Share

02. Kok Jadi Begini?

Author: Hannfirda
last update Last Updated: 2025-04-09 08:18:50

Charlotte hanya mengingatnya samar-samar; ketika dia memutuskan untuk mendorong si gigolo yang semula ditolaknya itu kembali duduk di sofa, lalu berada di pangkuan pria tersebut.

Ciuman panas, gairah tak tertahankan, semuanya meledak tanpa bisa dicegah. Charlotte masih bisa merasakan tiap entakan yang sempat pria itu berikan, yang mana berhasil membawanya terbang di antara bintang-bintang.

Wanita itu mendengkus gusar, pipinya kembali merona, padahal dia sedang melangsungkan sarapan dengan suami paruh bayanya.

Sebelum matahari menampakkan sinarnya, dia telah melarikan diri dari hotel, meninggalkan segepok uang atas 'jasa' yang akhirnya dia gunakan terhadap gigolo tersebut. Kalau boleh jujur, dia memang tidak pernah merasa senikmat itu.

'Astaga! Apa yang aku pikirkan?! Ini gara-gara Jenna! Sialan! Dia sengaja meninggalkan air minumnya yang sudah ditambah oleh obat perangsang. Mau senikmat apa pun semalam, tetap saja, aku sudah mengkhianati kepercayaan Mas Hendra.'

"Sepertinya kamu sedang banyak pikiran, Charlotte," celetuk Hendra, sang kepala keluarga yang menginjak delapan puluh tahun dengan sebagian rambut memutih dan tubuh lemah yang termakan usia.

Charlotte terhenyak, lantas mengukir senyum manisnya. "Tidak, Mas. Aku baik-baik saja. Semalam, aku menghabiskan banyak waktu dengan Jenna. Jadi, aku hanya berpikir, apa yang sekiranya bisa kami lakukan di pertemuan selanjutnya."

Hendra, pria yang selama delapan tahun ini telah menjadi suami dari Charlotte itu, manggut-manggut. Charlotte mengulas senyum terpaksanya, tidak mau membuat Hendra curiga. Tidak mungkin juga dia berkata bila semalam dia baru saja bercinta dengan seorang gigolo 'kan? Yang ada hidupnya akan berakhir pada detik itu juga.

Menghabiskan sisa sarapan, Charlotte menyadari ada yang janggal. Ditilknya seorang pelayan yang kerap membersamainya, tetapi tidak diiringi oleh seorang pengawal seperti biasa.

"Lho, ke mana pengawal yang seharusnya membersamaimu, Luna?" tanya Charlotte pada pelayan pribadinya.

Luna menjawab pelan dengan kepala tertunduk sopan. "Sejak kemarin, Ronald memang tidak datang bekerja, Nyonya Charlotte. Rekan pengawal yang lain juga tidak mengetahui keberadaannya."

Charlotte menaikkan satu alisnya, penasaran tapi memilih untuk diam saja. Lagi pula, selama ini dia memang jarang berinteraksi dengan pengawal pribadinya yang bernama Ronald itu. Charlotte tahu, menempatkan pengawal pribadi merupakan salah satu cara Hendra untuk mengawasinya.

Lantaran usianya baru menginjak dua puluh tujuh tahun, Hendra takut apabila Charlotte tertarik dengan pria lain yang lebih muda dari pria itu. Bisa dibilang, pria tua yang semestinya menjadi ayah atau kakeknya itu, tidak mau melepaskan sosok Charlotte yang sudah dirantai erat-erat sejak dulu.

Charlotte telah lama dijual kepada Hendra, dengan dalih membantu finansial keluarganya yang tidak ada bagus-bagusnya. Meskipun dia hanya menjadi istri kedua Hendra, tidak bisa dimungkiri, hidup keluarganya telah meningkat pesat dan dilimpahi kekayaan yang didapat dari nafkah bulanan Charlotte.

Sebagai satu-satunya penyemangat, Charlotte menganggap jika dirinya sedang 'bekerja' sebagai istri kedua Hendra. Dengan harapan, dia akan lepas dari jerat pria tua itu suatu hari nanti.

Tepat setelah menghabiskan sarapan, derap langkah terdengar dari anak tangga. Tanpa perlu menengok, Charlotte mengetahui siapa orangnya.

"Ah, kakak maduku sudah selesai sarapan ya? Seharusnya ajak-ajak dong!"

Charlotte mengulum senyum, meletakkan sendok yang dipegangnya agak canggung. Tidak bisa mengelak, inilah kehidupan yang dijalaninya selama enam tahun belakangan; tinggal di kediaman megah Hendra Soedarso bersama empat istri pria itu—yang sama-sama mengincar harta pula.

