"Jangan-jangan kamu memang nggak mau hamil dan punya anak, Ras. Mengingat profesimu yang seorang biduan itu!" ketus Bu Intan mendelik tajam ke arah menantunya, Laras. Laras hanya mengembuskan napasnya perlahan. Mencoba lebih bersabar dengan umpatan dan makian yang dilontarkan ibu mertuanya. Mereka sudah kembali pulang ke rumah. Tapi, Bu Intan masih saja mengomeli Laras dengan berbagai macam kata-kata yang tak enak didengar. Kirana Larasati selalu dituduh mandul oleh keluarga suaminya terutama ibu mertuanya. Bukan tanpa alasan, lima tahun menikah ia tak kunjung mendapatkan dua garis merah. Saat suaminya berselingkuh dan menghamili perempuan lain, Laras memutuskan untuk bercerai. Namun, hasratnya untuk membuktikan dirinya tidak mandul pun semakin menggebu. Mampukah Laras membuktikan jika dirinya tidak mandul? ***
Lihat lebih banyak#83"Bu? Kok ngelamun?" tanya Syahna sukses membuyarkan lamunan Bu Intan."E–eh, iya nih. Ibu emang lagi banyak pikiran saja," ujar Bu Intan menyahut pertanyaan Syahna."Maaf ya, Bu. Pasti karena ucapan saya tadi ibu jadi banyak pikiran," ucap Syahna menampakkan raut wajah bersalahnya. Ia berpikir jika Bu Intan begini karena ucapannya dan informasi yang diberikan tadi mengenai rumah tangga Angga dan Aluna.."Nggak kok, Syah. Justru ibu makasih banget kamu mau jujur sama ibu tentang semua yang kamu ketahui," tutur Bu Intan tulus. Dia memang sangat menghargai kejujuran Syahna.Ia hanya khawatir dengan nasib rumah tangga putranya yang lagi-lagi terancam hancur untuk yang kedua kalinya. Tapi, sepertinya kali ini lebih parah dari yang sebelumnya. Karena sesungguhnya, Laras, mantan istri Angga yang dulu hanya difitnah oleh Tasya telah berselingkuh. Dan kenyataannya adalah, Laras tidak pernah berselingkuh sedikitpun dari Angga.Sedangkan, Aluna sudah jelas-jelas berselingkuh dengan lelaki ya
#82"Belum lah, Sya. Mana berani ibu bukanya sedangkan kamu bilang dan berpesan sama ibu kalau nggak boleh buka paket itu," jawab Bu Intan jujur.Dia memang tidak berani membukanya sesuai pesan Tasya. Tapi, Bu Intan juga penasaran dengan isi paketan itu. Sehingga, ia pun berniat menanyakannya langsung ke Tasya."Memangnya itu isinya apaan sih, Sya? Sampai kamu panik banget dan nggak ngebolehin ibu tau," ujar Bu Intan penasaran dan tak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya."Nggak tau, Bu. 'Kan itu juga bukan paketan milik Tasya, mana mungkin Tasya tau," jawab Tasya beralasan pada ibunya. Ia menampakkan raut wajah polos sehingga ibunya pun pasti tidak akan curiga lagi."Jangan-jangan itu narkoba atau obat-obatan terlarang, Sya. Ih bahaya tau, hiy serem kalau sampe ketahuan dan dilaporin ke polisi, Sya." Bu Intan malah menakut-nakuti Tasya dengan hal seperti itu. Membuat Tasya tertawa hambar."Haha, mana mungkin lah, Bu. Jangan aneh-aneh deh. Ibu kebanyakan nonton berita nih," tolak Tasy
