แชร์

Janin di Ujung Luka

ผู้เขียน: Borneng
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-09-04 17:42:41

Siang itu terik luar biasa. Matahari seakan murka, membakar jalanan kota hingga aspal pun menguapkan panas menyengat. Lalu lintas ramai, klakson kendaraan bersahut-sahutan, namun di tengah hiruk pikuk itu, seorang wanita muda duduk diam di bangku taman. Wajahnya menunduk, matanya sembab, jemarinya menggenggam selembar kertas seakan nyawanya bertumpu di sana.

Dia adalah Jifanya.

Baru saja ia keluar dari kafe tempatnya bertemu Bayu—lelaki yang masih saja berusaha menebus kesalahan besar yang tak termaafkan. Tatapan penuh rasa bersalah itu selalu menghantuinya. Tapi Jifanya tidak butuh penyesalan, ia butuh kepastian.

Selembar kertas di tangannya adalah persetujuan tertulis, ditandatangani oleh suaminya sendiri, Kenan. Persetujuan untuk sebuah tindakan pengguguran kandungan. Satu tanda tangan, tanpa banyak tanya, tanpa emosi, tanpa cinta.

Jifanya menunduk, hatinya terasa diremuk. Satu tanda tangan cukup untuk menghapuskan kehidupan. Apakah aku hanya selembar kertas di mata Kenan?

Angin si
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Kepergian yang Mengguncang

    Pagi itu, mentari baru saja merangkak naik, menyinari jendela kamar Dila yang tirainya masih setengah tertutup. Suara burung yang bertengger di dahan mangga terdengar samar, namun hati Dila justru merasa berat begitu ia membuka mata. Ia menguap pelan, lalu meraih ponselnya di meja nakas. Jemarinya yang masih malas menekan layar, membuka aplikasi WhatsApp.Namun pandangannya langsung terhenti pada sebuah status yang tak biasa."Selamat jalan Oma, semoga khusnul khotimah. Aamiin."Status itu ditulis oleh Jifanya.Bola mata Dila membesar, napasnya tercekat. Seakan tubuhnya tersengat listrik, ia sontak duduk tegak.“Apa? Nenek Jifanya meninggal? Innalillahi wa inna ilaihi raji’un,” bisiknya, nyaris tak percaya.Tanpa menunda, ia segera menekan nomor Jifanya. Suara dering panjang membuat dadanya semakin sesak. Hingga akhirnya terdengar suara lirih di seberang sana.“Halo, Kak Dila,” suara itu parau, bergetar, seperti seseorang yang tengah menahan tangis.“Ji... apa benar nenek kamu meningg

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Di Antara Janin dan Kepergian

    Senja baru saja merayap di langit kota ketika Dila, dengan amarah yang ditahan-tahan, menelepon dua pria yang sangat dikenalnya: Kenan dan Bayu. Wajahnya pucat, matanya memerah. Ia meminta mereka segera pulang. Ada hal besar yang harus diselesaikan.Tak lama kemudian, suara langkah kaki menggema di halaman rumah keluarga besar mereka. Kenan tiba lebih dulu, duduk di kursi kayu depan rumah, matanya menatap kosong ke arah halaman, dingin seperti biasanya. Tak berselang lama, Bayu menyusul. Ia hanya menunduk, duduk tanpa kata.Dila menghampiri Kenan dengan emosi yang meledak-ledak. Di tangannya tergenggam kertas yang sudah kusut. Ia melemparkan kertas itu ke dada Kenan."Apa benar kamu menyuruh Jifanya menggugurkan kandungannya? Apa kamu sejahat itu, Mas? Lalu untuk apa kamu menikahinya?" suaranya mengguncang udara petang itu.“Aku... tidak tahu,” jawab Kenan, pelan namun tegas. Ekspresinya tetap datar, namun matanya menyimpan badai.“Pak Kenan, Pak Polisi yang terhormat!” Dila mencemooh