Elmira, istri ketiga yang berusia tiga puluh tahun itu keluar mengenakan setelan ketat yang sangat disukai oleh Hendra—salah satu trik Elmira agar Hendra mau memberikan apa pun yang diminta tanpa terkecuali. Dulunya, Elmira merupakan sekretaris yang bekerja di perusahaan properti milik Hendra, tetapi berhasil menjadi istri ketiga tanpa perlu banting tulang.

Tidak lama setelah Elmira muncul, istri keempat yang cukup dekat dengan Charlotte—Megan—keluar kamar diikuti pelayan pribadi yang sibuk membantu merapikan pakaian wanita muda itu. Megan paling muda di antara mereka, baru berusia sekitar dua puluh empat tahun.

Keadaan Megan kurang lebih sama dengan Charlotte. Dijual demi kepentingan keluarga, lalu berakhir menjadi tulang punggung dengan 'bekerja' sebagai istri dari Hendra Soedarso. Maka dari itu, Charlotte dan Megan cukup dekat untuk saling mengobrol di saat senggang.

Megan mengambil duduk di samping Charlotte, tersenyum polos lalu mengambil lauk yang disukai. "Kak Charlotte, semalam pulang jam berapa? Aku menunggumu cukup lama, karena aku berpikir untuk meminta bantuan Kak Charlotte soal saran universitas mana yang mau kumasuki."

Charlotte segera mencari alasan, "maaf ya? Temanku sedang tidak mau ditinggal, jadi aku pulang cukup malam. Sepertinya saat semua orang sudah tertidur. Aku sampai merasa bersalah sudah membuatmu menunggu, Megan. Bahkan, Luna saja sampai tertidur di karpet ruang tamu karena menungguku selama itu."

Megan hanya mengangguk. Melihat tampang lugu Megan yang seperti terjebak di antara para serigala, membuat Charlotte selalu dirundung rasa bersalah. Mengapa gadis manis seperti Megan harus berada dalam belenggu seorang Hendra Soedarso?

Sebelum Charlotte menghabiskan segelas air putih yang baru diambil, Hendra membuka suara. Walaupun sang istri pertama sengaja belum datang untuk melangsungkan sarapan, semua sudah terbiasa.

"Nanti malam, tolong jangan mempermalukanku, paham? Kita akan bertemu dengan banyak mitra bisnis yang sangat berpengaruh. Kamu juga, Megan! Kalau ditanya jangan gelagapan seperti orang tidak bisa berbicara, mengerti?!" peringat Hendra.

Megan tersentak, mengangguk diiringi secuil ketakutan yang susah payah disembunyikan. Charlotte mengembuskan napas perlahan. Terkadang, dia merasa kasihan terhadap Megan yang masih berusaha beradaptasi dengan kehidupan kalangan atas yang dituntut secara sempurna oleh Hendra.

"Baik, kalau begitu kalian bisa pergi ke butik untuk memilih pakaian yang akan dipakai nanti malam. Pilih yang bagus! Jangan mempermalukanku dengan memilih yang jelek! Paham semua?"

"Paham, Mas ...."

Balasan serentak tersebut mengundang anggukan penuh kepuasan pada wajah Hendra. Selepas mengenyangkan isi perut, Hendra beranjak pergi, menyisakan tiga istrinya yang terpaku dalam pikiran masing-masing.

"Satu lagi," Hendra membuat ketiga menoleh, "aku akan mencarikan pengawal baru untukmu, Charlotte. Dia akan mendampingimu saat pergi ke acara nanti malam."

Charlotte mengangguk patuh. Walaupun dia tidak terlalu peduli terhadap dampingan para pengawal yang ditugaskan untuk menjaganya pada acara besar semacam itu.

Akan tetapi, entah mengapa dia merasa gelisah tanpa alasan begitu saja.

Seharian itu, Charlotte disibukkan oleh usaha kecil-kecilannya yang merupakan salah satu kafe di pusat kota. Meski tidak dapat dimungkiri, kejadian semalam menghantuinya tanpa henti.

Selepas mentari terbenam, Charlotte telah kembali ke rumah dan mengenakan gaun yang telah dipesan secara khusus oleh Hendra untuk para istrinya.

"Bagaimana penampilanku, Luna?"

Luna, pelayan pribadinya yang sedang membawa heels itu tersenyum manis. "Saya rasa sekadar cantik saja tidak cukup untuk mendeskripsikan penampilan Nyonya Charlotte saat ini."

