#6 Gosip
Ketiganya sudah kembali ke rumah setelah melabrak Laras di rumahnya. Raut wajah Bu Intan dan Tasya tampak begitu puas. Mereka bersorak gembira karena akhirnya, Angga sudah menalak Laras. Tinggal satu langkah lagi sampai hubungan pernikahan keduanya benar-benar berakhir.Sementara itu, berbeda dengan Bu Intan dan Tasya, wajah Angga tampak muram sejak tadi. Ia pun tak banyak bicara, dan lebih banyak diam selama perjalanan kembali ke rumah.Tidak seperti ibu dan adiknya yang sumringah. Sisi hati terdalamnya masih tak menyangka jika dirinya sudah mengucap kata talaknya untuk Laras. Angga merasa menyesal telah mengucapkan itu tadi. Sungguh menyesal, karena bukan itu yang Angga inginkan."Kamu kenapa sedih gitu, Ga?" tanya Bu Intan setelah menyadari jika wajah putranya begitu suram sejak kembali ke rumah."Iya, abang kenapa, sih? Bukannya seneng udah nalak perempuan murahan itu!" timpal Tasya mencibir."Jaga ucapanmu, Tasya!" sentak Angga. Tasya membulatkan matanya demi mendengar bentakan sang kakak.Hatinya masih kalut dan bingung. Ia juga tak terima jika Tasya menjelekkan Laras dengan menyebutnya murahan. Laras tidak seperti itu, karena Angga sangat memahami seperti apa dan bagaimana sikap dan sifat Laras.Dua tahun menjalin hubungan percintaan, dan lima tahun menjalani bahtera rumah tangga cukup bagi Angga mengenali sosok Laras seutuhnya. Ia adalah orang kedua yang memahami semua kelebihan dan kekurangan Laras selain ibu kandung Laras."Ih, abang aneh, deh! Tadi aja emosi, marah-marah sama Laras. Kenapa sekarang melempem gitu!" sarkas Tasya seraya memainkan bibirnya. Gadis itu tak terima jika Laras kembali membuat Angga ketus padanya."Iya, kamu gimana sih, Ga. Jangan goyah, dong! Kamu sudah mengambil keputusan yang tepat, kok!" Bu Intan kembali mengompori putranya agar tidak berubah pikiran dan tetap menceraikan Laras."Tapi, Bu ….""Sudah! Pokoknya kamu cepat-cepat urus perceraian sama Laras seperti yang kamu katakan tadi! Ibu nggak mau kamu menjilat ludahmu sendiri!" tukas Bu Intan cepat memotong ucapan Angga.Angga menghela napasnya berat. Ia tak berkutik dengan titah dari Bu Intan. Ia tak kuasa melawan meskipun jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam masih tersimpan rapi rasa cintanya pada Laras. Akan tetapi, sepertinya Angga harus menyerah dan membiarkan rumah tangganya berakhir.Angga pun tak berkata apa-apa lagi dan bergegas membawa langkahnya kembali ke rumahnya dalam sunyi dan senyap. Ia tak memedulikan suara Bu Intan dan Tasya yang masih menggerutu di belakangnya.*"Kenapa aku harus menamparnya tadi? Kenapa juga aku harus mengucapkan talak? Ya, Tuhan …."Angga menggumam pelan. Ia duduk di tepi ranjang yang ada di dalam kamar utama yang kembali ditempatinya lagi setelah Laras pergi. Ada sudut hatinya yang perih saat menyadari Laras tidak ada lagi di sini. Jejak-jejak Laras bahkan sudah tidak ada lagi.Angga meraup wajahnya gusar. Ia benar-benar terucap dengan ucapannya sendiri. Menyesal kini tidak akan ada gunanya bagi dirinya. Yang ada sekarang dia hanya harus segera mengurus perceraiannya dan menuruti permintaan Aluna untuk segera menikahinya karena lambat laun kandungannya pasti akan membesar."Mungkin sudah jalan takdirnya seperti ini." Angga pun memutuskan jika dia akan tetap menceraikan Laras, meskipun ada sudut hatinya yang terluka karena keputusan itu.Keesokan harinya setelah berpikir panjang semalaman. Tanpa mengulur waktu, Angga segera mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama seperti apa yang ditekankannya pada istri yang kemarin malam ditalaknya.Ia sudah tak dapat berpikir dengan jernih lagi dan memutuskan untuk segera mengakhiri pernikahannya dengan Laras.Ia menggunakan foto kemesraan Laras dengan Galih dan mengatakan jika alasannya menceraikan istrinya adalah karena Laras berselingkuh.'Semoga aku tidak akan menyesali keputusan ini, sekarang dan selamanya.' Angga membatin dalam hati setelah mendaftarkan gugatan cerainya pada Laras.Usai menyelesaikan urusannya di pengadilan agama, Angga pun mengabari pada Bu Intan jika dirinya sudah mendaftarkan perceraiannya dengan Laras.Bu Intan pun bersorak gembira. Akhirnya ia dapat menyingkirkan Laras dari kehidupan Angga. Dan lagi, setelah resmi bercerai nanti, Angga akan segera menikahi Aluna yang tengah mengandung cucu pertamanya. Bu Intan begitu sumringah saat tahu keinginannya akhirnya segera terkabul."Nah, gitu dong, Ga! Nurut kata ibu," sahut Bu Intan lewat sambungan