Degup nafas Claire semakin cepat dan bulu kuduknya berdiri, apalagi saat Mada berbisik pelan. “Kau mencariku, kan? Kenapa saat aku muncul, kau malah takut?”
Suara itu sedikit menggema dan terdengar sangat berat, beda dengan suara Mada yang cenderung serak basah.
Claire menarik nafas dalam-dalam sebelum melakukan mengambil satu langkah mundur.
Antara takut dan khawatir akan keselamatannya, dia coba menyindir. “Kau mau melihatnya? Menjijikkan sekali kalau milikku dilihat satpam sepertimu!”
Mada tidak menjawab.
Tangannya merangul pundak Claire dan membawa wanita itu kembali mendekat. Dengan satu sentakan, bra hitam itu terlepas. Dada Claire terhempas bebas, penuh dan bulat, putingnya keras berdiri.
Kemudian tangan Mada bergerak cepat ke pinggang Claire, siap menanggalkan sisa kain tipis yang masih melingkar di lengan kanan Claire.
Saat Mada mau melepas semua pakaian Claire,
tiba-tiba…
Drrrttt!
Getaran ponsel di meja membuat tubuh Mada berhenti seketika. Aura Zero seketika memudar ketiak Claire membentak orang yang ada di ujung telepon.
“Louis.” Ia mengangkat telepon. “Apa lagi?” suaranya datar.
Mada kembali sadar. Dia bingung, kenapa miliknya terasa sangat keras dan juga besar. Dia kemudian melihat Claire. Ada sesuatu yang menonjol di balik gaun hitamnya itu. Saat menoleh ke bawah, dia melihat brenda hitam jatuh. “Hah, aku yang melakukan ini? Kapan?”
“Kau ingin aku tanda tangan? Kembalikan dulu semua hartaku yang sudah kau rampas,” kata Claire, dia sudah berada di depan TV. “Aku bukan dompetmu, dasar mokondo!”
Claire terdiam beberapa detik, mendengarkan, lalu tertawa pendek tanpa humor.
“Kau lupa? Rumah ini atas namaku sebelum kau ubah. Perusahaan kecilmu itu hidup dari suntikan dana dan nama besarku. Cih, jangan coba-coba mengancam!” Napasnya meninggi. “Kau pikir aku sendirian? Kau kira aku tak bisa mencari penggantimu?” “Kau kira aku takut? Kau kira dengan harta dan kekuasaanmu aku mundur? Tidak. Wanita sepertiku tidak akan mundur hanya karena ancaman darimu,
Claire terdiam beberapa saat, sebelum kalimat terakhirnya keluar. “Aku akan membalasmu, tunggu saja! Bukan cuma aku, akan ada satu orang lain yang akan membalas semua kekejianmu!?"
Mada tersentak dengan ucapan itu.
Dia kemudian mengingat satu nama, Louis!
Sambungan putus.
“Maaf.” Satu kata itu seperti retakan di dinding batu. Claire berdiri kaku satu detik, lalu meraih Mada. Pelukannya kuat, kali ini tidak dibarengi nafsu.
Dagu Claire menyentuh bahu Mada, kulitnya hangat.
Hanya ada napasnya yang pendek-pendek, terkendali, lalu pelan-pelan memanjang.
Claire sengaja tidak mengungkap kalau Mada memiliki alter ego lain yang hanya bangkit di saat-saat tertentu karena Mada tidak menyadarinya. Dia siap menunggu enam bulan lagi, setidaknya sampai terapi Mada benar-benar selesai.
Terapi itu mungkin tidak sepenuhnya menjamin ingatan Mada sebagai Zero kembali.
Namun, sejak Mada melakukan terapi, alter ego-nya mulai muncul di momen-momen terdesak.
Pun karena terapi itu juga, jiwa Zero semakin sering muncul.
Claire sudah mengeluarkan triliunan uang untuk menjalankan terapi rahasia ini agar tidak ada seorang pun yang tahu. Sampai ketika, dia ketemu Sofia, wanita dari Leviathan Army yang mengabari kalau Mada adalah atasannya dulu di Leviathan. Awalnya Claire ragu, tapi Claire setuju untuk memasrahkan Mada pada dokter titipan Sofia.
