"Nyonya Charlotte!"
Charlotte merasakan genggaman seseorang melingkari pergelangan tangannya, membuat sendok berisikan potongan kue stroberi tersebut jatuh ke lantai. Wanita itu lantas mendongak, bertemu tatap dengan Lucas yang memasang tampang serius penuh keawasan. Luna sendiri panik, segera memanggil pengawal tambahan yang berjaga di sekitar untuk memeriksa dapur. "Anda tidak apa-apa, Nyonya Charlotte?" tanya Lucas memastikan. Charlotte mengangguk perlahan, menarik napas dengan mata terpejam. Selepas dirasa telah menenangkan diri, wanita itu berdiri. "Mengejutkan sekali. Aku tidak mengira kalau percobaan semacam ini akan datang lagi." "Lagi? Sepertinya ini bukan yang pertama kalinya, Nyonya Charlotte?" Pertanyaan Lucas langsung dihadiahi anggukan susulan yang sudah bisa pria itu duga. "Tapi, entah siapa target yang sebenarnya. Bisa saja bukan aku, atau orang lain." Lucas berjongkok, mengamati sebuah paku kecil yang menyembul dari sesendok kue stroberi yang Charlotte jatuhkan tadi. Seseorang berniat untuk mencelakai salah satu anggota keluarga Soedarso. Entah siapa tujuannya, tetapi saat ini Charlotte sedang dalam bahaya besar. "Nyonya Charlotte masih lapar? Saya akan memasaknya sendiri. Bisa menunggu untuk beberapa menit, Nyonya Charlotte?" tawar Luna, yang masih dihinggapi kekhawatiran. "Umm, ya, tidak masalah. Tidak perlu memasak apa pun, Luna. Aku akan ke kamar saja—" "Ada kekacauan apa ini, Kak Charlotte?" Suara Megan yang masih menuruni anak tangga terdengar. Charlotte segera memberi ekspresi bertajuk baik-baik saja yang senantiasa dia perlihatkan. "Tidak ada apa-apa, Megan. Hanya ... insiden seperti biasa." Menyadari maksud dari perkataan Charlotte, Megan menuruni sisa anak tangga secepat kilat. Wanita muda itu menghampiri Charlotte, mengutarakan kecemasan yang sama besar. "Kamu tidak apa-apa, Kak Charlotte? Apakah kamu terluka?" panik Megan. Charlotte mengulum senyum, memberi tepukan singkat pada pundak Megan untuk menenangkan adik madunya itu. "Aku sudah bilang, aku baik-baik saja, Megan. Terima kasih karena sudah mengawatirkanku." Megan mengembuskan napas lega. Dipeluknya sosok Charlotte dengan penuh ketulusan, yang membuat wanita itu tersentuh seketika. Saat memeluk Charlotte, tatapan Megan jatuh kepada Lucas yang sibuk menyingkirkan kue stroberi tadi sebagai bukti untuk dilaporkan kepada Hendra Soedarso. Selama beberapa saat, Megan tampak terpana akan keseriusan yang menyertai wajah tampan pria itu. Namun, cepat-cepat Megan menggeleng sembari melepas pelukan dengan Charlotte. "Kak Charlotte, bagaimana kalau kita pergi ke kolam renang saja? Kita menenangkan diri di sana ya? Kak Charlotte mau membaca buku apa? Biar aku ambilkan dari perpustakaan," ujar Megan. Charlotte mengangguk, berterima kasih atas interupsi yang Megan tawarkan di tengah kekacauan kecil ini. "Ya, tolong seperti yang biasanya saja." Megan mengangguk penuh semangat, berlalu ke perpustakaan di rumah Soedarso yang terbiasa menjadi tempat beristirahat bagi Charlotte dan Megan di kala senggang. Begitu sosok Megan menjauh, Charlotte mengamati Lucas dan Luna yang sibuk bekerja sama untuk mengamankan kue storberi serta berasumsi siapa saja yang sanggup menyelundupkan kue mematikan itu ke rumah keluarga Soedarso. "Aku akan pergi ke kolam renang, kalian bisa terus menyelidikinya sampai Mas Hendra pulang." Perkataan Charlotte sukses mengalihkan atensi keduanya. Dengan tegas, Lucas menggeleng. "Anda mau ke kolam renang, Nyonya Charlotte? Maka akan saya temani." Luna melanjutkan penuh kesungguhan, mendekat dua langkah ke arah Charlotte. "Begitu juga dengan saya, Nyonya. Setelah kejadian ini, kami tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa Nyonya Charlotte. Bahkan, kalau Nyonya Charlotte mau di kolam renang sekali pun." "Astaga, baiklah! Terserah kalian saja!" Charlotte berbalik, menuju area kolam renang yang terawat tapi jarang disambangi oleh para penghuni rumah. Hendra Soedarso yang sudah berumur, paling-paling hanya akan berjemur sambil mengomeli para bawahannya di sana. Istri pertama Hendra—Miriam—kabarnya tidak terlalu menyukai kolam renang setelah Hendra memutuskan untuk menikah lagi. Kalau istri ketiga—Elmira—mampir ke kolam renang hanya untuk sekadar pamer untuk dibagikan ke sosial media. Tiba di kolam renang, Charlotte