin mengejek. Kemudian dia melirik pada Grace yang sama murka seperti David, lalu tersenyum miring. “Kalian hanya membuang waktu saja.”Dalam hati, Gia cemas, bingung dan penuh tanya. Dia yakin, Ray tak bergerak sendiri atau menemukan lokasinya saat ini. Mereka bisa

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 46

    “Tolong jelaskan padaku, apa yang terjadi!” pinta Ray seraya mengatur posisi duduk di tengah pesatnya laju mobil yang membawanya.Kedua anak kecil itu langsung menoleh. Wajah Ray terlihat cemas dan bingung. Claire lantas menangguk, setelah keduanya saling bertukar pandang, isyarat pemikiran mereka sama.“Anda bawa laptop?” tanya Charlie tiba-tiba.Sontak saja kening Ray mengkerut, tak mengerti dengan pertanyaan pria kecil tersebut. Tatapannya lantas berpindah pada Claire yang duduk tepat di sampingnya, menjadi penghubung Ray dan Charlie. “Aku yang akan menjelaskannya, tetapi biarkan Charlie bekerja agar tak membuang waktu,” papar Claire menyadari tatapan tanyanya Ray.Sementara Doni, sopirnya, sangat terlatih. Baginya, jalan raya yang ramai dan padat, bak sirkuit balap. Apalagi mobil milik Ray memiliki semua fasilitas mewah yang tak perlu diragukan. Sekalipun mobil terseok saat mendahului beberapa kendaraan di hadapannya, para penumpangnya tak terlalu terguncang.Menyadari lampu lalu

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 45

    Claire mendesis kesal. Mereka tersudut dan terkepung. Suara derap langkah sepatu pantofel semakin mendekat dari segala arah.Charlie langsung menolak panggilan dan mengaktifkan mode senyap. Napas keduanya terputus-putus, tapi akal dan pikiran bekerja lebih cepat, mencari cara untuk meloloskan diri di antara mobil-mobil yang berdekatan. Hingga akhirnya tatapan Claire tertuju pada kerikil kecil di dekat kakinya.“Charlie, buat kekacauan besar!” seru Claire memberi perintah tanpa suara.Pikiran keduanya seolah sudah terhubung. Tanpa memberi penjelasan, Charlie mengangguk mengerti. Dengan gerakan cepat, keduanya meraih beberapa batu kelikir, lalu bersamaan melemparnya ke arah mobil-mobil di sekitar mereka.Seketika alarm kendaraan di sana berbunyi saling bersahutan. Cukup untuk mengecoh fokus para pria yang mengejar keduanya. Detik berikutnya napas kedua bocah kecil itu tertahan. Tatapan mata mereka tertuju pada ujung sepatu pantofel yang mengintip di kedua sisi mobil tempat mereka bersem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status