LOGINBenda yang jatuh adalah gelas yang dipegang Sarah. Saat dia hendak melihat siapa yang datang karena kedua putrinya berbincang cukup lama, dia tanpa sengaja mendengar berita tentang Nathan yang ditemukan. Hal itu membuatnya sempat gemetaran dan lemas beberapa saat hingga gelas yang digenggamnya terlepas.
Alana dengan cepat menoleh ke arah ibunya, “Ada apa, Bu, apa yang terjadi?” Namun Sarah sama sekali tak menanggapi pertanyaan putrinya. “A... apa, apakah kalian benar-benar menemukan Nathan? Apakah dia baik-baik saja?” ... Lima tahun yang lalu. Sore hari di tanggal 29 Desember 2019. Norman baru saja membawa Nathan dan kedua sepupu kembarnya kembali dari sekolah. Setelah itu Norman mempersiapkan segala keperluan untuk keberangkatannya berlayar malam ini. “Kak Norman, kau harus hati-hati saat berlayar. Ingat untuk menelponku saat kakak kembali, dan kakak tidak boleh pergi terlalu jauh. Sebelum tahun baru kakak sudah harus berada di rumah,” pesan Sarah pada kakak iparnya itu. Belum sempat Norman menjawab, tiba-tiba ponsel miliknya berdering, dan Norman pun segera mengangkatnya. “Halo Kevin, ada apa? Aku baru saja akan berangkat.” “Man, maafkan aku... mungkin kali ini kita gak jadi berlayar. Kamila saat ini sedang kontraksi, Man, anak yang sudah aku tunggu-tunggu selama belasan tahun akan segera lahir. Jadi bagaimana bisa aku meninggalkan momen sepenting itu? Tapi Man, jika aku tidak berangkat berlayar, aku juga tidak tahu bagaimana cara membayar biaya persalinan istriku. Aku sangat bingung, Man,” suara penuh penyesalan dan kebingungan Kevin sahabatnya terdengar dari seberang telepon. “Vin, tenang dulu. Kau tidak perlu khawatir. Untuk biaya persalinan Kamila, kamu bisa pakai tabunganku dulu. Soal berlayar... mungkin aku akan berangkat sendiri. Sayang jika orderan yang sudah kita terima dibatalkan begitu saja.” “Tapi Man...” “Sudahlah, jangan banyak tapi. Kau jaga saja Kamila istrimu dan juga calon buah hati kalian.” “Terima kasih, Man. Kau memang saudara terbaikku. Kau harus hati-hati saat berlayar, Man. Aku akan tutup dulu teleponnya, sepertinya Kamila memanggilku.” “Baiklah, sampaikan salamku pada istrimu,” ucap Norman sambil mengakhiri panggilan itu. “Bagaimana, Kak? Kevin bilang apa?” “Dia bilang Kamila akan segera melahirkan, jadi dia tidak bisa ikut berlayar. Jadi aku akan berangkat sendiri.” “Kak Norman, apa tidak sebaiknya kakak tunda dulu beberapa hari sampai anak Kevin lahir, baru kalian berangkat?” saran Sarah dengan wajah yang tampak khawatir. “Tidak bisa, Sar. Orderan yang masuk tidak bisa menunggu selama itu. Lagi pula ini adalah anak pertama Kevin, aku tidak mau memaksanya untuk meninggalkan istri dan anaknya begitu cepat. Mereka memerlukan waktu untuk merawat anak mereka bersama-sama.” Mendengar jawaban Norman, akhirnya Sarah hanya bisa pasrah. Dia yakin apa pun yang dia katakan sekarang tidak akan bisa menghentikan kakak iparnya itu untuk tetap berangkat. Saat itu Nathan yang baru saja selesai bermain dengan Alana dan Alena tiba-tiba masuk dan mendengar percakapan ayah dan bibinya. “Ayah, kenapa ayah tidak bawa aku saja? Lagi pula sekolah sudah diliburkan sampai tahun baru nanti, jadi aku bisa mengisi liburanku dengan ikut melaut bersama Ayah,” pinta Nathan. “Jangan, Nak. Kau tinggal