Home / Romansa / Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan! / Bab 1. Awal Bertemu Denganmu

Share

Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!
Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!
Author: Arga_Re

Bab 1. Awal Bertemu Denganmu

Author: Arga_Re
last update Last Updated: 2025-10-23 13:24:00

[“Giselle,  aku mohon gantikan aku untuk bekerja malam ini. Kalau tidak, aku harus membayar denda kepada mereka karena telah melanggar kontrak yang telah disepakati. Di Klub Magister, ruang A02 VIP, kau hanya perlu menemani tamu minum sebentar. Setelah itu kau bisa pulang.”] 

Giselle menghela nafas, suara Sofia yang diiringi nada panik dan memohon masih terngiang di atas kepalanya. 

Permintaan itu terus menghantui sejak sore hari. Ia sudah menolak berkali-kali, mengatakan kepada Sofia kalau ia takkan mampu menggantikan bekerja. 

Tempat itu tak terlalu aman baginya. Seumur hidup, Giselle belum pernah menginjakkan kaki di klub.

Tempat hiburan yang penuh pria hidung belang serta aroma alkohol yang selama ini hanya di dengar dari cerita orang. 

[“Kau tidak akan menolak kan? Ibuku sakit parah, aku membutuhkan gaji malam ini untuk biaya pengobatan jantung ibuku. Giselle, kalau sakit ibuku tidak kumat tiba-tiba, aku tak mungkin merepotkanmu. Aku janji separuh upahku akan menjadi milikmu.”]

Lagi dan lagi, Giselle tak kuasa menolak saat mengingat nada permohonan dari Sofia. Ini bukan tentang setengah upah yang akan diberikan Sofia tetapi, ia tak tega, akhirnya meski langkah itu berat, ia tetap setuju. 

Dan disinilah ia berdiri saat ini, sebuah ruang VIP A02 klub Magister. 

Ia mendorong troli berisi botol minuman mahal yang berkilau di bawah cahaya temaram. 

Kemeja hitam ketat yang dipinjam dari Sofia terasa menyesakkan bagian dadanya, rok mini berwarna hitam seakan membatasi ruang geraknya. Lekuk tubuhnya yang memukau seolah mengundang tatapan mesum dari beberapa pria yang tak sengaja berpapasan dengannya. 

Sejenak, Giselle berdiam diri, sebelum masuk ke dalam sana ia menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya sendiri. 

“Tenang, Giselle. Apa yang kau lakukan malam ini hanya sebentar. Tidak membutuhkan waktu lama untuk menemani mereka.” gumamnya lirih menyakinkan dirinya sendiri. 

“Tunggu apa lagi, cepat masuk!” suara penjaga pria menyentak, meminta Giselle agar tidak membuang banyak waktu. 

“B-baik.” Jawab Giselle segera mendorong troli masuk ke dalam. 

Bau rokok yang bercampur aroma alkohol menjadi sambutan pertama kali  bagi Giselle. Ia semakin mengeratkan pegangan pada troli saat tatapan para pria dengan setelan jas yang duduk disana mengarah padanya. 

Giselle tak sadar menatap mereka secara bergantian saat telah berdiri di depan para tamu. Lalu, mata itu tak sengaja menangkap sosok pria yang saat ini sedang fokus pada gelas minumnya. 

Di antara pria-pria dengan jas mahal yang asyik menyesap alkohol puluhan juta itu, duduk seorang Arnon. 

Hanya diam, hanya pria itu satu-satunya yang tak melirik padanya sedikit pun. Namun … wajah itu terlihat tak asing.

Giselle seperti pernah melihat pria itu namun, ia lupa pernah bertemu dimana.

Arnon Theodore— seorang konglomerat tersohor di negara ini, sekaligus seorang duda yang banyak diincar oleh para kalangan wanita elite. 

Banyak wanita yang sekedar bermimpi bisa tidur dengan seorang Arnon namun, mereka semua tak cukup berharga untuk di sentuh. 

“Hey kau, apa yang kau lakukan dengan berdiri disana. Cepat kemari dan isi gelas kosong milikku!” pria lain berseru memanggil Giselle yang hanya berdiri diam bak patung. 

Tubuh Giselle tersentak kala itu juga, ia tersadar dari lamunan singkatnya saat tak sengaja memperhatikan sosok Arnon. 

“Ah, maafkan saya, Tuan.” ia buru-buru mengambil botol sampanye lalu mendekat pada pria yang memanggilnya, meninggalkan rasa penasaran pada Arnon. 

“Bodoh! Bagaimana caramu melayani kami!” timpal pria yang lainnya dengan nada kesal saat Giselle justru tak sengaja menumpahkan minuman ke bajunya. 