duduk di gazebo. Lucas dan Luna mengekorinya penuh profesionalisme. Kalau Luna, sebenarnya tidak masalah. Namun, kehadiran Lucas membuat Charlotte tidak bisa menikmati kesendiriannya dengan tenang. Tidak lama kemudian, Megan datang sembari membawa sebuah buku yang biasa Charlotte baca. "Terima kasih, Megan. Kamu memang pengertian sekali." Megan tersenyum lebar, senang bisa membantu kakak madunya itu biarpun baru saja terjadi insiden kecil yang sudah tidak terlalu asing bagi para penghuni keluarga Soedarso. Pada sepuluh menit pertama, Charlotte membaca dengan santai bersama Megan di gazebo. Lucas dan Luna mengawasi dari pinggir area kolam renang dengan penuh kewaspadaan, ditemani oleh pengawal dan pelayan pribadi Megan yang juga berada di sana. Merasa bosan, Charlotte melangkah, berhenti tepat di pinggiran kolam renang. "Mau berenang, Kak?" tanya Megan, terlihat antusias. Charlotte memiringkan kepala, menimbang-nimbang. Tidak ada salahnya menyegarkan diri setelah apa yang baru menimpanya barusan. Maka secara perlahan, Charlotte melepas gaun rumahnnya, memperlihatkan gaun dalaman yang melekat pada tubuhnya. Luna yang sudah biasa melihat pemandangan tersebut, hanya diam saja. Namun, Lucas sempat membulatkan mata penuh keterkejutan, yang segera ditutupi oleh raut datar pria itu. Megan terlihat bersemangat, segera melepas pakaiannya pula, kini mengenakan tanktop dan celana pendek sejengkal. Lucas berdeham, tidak mengira kalau para istri Hendra Soedarso ternyata bisa sebebas ini. Megan memang cantik, terlihat segar dan penuh warna. Namun, tidak bisa dimungkiri bila pesona Charlotte lebih memikat Lucas. Terutama, ketika wanita itu berenang dengan santainya di kolam renang, membuat Lucas merasakan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Lucas mengepalkan tangan, menahan diri supaya tidak melepas pakaiannya dan terjun ke kolam renang untuk merengkuh Charlotte. Napas pria itu memberat seiring melonjak desiran pada tiap pembuluh darahnya hanya karena melihat sosok Charlotte saat ini. "Kamu tidak apa-apa, Lucas?" tanya Luna kebingungan, merasa ada yang aneh dari tatapan pengawal pribadi baru yang satu itu. "Eherm, ya, hanya saja ... panas ...." Luna mengangguk polos. "Iya, sekarang ini sudah jarang hujan. Makanya, Nyonya Charlotte sering menghabiskan waktu di kolam renang seperti ini, Lucas." "Sering?" Lucas mampu mendengar suaranya berubah serak dan berat. Membayangkan Charlotte berenang setiap hari di bawah teriknya matahari, membuat Lucas kewalahan mengatur dirinya sendiri agar tetap terkontrol. "Tuan Besar datang!" •••••"Mas Hendra memberi izin? Yang benar?"Pagi itu, Charlotte sedang membaca di taman belakang vila ditemani oleh Megan. Tadinya, dikira akan mengalami hari tenang setelah apa yang dilaluinya kemarin. Namun, secara mendadak Megan mengatakan jika Hendra memberikan izin bagi para istrinya untuk berbelanja atau sekadar berjalan-jalan keluar dari area vila dengan jadwal tertentu.Megan mengangguk penuh antusias. "Iya, kita bisa pergi selama dua jam sebelum tengah hari, Kak. Ayo pergi ke supermarket terdekat? Aku mau membeli beberapa barang yang kuperlukan."Charlotte menggigit bibir bawahnya, menimbang-nimbang. Kalau dipikir-pikir, dia ingin sekali keluar dari vila untuk mencari udara segar. Pemandangan vila memang menyejukkan mata, tetapi mereka di sini konteksnya sama seperti sedang dikurung.Wanita itu mengedar pandang sejenak, memergoki sosok Lucas beserta para pengawal yang lain dan Danni sedang memeriksa lokasi dari insiden kemarin itu dari kejauhan. Mereka bagaikan titik yang sulit di
Charlotte mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Tidak. Dia tidak marah pada Lucas. Justru, dia sangat berterima kasih karena pria itu telah menyelamatkannya. Hanya saja, dia menginginkan kesendirian melebihi apa pun saat ini.Menginjak tengah malam, Charlotte terbangun dari tidur panjangnya. Beberapa saat lalu, dia sempat mendengar gumaman dari luar kamarnya bahwa Lucas telah menginformasikan insiden tadi pada Hendra. Kemudian, Charlotte tidak mendengar apa-apa lagi lantaran terlalu lelah.Akan tetapi, wanita itu merasakan cacing pada perutnya meronta-ronta meminta asupan. Dengan malas, Charlotte mengenakan kimono tidur untuk menutupi gaun malam tanpa lengannya sembari keluar kamar.Begitu membuka pintu, dia dikejutkan oleh sosok tegap Lucas yang bertahan di depan pintu kamarnya bagai patung. Melirik sekitar untuk memastikan tidak ada orang lain, Charlotte menepuk lengan pria itu."Lucas? Kenapa kamu ada di sini? Bukankah seharusnya kamu tidur atau berganti shift dengan yang lain?" tan
"Ada apa, Nyonya? Apa terjadi sesuatu?!" panik Luna saat mendengar seruan Charlotte atas nama Lucas.Salah tingkah, Charlotte cepat-cepat menggeleng. "Ti-tidak ada, Luna. Maaf, tadi aku hanya melihat ada serangga yang lewat, karena Lucas ada di sampingku, jadi aku menyerukan namanya secara spontan saja. Ma-maaf sudah mengejutkanmu, Luna."Luna mengembuskan napas lega, manggut-manggut. "Tidak apa-apa, Nyonya Charlotte. Mungkin ini juga efek dari penjagaan ketat yang mulai diberlakukan. Jadi, saya juga ikutan panik lebih dari yang saya kira. Omong-omong, serangga apa, Nyonya? Saya ingat, Nyonya Charlotte tidak takut serangga semacam apa pun.""Oh?"Manik mata Charlotte bergerak gelisah, tidak menyangka bila Luna akan melayangkan pertanyaan semacam itu. Namun, Lucas membuka suara sembari menahan senyum akibat tingkah Charlotte barusan."Luna, sepertinya Nyonya Charlotte hanya melihat sesuatu yang melintas tadi. Lebih baik, kita meneruskan perjalanan mengelilingi kebun saja," ucap Lucas.
"Menurut penyelidikan, seseorang yang berniat memasuki gudang Barat sepertinya paham tentang keamanan yang terbiasa diterapkan di kediaman Soedarso—atau setidaknya pernah mengetahui bagaimana Tuan Besar menyuruh para arsitek saat menyerahkan cetak biru beberapa gudang secara bersamaan."Lucas menyimak ucapan Kepala Pengawal yang bernama Danni itu dengan saksama. Selepas memastikan seluruh penghuni vila terlelap di kamar masing-masing, Danni meminta para pengawal yang tersebar untuk berkumpul sejenak di halaman belakang vila.Danni, pria bertubuh tegap yang berusia empat puluh tahun itu menghampiri salah satu bawahan yang turut membersamai saat pergi bersama Hendra Soedarso seharian ini. "Yang jelas, telah ditemukan sebuah jeriken yang tergeletak di bagian belakang gudang, seolah-olah orang yang berniat membakar gudang itu meletakkannya karena terburu-buru ingin kabur sebelum para pengawal yang ada di sana memergokinya. Tapi, yang menjadi pertanyaan besar; mengapa harus ditinggalkan b
Charlotte terperanjat, berbalik sembari mendesah panjang. "Astaga, kamu mengejutkanku, Lucas!"Lucas menyeringai, tanpa rasa bersalah berhenti tepat di hadapan Charlotte. Pandangan pria itu jatuh pada belahan dada sang nyonya yang tampak menggoda. Kalau tidak ingat apa yang telah Charlotte lewati beberapa saat lalu, mungkin pria itu akan menerkam sang nyonya pada detik yang sama.Berdeham, Lucas berusaha menjauhkan pandangannya pada belahan dada Charlotte. "Kepala Anda, Nyonya Charlotte. Apakah sakit? Ah, tapi saya berani menjamin kalau rasanya sakit sekali. Benar? Nyonya Miriam tidak tanggung-tanggung saat menggenggam rambut Anda tadi."Charlotte terpejam begitu merasakan elusan tangan Lucas yang bersarang pada kepalanya. Entah karena terlalu lelah atau memang tidak mau mengomel, Charlotte hanya mampu menikmati sentuhan hangat yang Lucas berikan.Selama beberapa saat, tidak ada yang membuka suara. Keduanya seakan-akan menikmati keheningan yang melingkupi dengan berbagai pikiran serta
Makan malam kali itu, dihadiri oleh empat istri Hendra Soedarso—sedangkan sang kepala keluarga belum menjejaki vila sama sekali seharian ini.Suasananya bisa dipastikan tegang luar biasa. Sebagai yang termuda, Megan berusaha mencairkan suasana dengan bertanya penuh kepolosan, tetapi malah mendapat pelototan dari Miriam maupun Elmira. Charlotte hanya mampu mendesah lelah, berharap makan malam akan segera selesai. Masalahnya, semua orang entah mengapa sengaja melahap secara perlahan-lahan. Entah karena perjalanan jauh membuat tidak nafsu makan, atau memang sedang malas mencerna sesuatu.Bukan hanya para istri yang merasakan ketegangan tersebut, para pengawal serta pelayan pribadi masing-masing pun melempar lirikan yang seakan-akan meminta pertolongan agar seseorang membawa topik ringan yang bisa mengendurkan ketegangan di antara mereka.Merasa muak dengan atmosfer yang ada, Elmira berdiri. Seluruh pasang mata tertuju padanya, sedangkan Elmira mulai bersenandung ringan dengan harapan un