"Astaga, pelayanku yang satu ini pintar sekali dalam merayu." Charlotte terkekeh, lantas menerima uluran heels yang Luna berikan.

"Ah, Nyonya, pengawal barunya sudah menunggu di depan pintu kamar. Seperti biasa, semua diwajibkan membawa pengawal masing-masing demi keamanan bersama."

Charlotte mendengkus pelan. "Oh, tentu saja. Mas Hendra tentunya tidak mau kalau ada pria lain yang mendekati setiap istrinya. Kalau begitu, aku akan pergi terlebih dulu, Luna. Kalau ada sesuatu, kabari saja aku."

"Baik, Nyonya."

Menuai langkah, Charlotte mematut dirinya di depan cermin sekali lagi sebelum membuka pintu kamar. Begitu membuka, terdapat bayangan seseorang yang berdiri di sisi barat pintu kamarnya. Sudah bisa menduga bahwa orang tersebut merupakan pengawal barunya, wanita itu berdeham.

"Tenang saja, kamu tidak akan kesusahan saat menjadi pengawalku, karena aku tidak akan berbuat macam-macam." Katanya tanpa menengok, malah sibuk menilik ponsel. Namun, suara balasan dari sang pengawal membuat wanita itu terhenyak.

"Oh, ya? Benarkah begitu, Nyonya Charlotte?"

Spontan menoleh, Charlotte menjatuhkan rahangnya dengan mata membulat sempurna.

"Ka-kamu?"

•••••

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan Pengawal Milik Nyonya Arogan   20. Tengah Malam (2)

    Charlotte mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Tidak. Dia tidak marah pada Lucas. Justru, dia sangat berterima kasih karena pria itu telah menyelamatkannya. Hanya saja, dia menginginkan kesendirian melebihi apa pun saat ini.Menginjak tengah malam, Charlotte terbangun dari tidur panjangnya. Beberapa saat lalu, dia sempat mendengar gumaman dari luar kamarnya bahwa Lucas telah menginformasikan insiden tadi pada Hendra. Kemudian, Charlotte tidak mendengar apa-apa lagi lantaran terlalu lelah.Akan tetapi, wanita itu merasakan cacing pada perutnya meronta-ronta meminta asupan. Dengan malas, Charlotte mengenakan kimono tidur untuk menutupi gaun malam tanpa lengannya sembari keluar kamar.Begitu membuka pintu, dia dikejutkan oleh sosok tegap Lucas yang bertahan di depan pintu kamarnya bagai patung. Melirik sekitar untuk memastikan tidak ada orang lain, Charlotte menepuk lengan pria itu."Lucas? Kenapa kamu ada di sini? Bukankah seharusnya kamu tidur atau berganti shift dengan yang lain?" tan

  • Tuan Pengawal Milik Nyonya Arogan   19. Kencan di Kebun

    "Ada apa, Nyonya? Apa terjadi sesuatu?!" panik Luna saat mendengar seruan Charlotte atas nama Lucas.Salah tingkah, Charlotte cepat-cepat menggeleng. "Ti-tidak ada, Luna. Maaf, tadi aku hanya melihat ada serangga yang lewat, karena Lucas ada di sampingku, jadi aku menyerukan namanya secara spontan saja. Ma-maaf sudah mengejutkanmu, Luna."Luna mengembuskan napas lega, manggut-manggut. "Tidak apa-apa, Nyonya Charlotte. Mungkin ini juga efek dari penjagaan ketat yang mulai diberlakukan. Jadi, saya juga ikutan panik lebih dari yang saya kira. Omong-omong, serangga apa, Nyonya? Saya ingat, Nyonya Charlotte tidak takut serangga semacam apa pun.""Oh?"Manik mata Charlotte bergerak gelisah, tidak menyangka bila Luna akan melayangkan pertanyaan semacam itu. Namun, Lucas membuka suara sembari menahan senyum akibat tingkah Charlotte barusan."Luna, sepertinya Nyonya Charlotte hanya melihat sesuatu yang melintas tadi. Lebih baik, kita meneruskan perjalanan mengelilingi kebun saja," ucap Lucas.