#81“Kamu?”Tasya menatap dengan raut wajah gugup dan terkejut melihat sosok lelaki yang ada dibelakangnya.“Sya?” panggilnya memastikan jika dirinya tidak salah orang. “Ternyata benar, kamu,” lanjutnya lagi.“Arvin? Kamu di sini juga?” tanyanya balik. Tasya tak tahu mengapa selalu saja bertemu dengan Arvin di hotel.“Iya, Sya. Aku lihat kamu dari tadi memperhatikan dua orang tadi yang di depan meja resepsionis.” Arvin bertanya penasaran.“M–maksudmu yang mana? Apakah terlihat jelas ya?” Tasya menggaruk kepalanya yang tak gatal seolah berpura-pura tanya apakah orang yang Arvin maksud adalah Aluna dan Om-om yang bersamanya atau bukan.“Iya, maksudku pasangan yang tadi. Yang umurnya jauh beda dan ceweknya pakai dress maroon bercorak bunga,” jawab Arvin seraya mengingat-ingat warna pakaian yang dikenakan oleh Aluna.“Apa kamu kenal mereka, Ar?” tanya Tasya karena jawaban Arvin yang menyebutkan baju yang dipakai oleh Aluna seakan menunjukkan kalau dirinya juga sedang memperhatikan pasanga
#80Kabar kehamilannya yang begitu mendadak itu bagaikan sambaran petir di siang bolong. Sebuah duka yang tidak dapat Tasya bagikan pada ibu serta kakaknya, hingga ia memutuskan untuk memendam semua kenyataan menyakitkan itu sendirian.Bahkan, ia memutuskan untuk menggugurkan kandungannya tanpa seorang pun tahu rahasia kelamnya itu. Meminta pertanggung jawaban pada salah satu teman bejatnya pun, ia tak mau melakukannya. Ia bahkan tak tahu benih siapa yang telah tertanam di rahimnya.Ia memeluk lukanya sendirian dengan pedih. Ia membuang test pack yang sempat digunakan untuk mengetes kehamilannya tersebut. Tasya tak ingin jika ibunya akan tau tentang benda itu dan memberondongnya dengan pertanyaan. Lebih buruknya lagi, Tasya takut jika ibunya akan tau rahasia yang telah susah payah ditutupi itu.'Maafkan Tasya, Bu. Aku nggak mau buat ibu terluka dengan kenyataan ini.' Tasya menggumam lirih dalam hatinya.Ia memantik api, lalu membakar semua sampah yang ada di hadapannya. Tasya menatap
#79 Positif?"Udah ya, Lun. Aku lagi malas buat berdebat. Aku nggak akan mengembalikan Syahna ke yayasan lagi. Atau silakan kamu cari pengasuh lain, dan kamu yang bayar pengasuh itu!" seru Angga memberikan pilihan pada Aluna.Aluna segera membulatkan matanya sempurna. Bisa-bisanya Angga memberikan pilihan semacam itu. Setiap ucapan Angga seolah dapat memantik emosinya hingga sampai ke level tertinggi."Kenapa kamu malah ngasih pilihan gitu? Dari mana aku dapat uang untuk membayar pengasuh," sungut Aluna seolah lupa dengan apa yang pernah ia ucapkan barusan kalau dia memiliki uang sendiri untuk dihambur-hamburkan."Loh, bukannya kamu yang bilang sendiri tadi kalau kamu punya banyak untuk memuaskan kehedonanmu! Apa aku salah?" Angga ikut terpantik oleh emosi. Ia tak dapat menahan dirinya lagi.Sekali-kali memang dia harus tegas pada Aluna. "Terserah deh! Susah ngomong sama kamu!" seru Aluna.Ia lalu berdiri dari posisi duduknya dan meninggalkan Angga sendirian di ruang makan. Aluna mela
#78Malam harinya, Angga mengendarai mobilnya untuk pulang ke rumah. Rasa lelah mendera raganya. Karena akhir-akhir ini sering lembur demi mendapatkan gaji yang lebih banyak. Sejak menikah dengan Aluna, gaji Angga seolah tak cukup untuk menutupi segala keinginan Aluna yang bersikap hedon.Angga menghentikan mobilnya di garasi. Lelaki itu segera turun dan melangkah gontai masuk ke rumahnya. Sesampainya di depan pintu, ia merogoh sakunya untuk mencari kunci rumahnya. Tapi, ia kebingungan kala tak bisa menemukan kuncinya di sana."Kemana ya kuncinya? Masa aku lupa nggak bawa kunci? Atau hilang dan jatuh entah kemana?" gumam Angga bertanya-tanya pada dirinya sendiri.Raut wajahnya tampak bingung. Ia mengusap tengkuknya yang tak terasa gatal. Akhirnya, karena sudah lelah, ia menekan bel pintu rumah agar Aluna membuka pintunya.Waktu sudah cukup malam kala itu, jam setengah sebelas malam. Aluna pasti sudah lelap dalam tidurnya.Syahna yang baru saja selesai dengan pekerjaannya dan membersih