Claire kemudian berjanji akan membantu Mada balas dendam setelah ingatannya kembali.
Dia siap ambil resiko.
Ketika ingatan Mada kembali, otomatis Mada akan melupakannya karena dia adalah Zero. Dia siap kehilangan. Dia siap dilupakan. Dia siap melakukan itu semua asal Mada bisa mengembalikan jiwa Zero-nya. Dia siap berkorban apapun untuk Mada karena dia melihat Mada adalah orang yang tulus dan sangat menyayangi Fasya, sementara Fasya adalah sosok yang paling berarti dalam hidup Claire.
“Mulai besok,” kata Claire pelan, “Kau ikut denganku. Kita belanja. Kau akan kuberi pakaian pantas dan mobil bagus. Ini kartuku. Kau bisa gunakan untuk masuk ke Seena Center besok. Gunakan itu juga untuk membeli barang-barang mewah. Saldonya tidak terbatas!”
“A-apa ini?” Mada memandangi kartu hitam bersepuhkan naga
“Dan satu lagi,” Claire menahan, ujung senyumnya naik. “Kau tidak akan menyebutku ‘Nona” lagi.”
Mada mengangguk. “Claire.”
Kesepakatan pun dibuat, mereka resmi bekerja sama untuk satu tujuan, yaitu balas dendam dan menjadikan Mada penguasa yang sesungguhnya!
Madak kemudian pamit, meninggalkan rumah mewah itu. Dia tidak menoleh ke belakang. Dia takut, melihat Claire yang masih separuh telanjang membuat gairahnya bangkit lagi. Tanpa berbicara lagi, dia kembali ke pos satpam.
Sore ini dia ada janji dengan Romi karena Romii meminta bantuannya mengangkat barang-barang yang dipesan rumah 245 di Blok B. Total ada empat orang yang ikut angkut barang. Romi, Mada, dan dua rekan satpam lain yang lebih senior dari Mada.
Sepanjang jalan menuju pos, dia terus kepikiran tentang Claire, sampai suara Pak Romi menyadarkan lamunannya.
"Heh, kamu diapain sama Bu Claire?" Pak Romi kemudian menanyai Mada berbagai macam pertanyaan. “Kamu dikasih uang berapa? Eh, apa dikasih jatah? Hahahaha. GImana? Sexy banget, kan? Aku yang biasa lihat perempuan cantik di sini aja, ngakuin kalau cantiknya Bu Claire ga ada tandingan. Sumpah!”
“Nggak ada uang, nggak ada jatah!”
“Hah! Kamu itu bodoh ya!” Pak Romi sedikit kesal mendengar pengakuan Mada. “Aku yang membantunya menata empat mobilnya saja diberi 10 juta, apalagi kau yang menolong Bu Claire di taman. Harusnya bisa 20 juta!”
“Nggak, Pak, aku nggak dapat!”
“Ohh gitu, jadi kau nggak incer uang? Buat apa kamu kerja? Gajimu jadi satpam di sini cuma 5 juta saja. Dasar laki-laki ga tahu diri! Dikasih uang setara 4x gaji malah nolak. Tahu gitu aku yang berangkat dan terima uangnya!”
“Udahlah, Pak, nggak usah dibahas.” Mada kesal sendiri. Di tengah pikirannya yang berkecamuk tentang apa yang terjadi di rumah Claire, dia makin pusing karena Romi terus mempertanyakan hal-hal yang tidak perlu.
Mereka kemudian pergi ke rumah 245 di Blok B. Pekerjaan angkut barang itu dilakukan kurang lebih dua jam. Saat pembagian upah, Pak Romi memasrahkannya pada Bayu dan dia pulang lebih dulu karena istrinya menelepon.
Upah yang diberikan adalah 8 juta, dibagi empat orang. Harusnya, Mada mendapat upah dua juta, tapi entah kenapa Bayu hanya memberinya 500 ribu.
Ketika protes, Mada malah mendapat hinaan dari Bayu, teman satpam Mada yang sudah dua tahun bekerja.
“Satpam baru, jangan harap kamu minta jatah lebih!” Bayu mendorong Mada, badannya terjengkang dua langkah ke belakang.
