Share

Chapter 4

Author: angeelintang
last update Huling Na-update: 2021-08-16 03:04:33

“Fio?”

Gadis cantik yang sedang berdiri dengan satu tangan memegang tali tas selempangnya itu menatap Rey dengan tatapan penuh harapannya. “Apa kamu tahu kemana Bian? Tolong bantu aku, Rey!” tanpa berbasa-basi Fio bertanya dan memohon.

Rey berjalan mendekat dan meraih pergelangan tangan Fio. Dia membawa Fio pergi dari lapangan basket sekolahnya.

“Lepaskan aku, Rey!” Fio menarik tangannya.

Gagal. Rey lebih kuat dari dirinya. Fio menghela nafasnya dalam dan berjalan dengan malas mengikuti kemana Rey pergi.

“Kita bicara di tempat lain,” kata Rey tegas.

“Sudah! Lepaskan aku! Aku hanya minta bantuanmu, kalau kamu tidak bisa bilang saja!” Fio setengah berteriak.

“Di lapangan banyak orang, apa kamu tidak bisa lihat?” Rey melepaskan tangan Fio begitu mereka sampai di koridor kelas yang sepi.

Fio menatap Rey dengan wajah memerah. “Aku tidak peduli! Aku kesini hanya untuk mencari Bian,” Fio menatap ke arah lapangan basket. “Aku bodoh karena meminta putus darinya,” suaranya berubah menjadi lirih.

“Teman-temanku sudah tahu kalau kalian putus, apa kamu mau jadi bahan omongan mereka karena kamu masih terus mencari Bian setelah kalian putus? Lagipula jangan menyesali apa yang sudah menjadi pilihanmu, semua pilihan ada risiko yang harus di tanggung,” Rey bersedekap.

Fio menatap Bian dengan tajam. “Tidak penting! Aku hanya ingin bertemu dengan Bian, bisakah kamu memberitahuku kemana Bian? Aku hanya butuh informasi itu,” mata Fio meredup.

“Dengarkan aku!” Rey memegang kedua bahu Fio. “Jangan hanya karena Bian kamu jadi kehilangan harga diri seperti ini, mencari Bian hanya untuk memintanya kembali padamu, hmm?” Rey mengungkit obrolan mereka di telepon semalam.

Jantung Fio seperti meluruh sampai ke kakinya. Matanya dipenuhi selaput bening yang berdesakan ingin turun membasahi pipinya yang mulus. Mata Rey yang tadinya menatap Fio dengan tajam kini berubah sendu. Dia menarik Fio ke dalam dekapannya.

“Aku rindu Bian, Rey.”

“Fi, jangan begini.”

“Kamu tidak akan tahu rasanya jadi aku, sakit sekali sampai aku merasa tidak pernah siap kalau seandainya dia memilih melupakanku,” Fio memukul dada Rey tanpa tenaga.

“Aku bahkan sudah lebih dulu merasakan patah hati dari pada kamu,” Rey terdengar sangat tenang. “Aku sudah lama menunggumu dan hari yang aku nanti ternyata tidak pernah tiba untukku, kamu masih sibuk dengan Bian, sementara aku?” Rey tersenyum miris. “Aku masih seperti orang bodoh yang kemarin mencoba melepaskanmu tapi tidak pernah benar-benar ikhlas untuk itu,” mata Rey memerah menahan sesak yang menghimpit dadanya.

“Kenapa kamu mengatakan hal ini lagi? Aku minta maaf, aku tidak bisa berbohong dan mengabaikan keberadaan dia yang tidak pernah mau pergi dari hatiku,” Fio terisak pilu.  

Rey menepuk punggung Fio dengan pelan. “Aku tahu, semuanya hanya masalah waktu, Fi.”

“Dan bisakah kamu melihatku mulai saat ini?” batin Rey merana. “Hanya padaku, Fi.” Sesak yang Rey benci tapi juga dia nikmati datang menyerang tanpa ampun.

Fio menggelengkan kepalanya. “Aku tidak bisa diam dan menunggu sampai kami bertemu kembali, aku hampir kehilangan akal setelah beberapa hari kami putus,” Fio terisak lirih. “Rasanya aku bukan aku lagi setelah dia pergi, aku seperti menjadi orang lain yang menutupi rasa kehilangan dan kesepian dan senyum palsu, aku tidak menyukai ini semua, Rey.”

Rey mengeratkan pelukannya. “Masih ada aku di sini, teman baikmu,” Rey tersenyum kecut. “Bahu yang dulu kamu harapkan bisa menjadi tempatmu bersandar sudah memilih melepaskan kamu dan kamu juga harus melepaskan dia supaya hidupmu bisa terus berjalan dengan baik, Fi.”

Fio menggelengkan kepalanya di dalam dekapan Rey. “Aku sudah mencobanya dan sayangnya aku gagal, aku bahkan tidak ingin melakukan hal-hal yang sebelumnya sangat aku sukai, aku kehilangan arah.”

“Kamu hanya belum terbiasa, Fi,” Rey melepaskan pelukannya dan menatap wajah Fio yang sudah bersimbah air mata. “Bersabarlah sebentar lagi, hmm? Semuanya akan kembali seperti semula sebelum Bian datang ke hidupmu,” Rey menangkup kedua pipi Fio.

Fio menunduk dan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Bagaimana kalau semuanya semakin memburuk? Aku tidak mau,” Fio merengek.

“Lalu maumu seperti apa? Kamu sudah bukan anak TK lagi yang harus merengek karena baru saja putus cinta,” Rey berkata dengan tegas.

“Aku bahkan tidak tahu apa yang aku mau sekarang,” Fio menggigit bibirnya dengan gelisah. “Tapi setidaknya, aku bisa melihatnya, setidaknya…” Fio menghembuskan napasnya. “Setidaknya kami bisa berteman lagi, kan? Tapi dia memilih menghilang begitu saja seolah-olah aku tidak pernah menjadi seseorang yang dekat dengannya,” Fio menghirup udara sebanyak mungkin.

“Teman? Benarkah?” Rey tersenyum miring. “Setelah kamu bertemu dengannya lalu apa? Kamu ingin dia kembali padamu?” Rey meremehkan. “Bisakah kamu menyerah untuk hal bodoh seperti meminta mantanmu kembali?!”

Fio mengepalkan tangannya. “Baiklah, aku memang ingin dia kembali padaku, tapi kalaupun tidak bisa setidaknya aku ingin tetap bisa berkomunikasi dengannya, aku ingin tahu kabarnya, aku akan menunggu seperti sebelumnya,” Fio berkata dengan nada menggebu. “Kamu sudah gila!” Rey mencemooh.

“Aku memang sudah gila, aku mencintainya dan aku bodoh karena masih berharap dia akan memintaku kembali padanya,” dada Fio terlihat naik turun karena rasa kesal yang menderanya. “Kalau kamu tidak bisa membantuku, diamlah! Aku akan mencari Bian dengan caraku sendiri!” setelah mengatakan semua yang ada di pikirannya, Fio kemudian melangkahkan kakinya menjauh dari Rey.

Rey menatap Fio yang kini sudah berjalan meninggalkannnya dengan pandangan kosong. Kakinya terasa lengket dengan lantai. Dia ingin mengejar Fio tapi sepertinya Fio sedang tidak membutuhkan apapun darinya. Rey meninju udara dengan rahang mengetat.

“Sulit sekali melupakan kamu, Fi.” Usai berkata dengan lirih, Rey kembali menuju lapangan basket dengan sedikit berlari.

***

Fio duduk di teras rumahnya begitu sampai. Suasana sepi sangat terasa menambah sesak di dada Fio. Kilasan-kilasan memori yang terlintas di kepalanya membuatnya merasa kehilangan dan juga kesepian. Dia menatap sekitarnya. Ada banyak bayangan Bian di sana-sini.

“Huh!” Fio menghembuskan napasnya melalui mulut.

Dia mengambil kertas dari dalam tasnya dan membaca kembali tulisan yang ada di sana. “Apa ini alamat kamu, Bi?” Fio bergumam.