  • Tuan Pengawal Milik Nyonya Arogan   18. Penyelidikan

    "Menurut penyelidikan, seseorang yang berniat memasuki gudang Barat sepertinya paham tentang keamanan yang terbiasa diterapkan di kediaman Soedarso—atau setidaknya pernah mengetahui bagaimana Tuan Besar menyuruh para arsitek saat menyerahkan cetak biru beberapa gudang secara bersamaan."Lucas menyimak ucapan Kepala Pengawal yang bernama Danni itu dengan saksama. Selepas memastikan seluruh penghuni vila terlelap di kamar masing-masing, Danni meminta para pengawal yang tersebar untuk berkumpul sejenak di halaman belakang vila.Danni, pria bertubuh tegap yang berusia empat puluh tahun itu menghampiri salah satu bawahan yang turut membersamai saat pergi bersama Hendra Soedarso seharian ini. "Yang jelas, telah ditemukan sebuah jeriken yang tergeletak di bagian belakang gudang, seolah-olah orang yang berniat membakar gudang itu meletakkannya karena terburu-buru ingin kabur sebelum para pengawal yang ada di sana memergokinya. Tapi, yang menjadi pertanyaan besar; mengapa harus ditinggalkan b

  • Tuan Pengawal Milik Nyonya Arogan   17. Adiktif

    Charlotte terperanjat, berbalik sembari mendesah panjang. "Astaga, kamu mengejutkanku, Lucas!"Lucas menyeringai, tanpa rasa bersalah berhenti tepat di hadapan Charlotte. Pandangan pria itu jatuh pada belahan dada sang nyonya yang tampak menggoda. Kalau tidak ingat apa yang telah Charlotte lewati beberapa saat lalu, mungkin pria itu akan menerkam sang nyonya pada detik yang sama.Berdeham, Lucas berusaha menjauhkan pandangannya pada belahan dada Charlotte. "Kepala Anda, Nyonya Charlotte. Apakah sakit? Ah, tapi saya berani menjamin kalau rasanya sakit sekali. Benar? Nyonya Miriam tidak tanggung-tanggung saat menggenggam rambut Anda tadi."Charlotte terpejam begitu merasakan elusan tangan Lucas yang bersarang pada kepalanya. Entah karena terlalu lelah atau memang tidak mau mengomel, Charlotte hanya mampu menikmati sentuhan hangat yang Lucas berikan.Selama beberapa saat, tidak ada yang membuka suara. Keduanya seakan-akan menikmati keheningan yang melingkupi dengan berbagai pikiran serta

  • Tuan Pengawal Milik Nyonya Arogan   16. Keributan

    Makan malam kali itu, dihadiri oleh empat istri Hendra Soedarso—sedangkan sang kepala keluarga belum menjejaki vila sama sekali seharian ini.Suasananya bisa dipastikan tegang luar biasa. Sebagai yang termuda, Megan berusaha mencairkan suasana dengan bertanya penuh kepolosan, tetapi malah mendapat pelototan dari Miriam maupun Elmira. Charlotte hanya mampu mendesah lelah, berharap makan malam akan segera selesai. Masalahnya, semua orang entah mengapa sengaja melahap secara perlahan-lahan. Entah karena perjalanan jauh membuat tidak nafsu makan, atau memang sedang malas mencerna sesuatu.Bukan hanya para istri yang merasakan ketegangan tersebut, para pengawal serta pelayan pribadi masing-masing pun melempar lirikan yang seakan-akan meminta pertolongan agar seseorang membawa topik ringan yang bisa mengendurkan ketegangan di antara mereka.Merasa muak dengan atmosfer yang ada, Elmira berdiri. Seluruh pasang mata tertuju padanya, sedangkan Elmira mulai bersenandung ringan dengan harapan un

  • Tuan Pengawal Milik Nyonya Arogan   15. Cium Lagi

    "Ah, makanya itu mereka tidak terlihat bahkan di rest area tadi," Charlotte meringis selepas mendengar penjelasan Megan, bahwa Miriam dan Elmira sedang berseteru di mini market sebelah rest area.Oleh karena itu, Charlotte tidak melihat keduanya padahal mobil yang memuat dua orang itu berbelok terlebih dahulu di tempat parkir rest area. Belum lagi, dia tidak bisa terlalu fokus akibat kejadian dengan pria asing yang nyaris mendapatkan foto tidak senonoh atas dirinya itu.Telah menaiki mobil dan kembali meneruskan perjalanan ke daerah Barat, Charlotte menyandarkan diri sembari menatap punggung tegap Lucas yang duduk di kursi samping kemudi.Lucas memang menyebalkan. Namun, dia tidak bisa berbohong kalau pria itulah yang telah membantunya saat berada di rest area tadi. Jika tidak—ah, Charlotte tidak mau memikirkannya. Membayangkan untuk sedetik saja sudah membuatnya kesal bukan main.Sementara itu, diam-diam Lucas mengamati pergerakan Charlotte melalui spion luar yang sedikit memergoki n

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status