Perjalanan dengan pesawat selama hampir delapan belas jam lamanya beberapa menit lagi akan berakhir. Dari atas pesawat, mulai terlihat samar gugusan pegunungan di daerah yang dikenal dengan nama Cote d'Azur yang diselimuti kabut putih tipis.
Sejak awal berangkat dari Jakarta, Kiara terlihat antusias sekali memulai perjalanannya kembali ke Monte Carlo. Ia memang tidak menganggap tugasnya kali ini sebagai sebuah pekerjaan.
Kiara menganggap ini adalah kesempatan merasakan keindahan Monte Carlo lebih lama. Ia sudah punya rencana, akan mengelilingi kota itu lebih detail lagi. Merasakan keindahan serta suasananya yang megah dan glamor.
Pesawat yang mereka tumpangi mendarat di bandara Internasional Nice Côte-d'Azur. Bandara ini terletak di Kota Nice, berjarak kurang lebih empat puluh kilometer dari Monte Carlo.
Dari bandara ini, perjalanan akan dilanjutkan melalui darat. Rombongan film “Theodore dan Almira” yang berangkat cukup banyak.
Yes, selamat baca. Tunggu lanjutannya besok ya. Salam, Arumi
Kiara berdecak kagum melihat pemandangan serba ‘wah’ yang ada di sekelilingnya. Monte Carlo memang bergelimang kemakmuran dan terkesan glamor. Selain mewah, Monte Carlo juga menawarkan suasana romantis yang tak terjelaskan, hanya bisa dirasakan oleh Kiara. Lagi-lagi, ia kembali teringat pada Bertrand LaForce, lelaki Prancis yang telah meninggalkannya diam-diam tanpa pesan di kota ini. Akhirnya, setelah melewati berbagai bangunan indah itu, bus yang mereka tumpangi memasuki sebuah hotel yang cukup besar terletak agak di tepian tebing. Membuat pemandangan latar belakang hotel itu demikian indah, laut lepas yang bergelombang dengan beberapa kapal mewah hilir mudik di permukaannya. Kiara menghela napas lega setelah akhirnya bus berhenti. Ia sudah tidak sabar ingin segera menuju kamar yang akan ditempatinya bersama Livia. Ia beruntung, mendapat kamar menghadap laut. Pemandangan dari jendela kamarnya luar biasa indah. Bangunan hotel ini terletak di tempat l
Esok harinya, Livia membangunkan Kiara dengan mengguncang bahunya cukup keras. Kiara mengerjap beberapa kali, tampak masih enggan bangun. "Ra, cepetan bangun, mandi, sarapan! Pak sutradara udah nelpon. Kamu harus siap di lobi hotel jam setengah delapan!" ujar Livia. "Hah? Ngapain sih pagi-pagi amat? Hari ini belum mulai syuting, kan?" sahut Kiara dengan suara malas. "Hari ini survei lokasi. Kata Pak sutradara bakal seharian. Karena itu harus berangkat pagi-pagi. Dia bilang rencananya malah mau ngajak berangkat jam setengah enam supaya sekalian lihat sunrise." Livia menjelaskan. "Aduuh! Hari pertama nyampe udah disuruh bangun setengah enam? Gila dia. Memangnya dia yang bayar aku?" bantah Kiara. "Ini udah hari kedua kita di sini, Ra," ralat Livia. "Iya, tapi kan ini pagi pertama." "Ya udah, kan dia udah berubah pikiran. Cukup pengertian akhirnya dimundurin jadi jam setengah delapan. Cep
Setelah beberapa menit berjalan, Kiara melirik Alaric yang belum menjelaskan apa-apa lagi. “Kita akan ke mana?” tanya Kiara yang mulai merasa perjalanan mereka tidak juga mencapai tujuan. “Kita berkunjung ke Istana Monaco dulu. Itu akan menjadi lokasi syuting adegan Theodore dan Almira janji bertemu untuk yang ketiga kalinya,” jawab Alaric. “Istana itu masih jauh, ya?” tanya Kiara lagi, ia mulai merasa cemas melihat pandangan di depannya tidak menunjukkan adanya bangunan berupa istana. “Ayolah, Kiara. Nikmati pemandangan sekeliling kita. Perhatikan bangunan-bangunan di sini. Resapi suasananya. Ini kesempatan bagi kamu dan Oliver untuk mencoba memahami lokasi syuting kalian nanti,” jawab Alaric tanpa menoleh kepada Kiara. Ia masih saja berjalan denga
“Saat kecil dulu aku belum memikirkan pangeran tampan.” Kiara mnejawab pertnyaan Oliver. “Dan sekarang? Pasti kamu berharap di istana khayalanmu itu ada seorang pangeran tampan yang menunggumu dengan setia, kan?” Oliver bertanya lagi. “Oliver, itu semua hanya khayalanku di masa kecil. Sekarang tentu saja aku nggak pernah berkhayal lagi.” “Ohya? Serius? Kamu nggak pernah berkhayal suatu hari nanti bertemu dengan seorang lelaki tampan yang menyerupai pangeran khayalanmu?” Kiara tertegun. Sepertinya ucapan Oliver ada benarnya. Aneh, ia berharap selama ia berada di Monte Carlo, secara kebetulan ia bisa bertemu lagi dengan Bertrand LaForce, lelaki Prancis yang telah menorehkan kenangan tak terlupakan selama setengah hari di Nice dan Monte Carlo.