#77Syahna Devitasari, gadis berusia dua puluh tahunan itu adalah seorang anak dari keluarga broken home. Orang tuanya harus bercerai karena kehadiran orang ketiga.Ia memilih ikut dengan sang mama yang sering sakit-sakitan semenjak perceraiannya dengan papanya hingga akhirnya sang mama mengembuskan napas terakhirnya sekitar tiga bulan yang lalu.Syahna marah, dan begitu murka pada papanya juga wanita yang menjadi biang permasalahan kedua orang tuanya.Dulu, hidup keluarga mereka bisa dibilang berkecukupan bahkan bergelimang harta. Akan tetapi, karena kehadiran pelakor itu semua tatanan rumah tangga yang harmonis itu berakhir porak poranda.Syahna dengan gigih mencari tahu identitas pelakor itu. Wanita yang telah merusak kebahagiaan rumah tangga kedua orang tuanya. Dan, itulah yang membawa Syahna berada di sini. Di rumah Aluna.Aluna adalah wanita yang telah merusak kebahagiaannya. Dan ia pun bertekad kuat untuk menghancurkan kebahagiaan Aluna. Sama seperti wanita itu menghancurkan pe
#76"Kamu?" Tasya menunjuk tepat ke wajah lelaki yang sempat tak dikenalinya itu.Semakin lama menatap, Tasya menyadari jika wajah lelaki itu sangatlah tidak asing di matanya. Tapi, sialnya dia tidak dapat mengenali lelaki itu."Sudah ingat siapa saya?" tanya laki-laki itu seraya melebarkan senyumannya."Kalau nggak salah nama kamu … Arvin Firmansyah, 'kan?" tebak Tasya. Ingatannya seolah terlempar kembali ke masa lalu. Saat ia masih mengenakan seragam putih biru. Ya, laki-laki itu begitu mirip dengan salah satu temannya di masa lalu."Benar sekali," sahutnya membenarkan dugaan Tasya. "Gimana kabarmu, Tasya?" tanya Arvin kemudian. Ia menanyakan kabar pada teman lamanya yang sudah lama tak ditemuinya itu."Aku, baik. Kamu gimana?" tanya balik Tasya mengenai kabar Arvin. Jujur saja ia pangling dengan penampilan Arvin kini yang sangat jauh berbeda dengan penampilannya dulu. Terutama penampilan fisiknya yang sangat berbeda.Dulu, tubuhnya gempal dan sedikit berisi. Namun, sekarang yang
#75Penuh kepasrahan Tasya masuk ke dalam hotel dan merelakan dirinya menjadi objek kepuasan sek**sual bagi ketiga temannya. Mona dan Rere pun berada di kamar yang sama. Mereka berpesta tanpa henti. Layaknya laki-laki dan perempuan dewasa yang saling melepaskan has**rat di tempat yang sama. Sungguh, rasanya Tasya ingin menghilang saja dari muka bumi saat lagi-lagi teman-temannya menginginkan tubuhnya.Tasya menangis tanpa suara dan tanpa air mata di dalam hatinya. Ia bahkan tak kuasa untuk menumpahkan air matanya. Entah, dirinya semakin tak tahu bagaimana caranya bisa terlepas dari jerat kelam pertemanan toxic itu. Mungkin, jika dia mati semuanya akan berakhir. Mereka pasti takkan bisa lagi memanfaatkannya andai dia sudah mati.Sementara itu, malam sudah beranjak larut. Bu Intan yang mengusir rasa sepinya dengan melihat sinetron lama-lama merasa terusik dengan kekhawatiran. Pasalnya, Tasya tak kunjung memberi kabar padanya. Padahal anak itu sudah berjanji untuk mengabarinya. San hal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.