“Benar kata Pak Bayu, kau itu harusnya sadar diri. Masa baru enam bulan kerja minta bayaran sama dengan kita.” Chandra, satpam lain yang lebih senior dari Bayu, ikut mengomentari. “Masih untung kita mau ngasih bagian!”
“Aku kerja lebih keras. Aku angkat dua kursi sendiri, TV dua, AC tiga, laci enam. Kenapa aku dapat 500 ribu aja? Waktu aku kerja, kalian malah duduk santai sambil ngerokok. Ga adil!”
“Heh, jaga mulutmu!” Chandra berdiri. Rokok yang baru dihisap separuh, langsung dimatikan. “Berani ya, nantang kita? Bayu, ayo kita kasih pelajaran satpam baru ini!”
Bayu memiting Mada, sedangkan Chandra sudah siap dengan tangan mengepal. Sebelum pukulan itu melayang, suara wanita terdengar melengking. “Lepaskan dia. Sampai kalian berani mengganggunya lagi, kalian dipecat!
Tato seekor naga dengan sepuhan emas di segala sisinya.Tato kebanggaan yang hanya dimiliki tentara khusus Leviathan Army.Siluet kegelapan yang membelit tulang punggung, bersisik keemasan, dengan mata menyala.Ujung ekornya menusuk ke bawah belikat, kepala naga menganga di dekat bahu.Gigi-giginya tajam, lidahnya bercabang.Dunia tiba-tiba mengecil.Mada menghembuskan nafas.Dia sendiri lupa, kapan dan di mana dia membuat tato itu.Dia hanya ingat satu kata.Robby mundur selangkah. “A-apa itu…?”Nabila menelan ludah. “Tato? Sejak kapan kau—”Beberapa saat kemudian, angin sepoi berhembus.Woosh!Woosh!Udara di apartemen Mada berubah semakin dingin.Mada menunduk, pandangannya masih menatap serpihan baju yang robek di lantai. Saat mendongak, Robby kaget hingga terjengkang dua langkah ke belakang. Mata Mada berubah hitam sedikit merah dan aura tubuhnya membuatnya bergidik ngeri.Nabila yang masih belum paham perubahan tubuh Mada, menyuruh Robby segera mengusir laki-laki itu. "Apa yang
Suara laki-laki itu samar, berat, dan santai. “Santai, Bil. Tenang. Dia satpam, kan? Katamu dia lembur juga. Paling juga kecapean, langsung tidur di pos. Dia ga bakal pulang. Udah, diem aja. Enak, kan?”Suara Nabila menyahut tumpul di sela tawa pendek. “Ssst… Robby, jangan sebut dia. Nanti mood-ku hilang.”Robby.Nama yang tidak asing di telinga Mada.Mada memutar telapak tangan, kemudian mengepalkannya kuat-kuat. Ingin sekali dia langsung menendang pintu kamar mandi, tapi dia masih ingin tahu, apakah cinta Nabila tulus atau tidak. Ia ingin tahu bagaimana sifat asli Nabila selama ini, apalagi Mada sudah menyiapkan cincin tunangan.Percakapan itu semakin membuat hati Mada memanas.“Gimana berkas pengajuan kerjamu?” tanya Robby. “Kalau kamu ikut aku, aku bisa taruh namamu di Marketing bagian event nasional. Komisi mengalir, bonus melimpah.""Aku masih belum tau. Mada pasti marah kalau aku kerja marketing, apalagi sampai harus nginep sama laki-laki.""Ayolah, Nabila, kamu mau sampai kapa
“Bu-Bu Claire,” lirih Chandra. Keringat dingin mengucur di punggungnya.“Bu, ini bukan seperti yang ibu pikirkan.” Bayu ikut membela diri.Chandra dan Mada saling tatap, kemudian mengangguk paham. Chandra maju satu langkah, dia berdiri di hadapan Bu Claire sembari membungkuk, diikuti Bayu yang melakukan hal sama.Beda dengan Mada, dia hanya berdiri mematung. Menurutnya, aneh sekali dua satpam ini membungkuk di depan Bu Claire.“Heh anak baru, cepat beri hormat!” Bayu memukul kepala belakang Mada dan memaksanya membungkuk.“Bu Claire, maafkan anak baru ini. Kita sudah mengajarinya tata krama dan SOP satpam di sini untuk memberi hormat ke semua penghuni rumah 301-310 di Blok A. Maafkan saya, Bu, saya gagal mendidik anak baru.”Mada tahu, Chandra hanya cari muka di hadapan Claire.Dari cerita Pak Romi tadi, Mada paham motif Chandra cari muka adalah karena Claire suka bagi-bagi uang untuk satpam. Itu juga yang jadi alasan kenapa dia sangat disegani di komplek ini.“Heh, kamu tuli apa? Cep