“Ma-maaf, saya tak sengaja,” 

Persis setelah itu, atensi Arnon tertarik saat mendengar suara Giselle. Dia diam, namun tidak dengan mata telanjang yang menatap Giselle dari atas hingga bawah. Arnon memperhatikan Giselle dengan seksama.

“S-saya akan membersihkan kemeja Anda. Saya sungguh tidak sengaja.” Giselle meraih tisu, dia membantu mengusap kemeja kotor tamu meski tangannya mulai gemetar. 

Sementara Arnon sendiri menarik bibir tipisnya, ia menggelengkan kepala saat melihat kecerobohan Giselle. Arnon mengangkat gelas kristal di tangannya, kemudian mulai menyesap minuman secara perlahan-lahan tapi, mata itu masih lekat mengamati Giselle dari tempat duduknya. 

“Nona, apa kau tidak pernah mendengar perihal istilah, permintaan maaf tak cukup hanya dengan kata-kata saja?” Pria di samping pemilik kemeja kotor itu menyahut. 

Arnon mendengar percakapan itu, dia semakin mengernyit, biasanya Arnon akan masa bodoh dengan segala hal di sekelilingnya. Tetapi entah kenapa, dia merasa Giselle cukup menarik dan berbeda untuk diamati. 

“A-pa maksud Anda?” tanya Giselle mulai cemas. 

“Tunjukan niat tulusmu!” Pria itu berbicara sambil menggeser sebotol sampanye kehadapan Giselle. Senyum di wajahnya terpapar penuh kelicikan. 

Giselle terperangah, ia menatap botol minum di depannya dengan jantung berdebar. 

“Jika kau tidak mau kesalahanmu sampai di telinga atasanmu. Ku sarankan untuk sedikit pintar. Habiskan minuman itu sekarang juga, kami akan berpikir untuk melepaskanmu!” suruhnya smirk. 

Giselle sempat linglung dengan apa yang didengar. 

“Tolong, Tuan. Saya tidak bisa minum.” lirih Giselle, ia berkata jujur berharap mereka berbelas kasih melepaskannya. 

“Omong kosong!” tamu itu tampak tak percaya, tergelak keras mengejek jawaban Giselle, “Kau tidak bisa minum tapi kau bekerja disini.”

“T-tidak, bukan, saya kemari hanya—”

“Sudahlah, jangan mencari alasan. Kau mau minum apa kami yang memaksa?” potongnya tanpa mau memberi kesempatan bagi Giselle menjelaskan. 

Giselle semakin menggelengkan kepala. 

“Tolong, saya sungguh tidak bisa meminumnya.”

“Kalau begitu ganti dengan yang lain.”

Mendengar itu, entah kenapa Giselle kian tidak tenang. Apa lagi Giselle bisa menangkap pria yang berada di depannya sedang bermain mata seolah merencanakan sesuatu hal yang buruk. 

“Bagaimana dengan … buka kemejamu lalu menarilah di depan kami semua.”

Deg

Giselle terhenyak, ia bangkit dari duduknya yang semula berjongkok berganti berdiri sambil membelalakkan mata.

Sangat kejam! 

Mereka bahkan tidak merasa berdosa sama sekali. Suara gelak tawa mereka mengiringi ketakutan Giselle. 

Tubuh Giselle gemetar, tangan yang semula terbuka kini terkepal sempurna. 

Sedangkan Arnon hanya diam, dia masih memantau, ingin melihat sejauh mana pengantar minum itu bisa melawan para pria brengsek yang terus menyudutkan.

“Aku tidak mau!” Giselle menolak dengan keras. 

Kali ini tidak ada lagi rasa hormat. Giselle merasa mereka tak pantas mendapatkan penghormatan. 

“Berani sekali kau berteriak pada kami!” salah satu pria pemilik kemeja basah itu meradang. 

“Cepat pegang gadis itu. Dia harus dikasih pelajaran.”

Yang lainnya juga turut geram, dan Arnon menjadi satu-satunya pria yang masih diam tak bereaksi. 

Arnon hanya merasa … tontonan kali ini kian menarik!

Giselle ingin bersingkut mundur lalu kabur. Namun, tangannya lebih dulu ditarik dari belakang, tubuh Giselle sontak berbalik, dia menggelengkan kepala, memberontak. 

Tetapi karena tenaga yang tak sebanding, Giselle tak bisa lolos dengan mudah. 

“Tolong jangan— hmp!” mulutnya terbungkam saat dicekoki oleh minuman alkohol. 

“Uhuk!” Giselle terbatuk-batuk. Ia memberontak, hingga alkohol tersebut jatuh, cairan itu membasahi kemeja putihnya. 