telepon."Iya, Bu," sahut Angga tak bersemangat. Lantas ia segera menutup telepon secara sepihak dan melajukan mobilnya menuju ke kantor. Dia harus tetap bekerja, bukan? Masalah rumah tangganya bukan menjadi alasan untuk mangkir dari pekerjaannya. Bisa-bisa posisinya sebagai manajer dicopot dengan tidak hormat.Bu Intan pun berkoar-koar jika pernikahan putranya hancur karena Laras yang berselingkuh pada para ibu-ibu yang sedang berbelanja sayur mayur. Beliau juga mencemooh jika Laras mandul, dan tidak dapat memberi putranya keturunan. Dia mencaci Laras sedemikian rupa."Sudah mandul, selingkuh pula, Bu-Ibu. Saya benar-benar nggak nyangka rumah tangga Angga jadi berantakan begini," keluhnya sambil memilih-milih terong ungu."Masa sih, Bu Intan. Kayaknya Laras nggak pernah saya lihat sama lelaki lain," sahut seorang yang tak percaya dengan ucapan Bu Intan."Duh, Bu Rini ini gimana, yang jadi mertua Laras kan Bu Intan, pastinya Bu Intan tahu persis gimana kelakuan mantunya," timpal lainnya yang setuju dengan ucapan Bu Intan."Iya juga, ya. Profesinya aja jadi biduan, mana mungkin dia nggak macam-macam di luaran sana. Ya nggak ibu-ibu," ucap yang lainnya lagi. Mereka kebanyakan orang-orang yang hanya dapat menelan mentah-mentah kabar burung yang baru didengarnya tanpa mencari tahu kebenarannya.Mamang Sayur yang mendengar ocehan ibu-ibu itu hanya menggelengkan kepalanya saja. Mendengar mereka saling berghibah membuatnya tak habis pikir. Padahal apa yang diucapkan oleh Bu Intan belum tentu benar. Tapi, mereka seakan hanya percaya pada satu sisi saja, tak peduli dan masa bodoh dengan kebenarannya.Bu Intan tersenyum licik di sela aktivitasnya memilih sayuran untuk dimasak hari ini. Wanita paruh baya itu puas karena telah berhasil membuat citra Laras jelek di mata tetangga sekitar."Eh, Neng Laras, mau belanja juga," ucap Mang Tono saat melihat Laras datang dan menghampiri gerobak sayurnya."Iya, Mang," sahutnya ramah lantas Laras mulai mengambil apa-apa saja yang ingin dibelinya.Sementara Bu Desi dan para ibu yang menyahut gosip nya langsung diam dan mengatupkan mulutnya rapat. Bu Intan menggerutu dalam hati. Ia pun tiba-tiba melempar terong yang dipegangnya."Saya nggak jadi beli, Mang!" serunya lalu berjalan cepat dan kembali ke rumahnya."Ya elah, kalau nggak jadi beli, napa sampai dilempar-lempar, huh," keluh Mang Tono menatap pilu terongnya yang bonyok karena dilempar Bu Intan.Ibu-ibu yang lainnya hanya saling berbisik-bisik tanpa melibatkan Laras. Wanita itu pun tak terlalu ambil pusing dengan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Laras terus melanjutkan aktivitasnya memilih sayur yang akan dimasak hari ini.Dia memang sempat mendengar mereka menggibahinya dan Laras sengaja untuk datang ke mamang sayur serta ingin melihat ekspresi mereka yang tengah menggibah jika dirinya muncul.'Huh, beraninya cuma bisik-bisik doang, dan ngegosip di belakang,' batin Laras. Ia terkekeh dengan sikap ibu-ibu ini."Makasih, Mang." Laras menyerahkan sejumlah uang untuk membayar belanjaannya lantas segera pergi dari sana. Tak memedulikan lagi suara sumbang yang tertuju padanya.*Angga kembali ke rumahnya dengan lesu. Seharian bekerja membuat rasa penat yang dirasakannya begitu berat. Ditambah lagi dengan masalah yang tengah menerpanya, semakin membuatnya tak berdaya seakan kehilangan semangat hidup.Ia menyandarkan punggungnya di sofa. Biasanya, Laras akan memijatnya sambil menunggu air hangat untuk dirinya mandi siap. Tapi kini, sepertinya Angga harus mulai terbiasa dengan kesendiriannya tanpa kehadiran Laras di sisinya lagi.Pintu rumahnya terdengar diketuk dari luar. Angga mendecih kesal dan melangkah enggan mendekati pintu."Siapa sih yang datang? Mereka kenapa, biasanya juga langsung masuk ke rumah!" gerutu Angga mengira jika yang datang adalah salah satu di antara ibunya atau adiknya.Pintu pun dibuka. Angga tercengang demi melihat siapa yang datang dan berada di depan pintu rumahnya. Ia terpelongo dan diam beberapa saat. Bingung dan setengah tak suka melihat sosok yang kini ada di hadapannya.***#148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.
#147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b
#146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy
#144Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang
#142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap. Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu
#140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan