Share

Chapter 210

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-05-29 23:28:03

Henry dan Eva duduk di kursi depan truk makanan. Eva yang menunggu dengan antusias, sementara Henry menatap sekeliling, sambil melipat tangannya di depan dadanya. Memastikan tidak ada orang yang mengenalnya.

Beberapa saat, penjual itu mengantarkan pesanan Eva.

Eva tersenyum puas ketika melihat piring di depannya. Asap masih mengepul dari dumpling pedas khas Sichuan yang baru saja di sajikan. Aromanya menggoda, penuh cabai, minyak wijen dan rempah yang tajam menusuk indera penciumannya.

Dia tidak bisa menahannya lagi. Mulutnya terbuka dan mulai mencicipinya. Baru merasakan gigitan pertama, mata Eva berbinar.

“Emm ….” Mulutnya penuh karena mengunyah. “Rasanya … pedas, tapi enak.” Dia menelannya dengan cepat.

“Ayo coba satu. Kau sudah janji tadi,” kata Eva sambil menyodorkan dumpling itu di depan mulut Henry.

Henry menatap dumpling itu seperti menatap keputusan hidup yang buruk, lalu menoleh ke arah Eva yang masih menunggunya untuk membuka mulut. Helaan napas terdengar, mulutnya terbu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 211

    Lincoln Square. Mereka mulai memasuki gedung untuk pemutaran film. Saat ini, udara sedikit terasa dingin, sangat cocok untuk mereka menonton film. Past Lives Eva pilih untuk mereka tonton. Dan saat mereka akhirnya masuk ke bioskop, mereka duduk di kursi empuk teater sambil memegang popcorn dan soda. Dalam hati, Henry berdoa bahwa filmnya cukup bagus, agar membuatnya lupa jika perutnya sedang memberontak sejak tadi. Lampu bioskop mulai meredup, layar raksasa di depan mereka menyala perlahan, memutar trailer film. Henry duduk dengan tegang, tangan kirinya memegang soda, sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan Eva yang terasa hangat dan ringan. Namun, dibalik itu, gejolak perutnya semakin tak bisa diabaikan. Setiap dentuman suara di film terasa menggema dalam perutnya, membuat irama yang mengganggu konsentrasinya.Walau begitu, dia tetap memasang wajah tenang. Sesekali menggertakkan gigi setiap kali rasa mual dan tekanan datang menyerang. Setiap adegan, Henry hanya diam. Tan

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 210

    Henry dan Eva duduk di kursi depan truk makanan. Eva yang menunggu dengan antusias, sementara Henry menatap sekeliling, sambil melipat tangannya di depan dadanya. Memastikan tidak ada orang yang mengenalnya. Beberapa saat, penjual itu mengantarkan pesanan Eva.Eva tersenyum puas ketika melihat piring di depannya. Asap masih mengepul dari dumpling pedas khas Sichuan yang baru saja di sajikan. Aromanya menggoda, penuh cabai, minyak wijen dan rempah yang tajam menusuk indera penciumannya. Dia tidak bisa menahannya lagi. Mulutnya terbuka dan mulai mencicipinya. Baru merasakan gigitan pertama, mata Eva berbinar. “Emm ….” Mulutnya penuh karena mengunyah. “Rasanya … pedas, tapi enak.” Dia menelannya dengan cepat.“Ayo coba satu. Kau sudah janji tadi,” kata Eva sambil menyodorkan dumpling itu di depan mulut Henry.Henry menatap dumpling itu seperti menatap keputusan hidup yang buruk, lalu menoleh ke arah Eva yang masih menunggunya untuk membuka mulut. Helaan napas terdengar, mulutnya terbu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 209