Minuman itu sangat buruk, lidahnya terasa tertusuk, tenggorokannya terasa terbakar. Tetapi mereka masih tak berbelas kasih. Berulang kali Giselle terbatuk dalam siksaan, yang ada mereka justru saling lempar tawa penuh kebahagian. 

Mata yang telah berkaca-kaca itu tak sengaja bersitatap dengan Arnon yang masih duduk dengan tenang.

Ya! Sekali lagi, hanya Arnon yang masih duduk tenang sembari menikmati minuman di tangannya. 

“Lucuti saja pakaiannya.” suara sorak bahagia itu datang dari wanita penghibur. 

Giselle semakin panik, ia mengerahkan tenaga mendorong sosok pria yang memegang tangannya.

Sekarang bukan lari keluar, melainkan berlari ke arah Arnon hingga langkahnya yang tak stabil, berakhir membuat Giselle tak sengaja jatuh ke pelukan Arnon.

Grep!

“Tuan!” Noel— kaki tangan itu cukup panik saat ada seseorang yang lancang menyentuh Arnon. 

Noel akan menarik badan Giselle, akan tetapi Arnon sudah lebih dulu mengangkat sebelah tangan membiarkan. 

Semua orang sontak terdiam, nafas mereka tertahan dengan takut. Pasalnya mereka tahu jika Arnon bukan sosok yang mudah disinggung. 

Berbeda dengan Giselle, dia yang setengah sadar memberanikan diri menarik kerah kemeja Arnon. 

“Tolong aku!”

Sepasang manik sayu itu sedang memohon pada Arnon. 

Sungguh mengesankan! 

“Aku mohon selamatkan aku dan biarkan aku pergi.”

Sebelah tangan Arnon terangkat, dia menyentuh bawah dagu Giselle dengan pelan, lalu menekan dagu itu ke atas membiarkan wajah Giselle menengadah. 

Membiarkan mata di antara mereka saling bertukar pandang satu sama lain. 

“Siapa namamu?”

“G-Giselle.”

Seringai Arnon terbit.

“Imbalan apa yang ku dapatkan jika membantumu. Hm?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 34. Kamar Yang Sama

    Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Marley, ketika Marley baru saja membuka pintu apartemen setelah mendengar bel yang berbunyi. Mata Marley terbelalak melihat siapa yang saat ini berdiri dihadapannya. Terlebih lagi terkejut siapa sosok yang berani melayangkan tamparan padanya. “Apa-apaan ini, Marley. Apa kau sepakat untuk mempermainkanku dengan Arnon.” Bella, wanita itu datang tanpa diundang membawa gema kemarahan. Bella mendorong tubuh Marley yang berdiri di tengah pintu, kemudian dia masuk tanpa menunggu persetujuan dari Marley. Bahkan tindakan tersebut lebih cepat dari respon Marley yang terkejut dengan kedatangan Bella yang tiba-tiba. “Bukankah kau mengatakan jika hari ini akan menjadi hari pernikahanmu bersama gadis yang kau cinta. Tapi apa yang kulihat hari ini?!” Bella menekan setiap protes sambil menghempaskan pantat ke sofa. Bella tidak berhenti bicara sampai disitu saja. “Aku justru harus menyaksikan pernikahan pria yang selama ini aku cinta, pria yang ku harap

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 33. Seperti Palu Takdir

    Langkah Giselle menggema pelan di sebuah lorong dengan karpet merah. Di depan sana pastor sudah menunggu kedatangan pengantin untuk mengucapkan sumpah pernikahan.Setiap derap heals beradu dengan bunyi sepatu Arnon seolah menghitung detik yang tersisa sebelum hidup Giselle benar-benar berubah. Gaun itu bergerak anggun, berbeda dengan bahu Giselle yang tegang menahan ribuan pasang mata yang kini menatap penuh tanda tanya terhadapnya.Giselle sadar arti tatapan semua tamu yang memenuhi kursi sisi kanan dan kiri. Bukan hanya pada kebiasaan yang akan dilaksanakan saat sumpah pernikahan. Biasanya pengantin pria akan menanti di depan sana, tapi kini Arnon sendiri yang menggandeng tangan Giselle untuk menguatkan Giselle melangkah. Dan ya! Keheranan itu juga datang karena pengantin pria tak sama seperti bayangan mereka. Bisik-bisik mulai berhembus tanpa bisa dicegah.“Itu Giselle, kan?”“Kita tidak sedang salah masuk ke dalam gedung pernikahan orang lain, kan?“Iya, benar, kau tidak salah