saja di rumah bibimu bersama Alana dan Alena,” jawab Norman. “Kak Norman, aku rasa saran Nathan ada baiknya, Kak. Daripada kau pergi sendiri, kan lebih baik Nathan ikut, jadi dia bisa dapat pengalaman dan kakak juga jadi ada teman. Tapi ingat, kalian harus hati-hati.” “Benar Ayah, aku akan mencarikan sendiri bintang laut untuk Lena,” imbuh Nathan. “Benar ya Kak Nathan, tapi Lena tidak ingin Kak Nathan pergi,” ujar Lena dengan tidak rela. “Tentu saja, Kakak berjanji akan membawakan bintang laut yang indah untuk Lena.” “Lalu untuk Lana, Kak?!” kata Alana menuntut. “Iya untuk Lana juga.” “Tapi aku tidak ingin bintang laut, itu terlalu kekanak-kanakan,” ejek Lana mencibir. “Ish... Lana, kau ini keterlaluan sekali,” tegur Alena. “Baiklah sudah-sudah. Kalau begitu bagaimana kalau Kakak buatkan Lana kalung indah dari kerang? Satu lagi, berjanjilah kalian tidak akan bertengkar lagi. Kalau tidak, Kakak tidak akan kembali untuk membawakan kalian hadiah.” “Iya Kak Nathan, Lana mau hadiah kalung itu.” “Lena tetap bintang laut ya, Kak.” “Baiklah, kalau begitu kalian penuhi dulu janji kalian.” “Baik, Kak Nathan,” jawab dua gadis kecil itu serempak. Membuat Norman dan Sarah hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala. “Baiklah kalau begitu, siapkan pakaianmu dan jangan lupa bawa foto kedua pacarmu ini supaya kamu tidak merindukan mereka saat kita berlayar,” goda Norman. “Ayah, mereka bukan pacarku! Mereka itu adikku,” jawab Nathan malu. “Oh ya?! Tapi aku kira mereka itu menyukaimu.” “Benar Paman, Lana suka Kak Nathan,” kata Alana mantap, penuh keyakinan. Dengan malu-malu Alena juga menjawab, “Lena juga menyukai Kak Nathan.” Jawaban dan ekspresi kedua gadis itu berhasil membuat Norman dan Sarah tertawa bahagia. Lalu Nathan dan kedua gadis itu pergi ke kamar dan mempersiapkan pakaian Nathan. Sementara di ruang tamu, Norman dan Sarah masih tersenyum. “Kak Norman, jika Nathan bersedia menikahi salah satu putriku, aku akan sangat bahagia, Kak. Jika pun dia menyukai kedua putriku aku juga tidak akan keberatan, asalkan mereka semua bahagia.” “Sar, kau berpikir terlalu jauh. Mereka itu masih muda. Masa depan mereka masih panjang. Tapi jika perkataanmu menjadi kenyataan di masa depan, aku akan menyuruh Nathan menikahi keduanya,” ujar Norman tulus. Setelah beberapa saat, akhirnya mereka bertiga keluar dari kamar Nathan, dan benar saja, Alana dan Alena memaksa Nathan membawa foto mereka. Bahkan mereka berdua memberikan ciuman lembut di pipi Nathan saat ia dan ayahnya berangkat, membuat wajah Nathan memerah karena malu, sementara Norman dan Sarah hanya bisa tertawa. ... Kembali ke masa sekarang. “Benar, Nyonya. Sekarang Tuan Muda Nathan sedang berada di kediaman Tuan kami di kota. Kami ke sini karena diperintahkan untuk mengabari keluarganya dan sekaligus menjemput untuk ikut bersama kami menemui Tuan Muda Nathan.” “Baik, tunggu sebentar. Aku akan memberitahu ayahku dan kita akan berangkat segera,” ujar Sarah antusias dan penuh semangat. Saat Reynand diberi tahu, dia bahkan langsung melompat dari tempat tidurnya. Tanpa banyak basa-basi, mereka berenam langsung pergi ke kota, menuju kediaman keluarga Smith. ... Di rumah keluarga Smith. Nathan yang sudah berpakaian langsung melompat dari lantai dua dan mendarat