Degup nafas Claire semakin cepat dan bulu kuduknya berdiri, apalagi saat Mada berbisik pelan. “Kau mencariku, kan? Kenapa saat aku muncul, kau malah takut?”Suara itu sedikit menggema dan terdengar sangat berat, beda dengan suara Mada yang cenderung serak basah.Claire menarik nafas dalam-dalam sebelum melakukan mengambil satu langkah mundur.Antara takut dan khawatir akan keselamatannya, dia coba menyindir. “Kau mau melihatnya? Menjijikkan sekali kalau milikku dilihat satpam sepertimu!”Mada tidak menjawab.Tangannya merangul pundak Claire dan membawa wanita itu kembali mendekat. Dengan satu sentakan, bra hitam itu terlepas. Dada Claire terhempas bebas, penuh dan bulat, putingnya keras berdiri.Kemudian tangan Mada bergerak cepat ke pinggang Claire, siap menanggalkan sisa kain tipis yang masih melingkar di lengan kanan Claire.Saat Mada mau melepas semua pakaian Claire,tiba-tiba…Drrrttt!Getaran ponsel di meja membuat tubuh Mada berhenti seketika. Aura Zero seketika memudar ketiak
“Fa-Fasya. Ini ibuku! Bagaimana Bu Claire bisa punya foto ibuku? Dia yang merawatku selama dua tahun ini. Dia juga yang menyelamatkanku dari insiden, meski aku tidak tahu apa insiden yang menimpaku.” Mada terengah-engah dengan nafas tak beraturan.“Aku tahu semua rahasia tentangmu. Aku juga yang selama ini membiayai terapi ingatanmu.” Claire mendekati Mada, dia juga jaga jarak karena memiliki feeling kuat bahwa akan ada sesuatu besar terjadi.Mada akhirnya tahu, kenapa Claire benar-benar menginginkannya datang. Ternyata dia yang selama ini berjasa dalam hidupnya. Namun, Mada tidak merasa hutang budi. Dia hanya merasa berhutang nyawa pada Fasya. Tapi ketika Claire tahu siapa pembunuh Fasya, maka Mada tidak bisa diam saja. Dia harus membalas!“Sial, katakan di mana dia!” bentak Mada.Woosh!Woosh!Mada berubah.Matanya menatap tajam ke arah Claire. Bola mata hitam pekat itu mulai memunculkan sorot pembunuh.Aura tubuh Mada yang mulanya hangat, berubah dingin dan menyeramkan. Tubuhnya pu
Mada tidak pernah menyangka, jadi satpam di komplek elit justru mempertemukannya dengan Claire, CEO super kaya sekaligus istri konglomerat yang terkenal cantik dan misterius.Siang itu, baru saja ia duduk di pos jaga kompleks perumahan elit Waston, ketika suara ketua keamanan memanggil.“Mada! Sini sebentar!” seru Romi, pria setengah baya dengan rambut disisir rapi ke belakang, rokok menempel di bibirnya. “Kamu dipanggil Bu Claire. Kemarin dia pingsan pas jogging, kan?”Ternyata wanita cantik kemarin.Ah.Tubuh moleknya masih terngiang-ngiang di kepala Mada, apalagi saat membopong Claire dan posisi kepalanya tepat berada di antara dada dan perut Claire.“Aku ingetin, perempuan-perempuan cantik di sini, harganya mahal! Kesibukan mereka suka cari hiburan lain. kamu masih muda, ganteng, badan bagus, mereka pasti ngiler!”Mada mengangguk, lalu mengambil kartu akses masuk Blok A karena hanya satpam senior yang mendapat kartu itu.Rumah nomor 301 berdiri di ujung blok A, menjulang dengan ar