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 32. Pernikahan

    Pagi datang tanpa benar-benar membawa sinar cahaya bagi Giselle.Ia berdiri di depan cermin tinggi masih di dalam kamar dengan nuansa yang sama. Tubuh ramping miliknya sudah terbalut gaun pengantin berwarna gading. Kainnya jatuh sempurna mengikuti lekuk badan Giselle yang ramping. Belum lagi ditambah renda halus menghiasi bahu hingga sebatas dada, seolah gaun itu diciptakan khusus hanya untuk menjadikan ratu bagi Giselle. Namun … pantulan di cermin nampak terasa asing.Perempuan di dalam kaca itu terlihat cantik dan anggun secara bersama. Terlalu cantik untuk seseorang yang semalam hancur berkeping-keping karena sebuah pengkhianatan. Sisa malam bahkan tidak membuat Giselle merasakan ketenangan sama sekali. Ia benar-benar tidak bisa terlelap dalam tidur di sisa malam. ‘Apa keputusan ini sungguh benar?’ ia sedang bertanya pada hatinya sendiri. Mungkin lebih tepatnya, bisa disebut bertarung pada keputusan yang telah diambil dengan terburu-buru. Jari lentik dengan nail art itu naik

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 31. Besok, Akan Menjadi Hari Yang Panjang

    “Tolong, bawa aku pergi.” pinta Giselle menghiba. Permintaan tersebut membuat Arnon menatap Giselle cukup lama. Sorot mata Arnon juga tak berubah, tetap dingin, tetap tegas namun ada sesuatu yang mengeras di rahangnya.Bukan ragu melainkan keputusan yang diambil dalam benaknya.“Baik,” ucap Arnon singkat.Satu kata yang terlontar dari Arnon sudah cukup membuat Marley kehilangan kendali.“Ayah!” seru Marley tak sadar membentak, “Ayah tidak bisa—” dia ingin mengajukan protes namun, Arnon lebih cepat memotong. “Kau sudah terlalu banyak bicara malam ini,” potong Arnon tanpa menoleh. “Dan sudah terlalu banyak menyakiti.”Arnon meraih bahu Giselle saat mengatakan hal tersebut, bukan dengan rangkulan kasar, bukan pula dengan kelembutan yang berlebihan. Pegangan Arnon stabil, meyakinkan seolah berkata ‘Giselle aman sekarang.“Aku akan membawamu pergi,” kata Arnon lagi pada Giselle sambil melirik sekilas pada Marley.Mendengar hal tersebut, Marley yang tidak terima lantas melangkah untuk m

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 30. Arnon, Bawa Aku Pergi...

    "Nona Sofia memang sedang hamil saat ini. Tapi kami sangat menyayangkan bahwa bayi dalam kandungan Nona Sofia tidak bisa diselamatkan. Saya menemukan bahwa Nona Sofia sering mengkonsumsi minuman keras ditambah lagi dengan tekanan yang baru saja beliau alami, membuat kandungannya lemah dan tak mampu dipertahankan." Penjelasan dokter tersebut terasa mendengungkan telinga Giselle. Keterangan tersebut bukan membuat Giselle iba namun, justru membuat Giselle semakin terhantam oleh fakta mengenai Sofia yang memang sedang hamil saat ini. Tubuh Giselle lemas tak bertenaga, matanya memanas karena telah berkaca-kaca oleh genangan air mata. Kenapa mereka harus begitu tega. Apa salahnya selama ini? Giselle bertanya-tanya mengenai kekurangan pada dirinya sendiri hingga harus mendapatkan penghianatan dari orang terdekat. "Giselle, ini bukan salahmu." Septia— dia yang selalu setia mendampingi Giselle kini mengusap punggung Giselle untuk menenangkan

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 29. Hancurnya Di khianati

    "Aku sungguh tidak tahu apa salah Sofia. Kenapa Sofia harus diincar oleh mereka. Apa motif mereka melakukan hal kejam seperti ini." Giselle mengeluh, dia meremas kedua tangan yang telah dingin saat berdiri di lorong panjang rumah sakit.Giselle yang ditemani oleh Septia, kini masih menunggu Sofia yang diperiksa oleh dokter saat sahabatnya itu tidak sadarkan diri beberapa menit yang lalu.Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Malam semakin merangkak naik hingga menyentuh waktu tengah malam, sementara pernikahan Giselle tetap menanti esok hari. Namun masih tidak ada tanda-tanda kapan ia bisa kembali ke hotel. "Giselle, tenangkan dirimu. Dari pada kau berjalan kesana kemari tak tentu. Lebih baik duduk saja dengan tenang dan tunggu dokter yang memeriksa Sofia keluar." kata Septia, saat tak tahan melihat Giselle yang tak berhenti berjalan kesana kemari dengan gelisah. "A-aku tidak bisa tenang, Septia.""Ingat, besok kamu juga harus menikah. Malam ini, kamu justru berakhir di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status