Dia menatap hamparan rumput di halaman rumahnya. “Bisakah kamu menungguku sebentar, Bi? Aku takut waktuku tidak banyak, aku takut kamu tidak mau menungguku, aku…” Fio tidak sadar sudah terisak lirih. “Aku bahkan takut kalau kita tidak bisa bertemu lagi,” Fio mengusap kasar air mata yang sudah jatuh ke pipinya.

Gadis itu mencoba mengendalikan dirinya. Dia mengambil napas dan membuangnya dengan perlahan. Fio mengulanginya beberapa kali hingga dia merasa sudah baik-baik saja.

“Baiklah, aku tidak akan tahu sebelum datang ke alamat ini,” Fio berdiri dan menggenggam kertas di tangannya dengan erat kemudian masuk ke dalam rumahnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
hada Hada
hah..cerita yang aneh fio sendiri yg mutusin bian fio sendiri yg kelabakan . aneh
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 103

    Bian menjalani hari-harinya dengan sepi. Bukan karena dia tidak memiliki teman tapi karena dia yang memilih menarik diri dari pergaulan. Entah sampai kapan, Bian tidak tahu. Dia butuh ruang dan waktu untuk menyendiri. Memikirkan masa depannya yang kini dipenuhi oleh bayangan utang kepada ayah Prisa.Tidak sedikit baginya tentu saja, mengingat biaya pengobatan adiknya yang juga tidak bisa dibilang murah. Bian sudah berusaha sampai dia menggadaikan harga diri dan cintanya. Sampai dia harus menjadi seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Anak muda yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu harus bersedia menghapus mimpinya untuk bisa hidup bersama seseorang yang ia cinta suatu hari nanti.Tapi sepertinya itu tidak lagi menjadi masalah besar baginya, karena Prisa dengan senang hati memberikan jalan untuknya. Sesuai kesepakatannya dan ayah Prisa, hubungan yang selalu didambakan oleh gadis itu hingga membuatnya menjadi orang yang egois akan berakhi ketika Prisa terbukti berk

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 102

    “Brengsek!” Pemuda itu melepaskan gagang pintu yang ia genggam.Dia bergerak mundur disertai dengan senyuman kecut yang kini menghiasi wajahnya. Wajah gadis itu terlihat pucat. Tangannya mencengkram erat selimut yang membelit tubuh telanjangnya. Sementara seorang pemuda lain terlihat buru-buru memakai celananya kembali.Bian terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala tak percaya. Dia datang dengan membawa makanan dan obat demam untuk kekasihnya. Setelah tiba di kota Jogja, dia mendapatkan kabar bahwa Prisa sedang sakit. Dia datang dengan membawa apa yang ia pikir dibutuhkan oleh gadis itu tanpa mengabari terlebih dulu.Ia pikir, Prisa akan senang dengan kedatangannya yang pasti akan mengejutkan dan perhatian yang ia berikan kepada gadis itu. Tapi, justru Bian yang terlihat terkejut dengan kejadian yang membuatnya cukup muak.“Bian, tunggu!” teriak gadis itu dengan wajah panik luar biasa.Prisa bangun dari atas ranjang dan berlari mengejar Bian yang sama sekali tidak mengindahkan pangg

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 101

    Fio berdiri di depan teras rumahnya yang sekarang terasa asing baginya. Setelah acara pemakaman Nara selesai, dia tak langsung pulang. Gadis itu membantu Ningsih mengurus acara tiga harian terlebih dahulu. Sampai malam menjelang, Fio masih bertahan di sisi Ningsih yang akhirnya memperlihatkan ketidakberdayaannya sebagai seorang manusia biasa. Wanita paruh baya itu sesekali meneteskan air mata meski tidak diiringi dengan isak tangis. Tapi, Fio tahu bahwa di dalam hati Ningsih semuanya terasa begitu berat dan nyaris tak mampi ia topang.“Kenapa tidak masuk?”Fio menoleh. “Kamu masih di sini?” Fio terkejut dan segera menatap motor Bian yang ternyata masih ada di luar pagar rumahnya.Bian mengangguk. “Aku baru saja akan pergi tapi aku lupa mengatakan sesuatu padamu.”Fio mengerutkan kening dalam. “Apa?” tanyanya.Di bawah langit tanpa bintang, Bian menatap Fio dengan wajah sendunya. Dia menghela napas dalam dan menunduk sejenak. Pemuda itu terkekeh pelan.“Lucu sekali, ya? Sejauh apapun k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 100