    “Saat di trotoar, kau bukan CEO, dan aku bukan Istri yang hanya diam di kursi emas,” lanjutnya. “Kita dua orang bisa bicara tanpa batas, melangkah bersama tanpa sekat.”Henry terdiam. Tidak langsung menjawab, tidak juga mengalihkan pandangannya. Dia terus menatap wajah Eva yang tampak tenang, memastikan dia memahami setiap apa yang diucapkan. Eva menghela napas pelan, lalu melanjutkan, “Aku tahu kau bisa memberiku apapun. Tapi hal-hal besar itu terkadang membuatku semakin jauh denganmu.”Henry tetap diam, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Eva. Langkah mereka pelan, menyusuri trotoar kota yang semakin sibuk lalu lalang penduduk lokal. Henry berjalan di sisi luar, menjaga Eva dari jarak tipis lalu lintas, sementara tangannya menggenggam tangan Eva. Erat, tapi tidak ada unsur paksaan.Sadar pria itu tak langsung merespon, Eva kembali berkata, “Mungkin memang aneh buatmu. Tapi bagiku … ini adalah cara unik untuk kita saling memiliki.”Masih menatap lurus ke depan, Eva menamba

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 208

    Sore itu, langit Manhattan berwarna oranye. Di cakrawala, jalanan masih ramai oleh suara mobil, pejalan kaki, lampu lalu lintas bergantian menyala. Henry baru saja tiba di basement. Pintu mobil terbuka, dia turun menuju lift dengan tatapan sedikit kosong. Jarinya menekan tombol lift menuju lantai paling atas, di mana tempat dia tinggal bersama Eva. Matanya kosong, lurus ke depan, tapi pikirannya kembali melayang pada ucapan Martin siang tadi. “Kalau kau benar-benar ingin tahu, awasi semua gerak-gerik Julia, di kantor, maupun di luar kantor.” Ck!Henry berdecak pelan. “Kenapa tidak memberitahuku langsung?” gumamnya pelan, pikirannya dipenuhi dengan seribu pertanyaan. Segalanya bercampur aduk di benaknya, hingga rasanya kepalanya ingin meledak saat itu juga. Ting!Pikirannya terlalu larut dalam arus tak berujung, hingga dia tak menyadari saat pintu lift terbuka. Butuh waktu sepuluh detik kemudian untuk membuatnya tersadar. Saat itu juga, dia mulai meninggalkan lift, menuju kamar

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 207

    Setelah Julia keluar, Henry duduk di kursinya. Ruangan yang semula diisi ketegangan kini mendadak hening. Surat penurunan jabatan itu masih di sana, tergeletak di atas lantai dengan bentuk seperti bola. Henry termenung, menatap kosong ke arah jendela besar di ruangannya, memandang gedung-gedung pencakar langit yang tampak mengkilap karena terpapar cahaya matahari. Di kepalanya, serentetan pertanyaan mulai muncul. Apakah keputusannya benar? Apakah ini cukup adil? Tangannya mengepal kuat di atas meja. Dia bukan berperan sebagai atasan, tetapi juga sebagai seorang suami. Dan posisi itu sedikit sulit untuknya mengambil langkah. “Hanya penurunan jabatan,” gumamnya pelan. “Setidaknya aku masih bisa membalasnya.” Nada itu seperti keputus asaan. Dia tahu jika penurunan jabatan adalah pukulan telak untuk Julia. Akan tetapi, dia juga tidak bisa mengabaikan perannya sebagai suami. Henry termenung cukup lama, matanya memandang pemandangan kota di bawah sana. Keputusan sudah di ambil denga

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 206

    Seperti biasa, suasana Harrison Realty Partners terlihat begitu sibuk. Para staf dan karyawan berlalu lalang melakukan pekerjaan. Namun, hari itu, menjadi hari yang berisik di perusahaan. Kedatangan Eva–istri dari atasan mereka, menyebar begitu cepat di seluruh perusahaan. Bisik-bisik karyawan terdengar di setiap sudut. Dari ruang kopi hingga lorong-lorong menuju ruangan. Beberapa staff merasa ketar-ketir, karena sebelumnya pernah memperlakukan Eva sedikit kasar. Mereka tidak tahu jika dulu wanita yang berpenampilan sederhana ternyata adalah istri dari bos mereka. “Julia mau menampar Istri Tuan Henry? Berani sekali dia.”“Tidak heran kalau akhirnya dia ditampar. Lihat saja setiap tingkahnya yang merasa dia istimewa di mata Tuan Henry.”Julia yang tengah melintas menegakkan kepala, meski sorot matanya setajam pisau dan hatinya bergejolak seperti air mendidih. Sementara Henry, dia duduk di mejanya, menatap dokumen-dokumen dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang pada Eva. Inside

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status