mantap di depan semua orang. Semua orang yang menatapnya terkesima dengan ketampanan Nathan. Tidak satu pun dari mereka mampu mengalihkan pandangan dari wajah Nathan. Sampai kemudian Nathan berseru, “Maaf jika aku merepotkan keluarga kalian. Aku akan segera pergi dari sini. Terima kasih atas bantuan Tuan-tuan. Suatu hari aku akan kembali untuk membalas kebaikan kalian.” Saat itu semua orang tertegun, termasuk Mila yang tadi sangat agresif. Saat Nathan ingin berlari keluar, tiba-tiba sebuah suara lembut memanggilnya. “Kak Nathan, apakah itu kau?”Saat itu Nathan menyadari kalau dia kini sebatang kara. Kedua orang tuanya telah pergi untuk selamanya. Nathan berteriak dan menangis sejadi-jadinya. ... Kembali ke tahun 2024... Di dalam mobil Billy, mata Nathan mulai berkaca-kaca. Ia menghadap keluar jendela, namun dalam hatinya kini bercampur antara rasa bahagia, nyaman, tapi juga sedih, cemas, dan gundah menjadi satu. Semua orang hanya diam. Sarah dan ayahnya duduk di belakang Nathan, dan tiga gadis di kursi paling belakang hanya mencuri pandang ke arah Nathan lewat kaca spion di atas kursi pengemudi. Setelah satu setengah jam, mobil Billy mulai memasuki daerah pedesaan. Sekitar sepuluh menit lagi, mereka akan sampai di desa Amaris, tempat tinggal mereka. "Kawan, apa kau baik-baik saja?" tanya Billy. "Aku baik, Bil. Bisakah mulai sekarang kau memanggil namaku saja? Kita ini saudara, kita harus berusaha lebih dekat mulai sekarang." "Baiklah, Nath. Bagaimana? Panggilan itu cocok tidak?" canda Billy. "Cocok, kau bol
Nathan hanya terdiam, menatap ke arah ayahnya dengan tatapan bingung dan rasa ingin tahu. "Ayah hanya ingin mengatakan, jika nanti kita sudah pulang, ayah akan membawamu kepada kakekmu. Sudah saatnya kalian saling mengenal dan memahami satu sama lain. Kau harus ingat nak, sejauh apa pun kau melangkah di masa depan, jangan pernah melupakan keluarga. Kau mengerti?" "Mengerti ayah," sahut Nathan cepat. "Bagus! Dan satu hal lagi nak, di Desa Amaris, aku hanya memiliki dua keluarga, yaitu bibimu Sarah dan Paman Kevin. Jadi jangan sekali-kali kau perhitungan dengan mereka berdua dalam hal apa pun. Ayah dan Paman Kevin itu adalah sahabat sejak kecil, sampai sekarang kami bahkan bekerja bersama. Jika suatu hari terjadi sesuatu pada ayah, kau harus tetap bersikap baik pada mereka. Mengerti nak?!" "Iya ayah, aku akan mengingat perkataan ayah dengan baik." "Bagus sekali. Lagi pula Bibi Sarah itu juga adalah calon mertuamu di masa depan, jadi kau harus baik-baik padanya. Jika tidak, dia
Sementara itu... Dalam perjalanan kembali ke Desa Amaris, mobil Billy melaju dengan kecepatan sedang, memberi kesempatan pada Nathan untuk mengamati pemandangan di sekitarnya. Nathan bisa melihat jika selama lima tahun kepergiannya, kota Metropolis telah banyak berubah, kota itu terasa semakin muda sementara ia merasa dirinya mulai tumbuh semakin dewasa. Nathan menatap gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan, ia merasakan kenyamanan yang tak bisa ia jelaskan, saat bisa kembali ke kota dan desa tempat kelahirannya, sementara di sudut lain hatinya ada rasa penyesalan luar biasa yang memberinya beban yang tak dapat dilihat oleh siapa pun. ... Lima tahun lalu... 29 Desember 2019 pukul 20.00 "Nathan, kamu letakkan barang bawaanmu di sana, ikat ke tiang agar tidak bergerak saat perahu bergoyang. Lalu ambil rompi pelampung di sana dan pakailah satu untuk berjaga-jaga. Siapa tahu tiba-tiba badai datang. Jangan lupa setelahnya kamu tutup pintu itu lagi supaya rompi yang tersisa tet