Syuting hari pertama dan hari kedua di kota indah ini berlangsung sukses. Tak ada kendala yang berarti. Cuaca bagus, Kiara dan Oliver menyelesaikan adegan yang harus mereka perankan dengan baik. Walau harus berulang-ulang direkam ulang untuk memenuhi hasil yang diinginkan Alaric. Dua hari kemarin, Kiara masih sabar menghadapi Alaric yang menyuruhnya berkali-kali mengulang adegan. Ada yang sampai dua puluh kali. Beberapa kali memang karena Kiara salah bicara. Alaric bukan sutradara yang mudah puas dengan akting biasa, dia menuntut lebih. Baru kali ini Kiara merasakan syuting yang sangat melelahkan. Hingga dia langsung terlelap begitu sampai di kamar hotelnya, tanpa sempat menikmati mandi aromaterapi atau memberi perawatan untuk kulitnya seperti sekadr memasang masker wajah. Kiara hanya sempat mencuci wajah dengan sabun wajah saja. Di hari ketiga ini, syuting sudah dimulai sejak pagi-pagi sekali di lobi Hotel de Paris. Saat pengunjung hotel belum banyak. Perala
Kiara menjauh dari lokasi syuting entah ke mana. Ia pun tidak tahu tujuannya saat ini. Ia hanya ingin menjauh dari Alaric. Ia menghela napas berat, menyadari sikapnya sudah keterlaluan. Selama karir beraktingnya, baru kali ini Kiara menentang ucapan sutradara. “Karena dia sok tahu!” gerutu Kiara pada dirinya sendiri. Untunglah jalur pedestrian yang ia lalui sedang sepi. Warga kota ini sepertinya sibuk beristirahat siang. “Mentang-mentang sudah biasa menyutradarai film Perancis, lalu dia mengira dirinya sudah menjadi sutradara super hebat,” gumam Kiara lagi. Belum pernah ia diperlakukan sekasar itu oleh sutradara-sutradara lain yang mengarahkan film-filmnya sebelumnya. Mas Bram sutradara filmnya sebelumnya, bahkan sangat baik, terkadang membiarkan Kiara berimprovisasi sendiri, sedikit melenceng dari skenario. Tetapi selama ia bisa menghasilkan adegan yang memikat, sutradara membiarkan improvisasi akting Kiara. Si Alaric ini … ternya
Sesampai di lokasi syuting yang tadi ia tinggalkan, seluruh kru sudah bergeser pindah lokasi sejauh dua ratus meter untuk mendapatkan pemandangan yang berbeda dengan adegan sebelumnya. Adegan kali ini adalah adegan antara Theodore dan Cicilia, sahabat Almira yang dalam film ini dikisahkan tinggal di Paris. Tampaknya adegan itu baru saja usai. “Kiara, dari mana kamu? Kenapa teleponku nggak kamu angkat?” tanya Livia tanpa basa-basi begitu ia melihat sosok Kiara. Kiara enggan menjawab, tetapi ia tidak tega jika harus bersikap ketus kepada Livia. “Kita bicara nanti, aku mau bicara dengan Alaric dulu,” sahut Kiara lalu melanjutkan langkahnya menuju Alaric. Alaric seolah bisa merasakan kehadiran Kiara kembali. Ia menoleh, lalu sengaja memandangi Kiara dari ujung kepala hingga kaki. “Kamu terlambat. Syuting hari ini sudah selesai,” ucap Alaric tanpa menunggu Kiara berkata-kata lebih dulu. “Aku kembali bukan untuk syuting,” sahut Kiara
“Cowok itu nyebelin banget! Kaku! Sok pintar! Sok tahu! Dan segala sok yang lainnya! Keras kepala! Nggak bisa menerima masukan sedikit pun. Baru sekali menang festival film indie tingkat Eropa saja sombongnya sudah selangit!” gerutu Kiara setelah sampai di kamarnya. Ia melemparkan begitu saja tasnya ke atas meja, lalu mengempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya agar keras. Baru saja kemarin ia siap menerima kenyataan dia memang salah dan mengakui kebenaran Alaric, tetapi segala rencananya itu buyar. Ia berubah pikiran. Ia tidak sudi meminta maaf pada Alaric. Lelaki itu tidak berubah juga, tetap saja bersikap ketus dan meremehkannya. Padahal kemarin Aalric sempat menunjukkan kepeduliannya pada Kiara. “Jangan-jangan dia punya kepribadian ganda!” Kiara mendengus kesal. Ia merasa dipermainkan Alaric. Lelaki itu terkadang tampak perhatian dan peduli, kemudian dalam waktu singkat berubah menjadi keras dan dingin. Syuting hari ini kembali membuatnya