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Janin di Ujung Luka

    Siang itu terik luar biasa. Matahari seakan murka, membakar jalanan kota hingga aspal pun menguapkan panas menyengat. Lalu lintas ramai, klakson kendaraan bersahut-sahutan, namun di tengah hiruk pikuk itu, seorang wanita muda duduk diam di bangku taman. Wajahnya menunduk, matanya sembab, jemarinya menggenggam selembar kertas seakan nyawanya bertumpu di sana.Dia adalah Jifanya.Baru saja ia keluar dari kafe tempatnya bertemu Bayu—lelaki yang masih saja berusaha menebus kesalahan besar yang tak termaafkan. Tatapan penuh rasa bersalah itu selalu menghantuinya. Tapi Jifanya tidak butuh penyesalan, ia butuh kepastian.Selembar kertas di tangannya adalah persetujuan tertulis, ditandatangani oleh suaminya sendiri, Kenan. Persetujuan untuk sebuah tindakan pengguguran kandungan. Satu tanda tangan, tanpa banyak tanya, tanpa emosi, tanpa cinta.Jifanya menunduk, hatinya terasa diremuk. Satu tanda tangan cukup untuk menghapuskan kehidupan. Apakah aku hanya selembar kertas di mata Kenan?Angin si

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Jejak Luka Dalam Rahim

    Malam itu, langit tampak murung. Gerimis jatuh pelan, menimpa genting rumah yang dingin dan sunyi. Udara malam mengandung aroma tanah basah, seakan menjadi saksi bisu atas luka yang mengendap di hati seorang perempuan bernama Jifanya. Dengan langkah letih, ia akhirnya pulang. Ia merasa hidup tidak pernah adil padanya. Dari kecil sudah hidup menderita dan sekarang dia lebih menderita lagi.Tak disangkanya, Kenan—lelaki yang sah menjadi suaminya—sudah berada di rumah. Seketika degup jantungnya berpacu tak karuan. Ada harap yang bergetar di dalam dadanya, seolah malam itu bisa menjadi awal yang baru. Ia ingin menceritakan kabar kehamilannya, berharap meski sedikit, ada pengertian dari sang suami.Namun harapan itu cepat redup. Wajah Kenan tetap datar, sorot matanya dingin seperti danau beku.Di meja makan, hanya ada mereka bertiga: Jifanya, Kenan, dan sang ibu mertua. Meja makan yang seharusnya menjadi ruang kebersamaan, justru terasa lebih dingin dari kuburan. Tatapan sinis ibu mertua m

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Aroma Dosa yang Membekas

    Matahari sore menggantung malas di langit kota. Hawa panas menyisakan gerah yang melekat pada kulit siapa saja yang melangkah di jalanan. Asap kendaraan bercampur dengan debu membuat udara semakin sesak. Namun di bawah rindang pohon kampus yang mulai meranggas, seorang perempuan berdiri mematung. Namanya Jifanya. Tubuhnya tegak, tapi hatinya rapuh. Matanya tajam, penuh bara amarah yang dipendam terlalu lama. Pandangannya tertuju pada seseorang yang baru saja keluar dari gedung fakultas—Bayu.Bayu, lelaki bertubuh tinggi dengan rambut undercut yang disisir ke belakang. Dengan langkah santai, ia mengibaskan jaket yang tersampir di pundaknya. Jemarinya merapikan rambut, sementara tatapannya tertuju pada Jifanya yang menunggunya. Ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu. Tak lagi ia lihat kerudung yang biasanya menutupi kepala Jifanya. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai, wajahnya telanjang tanpa perlindungan. Ada luka di sorot matanya, tapi juga ada keberanian yang asing.Bayu berhenti, me

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Rumah Ini Bukan Untukku

    Pagi yang seharusnya hangat berubah menjadi kabut kelabu bagi Jifanya. Baru beberapa minggu tinggal sebagai menantu di rumah Kenan, tapi rasanya seperti bertahun-tahun dalam penjara dingin tanpa jendela. Setiap langkah yang ia ambil selalu salah di mata ibu mertuanya. Mulai dari cara makan yang disebut kampungan, gaya berjalan yang dianggap tak layak, hingga pilihan pakaian yang dianggap murahan.Rumah besar bercat krem yang dulu tampak megah kini terasa seperti rumah hantu. Bahkan dindingnya seakan ikut menghakimi keberadaan Jifanya. Berat badannya menyusut drastis, wajahnya pucat, dan matanya bengkak karena terlalu sering menangis diam-diam. Tapi semua itu tak membuatnya berhenti berusaha. Ia ingin diterima, diakui, dicintai… meski rasanya mustahil.Suatu pagi, keTina Jifanya membantu Bi Jum di dapur, suara tajam itu kembali mengiris telinganya.“Kamu harusnya ganti pakaian bersih dulu sebelum ke dapur,” ucap ibu mertua Jifanya dengan nada dingin dan menuduh.“Saya sudah mandi tadi

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status