    Malam itu benar-benar menjadi malam terakhir Bian mengobrol dengan Fio. Gadis itu tidak mau lagi membuka akses untuknya meski hanya untuk menyapa. Hal itu terbukti saat Bian tanpa sengaja berjumpa dengan Fio di kantin kampus. Bian yang sudah menyiapkan diri untuk sekedar tersenyum dan menyapa Fio mengurungkan niat kala dia melihat Fio memilih menundukkan kepalanya supaya tidak perlu menatapnya. Bian bertahan dengan kebimbangan hati yang masih menyelimutinya. Dia terus menemani Prisa hari demi hari meski tidak ada satu hari yang ia lewati tanpa teringat semua kenanganya bersama Fio. Dia menguatkan hatinya. Dia terus membisikkan satu kalimat yang berhasil membuatnya menguatkan pundaknya lebih dari sebelumnya. Semua demi Ibu dan adikku. “Halo?” Suara pria itu terdengar seiring dengan langkah kakinya yang semakin pelan. Isak tangis dari seberang telepon berhasil membuat detak jantungnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia membeku di tempat saat ibunya mengatakan hal yang paling ia

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 99

    “Tidak semudah itu, Fi!” sahut Bian dengan wajah tak terima. “Aku tidak mungkin membuat kamu ikut memikirkan masalahku sementara aku tahu kamu juga punya masalahmu sendiri,” lanjut pemuda itu. Fio hanya diam. Dia hanya mampu menghela napas berat. Semuanya sudah terjadi dan tidak akan pernah bisa diputar kembali. Tidak ada yang bisa Fio lakukan selain pasrah dengan fakta yang ia dapatkan. “Sudahlah! Sepertinya juga tidak ada gunanya kita berdebat,” ucap Bian. Fio mengangguk mengerti meski hatinya terasa sesak. “Bian?” panggil Fio. Bian menoleh. “Hm?” “Setelah malam ini, aku mungkin tidak akan pernah memberikan kamu kesempatan lain lagi. Jadi, Bi…” Fio tidak berani menatap mata mantan kekasihnya meski hanya lima detik saja. “Kembalilah kepada dia yang sudah kamu pilih. Aku akan menemukan bahagiaku sendiri jadi kamu juga harus bahagia.” Setelah mengatakan kalimat itu, Fio bergegas berdiri di depan pintu dan meminta Bian untuk pulang secara baik-baik. Baginya, dia tidak bisa lagi mem

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 98

    Setelah selesai makan, Bian dan Fio hanya saling diam. Fio merasa tidak ada hal penting yang harus ia katakan kepada Bian. Sementara Bian, pemuda itu ingin sekali mengatakan hal yang sebenarnya pada mantan kekasihnya. Di perjalanan menuju ke kos Fio, Bian memikirkan hal di luar nalarnya selama ini. Taruhannya sangat besar dan dia bisa saja menyesal di kemudian hari.Tapi, dia tidak akan pernah tahu jika mencoba sesuatu mungkin akan mendatangkan hal yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bian meneguk ludah dengan pandangan yang ia alihkan kepada gadis cantik bernama lengkap Fiona Ruby Cantika itu.“Fi,” ucapnya serupa bisikan.Suaranya seperti malu-malu untuk keluar. Bian gugup dan juga bingung bagaimana harus memulai pembicaraannya. Dia hanya tersenyum saat Fio menoleh dan menatapnya dalam diam. Gadis itu menunggu kalimat yang hendak Bian lontarkan kepadanya.“Aku ingin bicara sesuatu kepadamu.” Bian memantapkan hatinya. “Tapi…” dia menggantung ucapannya. “Mungkin apa yang akan aku bic

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status