"Sebentar kakek, apakah kakek membawa uang?" tanya Nathan tiba-tiba. "Iya nak, aku bawa. Ada apa? Apa kau butuh sesuatu?" tanya Reynand dengan tatapan penuh cinta kepada cucunya itu. "Kakek, seseorang telah menyelamatkan aku, dan memberi tumpangan dari pulau asing tempatku terdampar hingga aku bisa kembali dengan selamat. Tolong berikan kompensasi pada mereka. Aku tidak mau memiliki hutang budi." Mendengar ucapan cucunya, Reynand segera mengeluarkan sebuah kartu bank berwarna emas, dan menyerahkannya pada Nathan. "Ini nak, di dalam kartu ini ada uang tiga ratus miliar, apakah itu cukup? Jika kurang kakek akan berikan yang lain." "Sudah kakek, aku rasa ini sudah cukup, tapi jika kurang biar nanti mereka menghubungi kita lewat Billy." "Benar nak, katakan pada mereka, jika kompensasi itu kurang, mereka bisa menghubungi kita lagi." Nathan lalu berjalan ke arah kedua utusan Brian dan berkata, "Kami tidak akan kembali ke kediaman keluarga Smith. Tolong berikan kartu ini pada T
Nathan yang sudah sampai di dekat pintu mendadak berhenti. Melihat itu, suara sang gadis terdengar sekali lagi, “Kak Nathan, apa kakak ingat Rania? Aku adalah teman Lana dan Lena, kak?” Saat mendengar itu, Nathan benar-benar berbalik dan menatap gadis cantik berkacamata itu. “Kau, Nia?” “Iya kak Nathan, aku Nia… Rania, teman Lana dan Lena.” ujar Rania menekankan kalimatnya sekali lagi. “Kakak ingat aku?” Semua orang saat itu tidak memperhatikan dua hal: pipi gadis berkacamata itu memerah, dan di sisi lain, untuk pertama kalinya senyuman muncul di wajah Nathan. Namun perlahan ekspresi wajah Nathan mulai kembali berubah. “Maaf, Rania, aku harus segera pergi.” “Kak Nathan, tunggu!” teriak Rania sambil berlari mengejar Nathan. Namun Nathan langsung berlari menjauh tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Rania berbalik, memasang wajah kecewa. “Kali ini kau benar-benar keterlaluan, Mil. Ayah juga sama saja, Rania benci ayah.” Tepat saat itu, Billy juga sudah turun dari lantai atas.
Benda yang jatuh adalah gelas yang dipegang Sarah. Saat dia hendak melihat siapa yang datang karena kedua putrinya berbincang cukup lama, dia tanpa sengaja mendengar berita tentang Nathan yang ditemukan. Hal itu membuatnya sempat gemetaran dan lemas beberapa saat hingga gelas yang digenggamnya terlepas. Alana dengan cepat menoleh ke arah ibunya, “Ada apa, Bu, apa yang terjadi?” Namun Sarah sama sekali tak menanggapi pertanyaan putrinya. “A... apa, apakah kalian benar-benar menemukan Nathan? Apakah dia baik-baik saja?” ... Lima tahun yang lalu. Sore hari di tanggal 29 Desember 2019. Norman baru saja membawa Nathan dan kedua sepupu kembarnya kembali dari sekolah. Setelah itu Norman mempersiapkan segala keperluan untuk keberangkatannya berlayar malam ini. “Kak Norman, kau harus hati-hati saat berlayar. Ingat untuk menelponku saat kakak kembali, dan kakak tidak boleh pergi terlalu jauh. Sebelum tahun baru kakak sudah harus berada di rumah,” pesan Sarah pada kakak iparnya i







