Share

3. ISEKAI

Seorang laki-laki yang terlihat sebaya dengan Arya, berdiri dengan napas terengah-engah.

“Lo siapa?” tanya Arya penuh curiga. Jujur saja dia merasa terkejut dan takut. Dia benar-benar tak mengenali siapa pun yang ada di dalam tempat asing itu.

“Ah … akhirnya nemu orang yang seumuran.” Seketika laki-laki jangkung dan hitam manis itu memeluk Arya. Wajahnya terlihat berbinar.

Mata Arya membulat ketika mendapatkan kontak fisik yang sangat tidak biasa. Buru-buru dia mendorong laki-laki itu menjauh darinya.

“Dih, apaan, sih, peluk-peluk? Gak jelas banget,” sindir Arya sembari berusaha melepaskan pelukan laki-laki itu. Dia tidak suka ketika mendapatkan perlakuan intim seperti itu, apalagi dari seorang laki-laki.

Laki-laki itu melepaskan pelukannya, kemudian berdiri tepat di depan Arya. Dia menarik sudut bibirnya, menampilkan senyuman di hadapan Arya. Sedangkan Arya, dia memindai tubuh laki-laki itu dari atas sampai bawah.

Merasa sedang diamati oleh Arya, laki-laki itu akhirnya buka suara. “Sorry, sorry. Kenalin aku Idun, kamu siapa?” tanyanya sambil mengelurkan tangannya.

Arya sedikit ragu untuk menjabat tangan laki-laki yang ada di hadapannya itu. Bisa saja dia ini sebenarnya orang jahat, tapi berpura-pura baik. Ah, sejak kapan Arya memiliki prasangka pada seseorang? Biasanya dia tidak pernah peduli dan acap kali abai.

“Kamu siapa?” Idun bertanya sekali lagi. Mungkin saja tadi Arya tak mendengar ucapannya.

“Arya,” jawab Arya singkat. Tapi dia tidak membalas uluran tangan Idun. Terpaksa Idun menarik kembali tangannya, kemudian mereka berjalan berdampingan.

“Kamu sudah lama di sini? Maksudnya terakhir kali kamu bangun, apa sudah lama?” tanya Idun lagi.

Arya menggeleng. “Gue baru bangun. Dan btw, jangan ngomong aku kamu lah, geli gue dengernya,” ucap Arya.

“Ah, aku bukan orang kota. Jadi gak biasa ngomong gue elo,” ucap Idun merendah.

Benar dugaan Arya. Idun memang terlihat bukan seperti orang dari kota metropolitan. Penampilannya sedikit ... udik. Terlihat juga dia bukan orang yang rajin merawat dirinya. Arya sampai menarik sudut bibir atasnya tanpa sadar. 

“Ya udah terserah.” Arya berusaha tak peduli, walau dia agak geli, ketika mendengar dua orang laki-laki berkata dengan sebutan ‘aku-kamu’.

“Kayaknya aku duluan yang masuk ke sini. Soalnya pas aku bangun nggak seramai ini, masih sepi. Tiba-tiba aja sekarang jadi banyak manusia yang masuk ke sini,” papar Idun.

Arya menghentikan langkahnya, kemudian dia menoleh ke arah Idun. “Berarti, lo udah tahu ini tempat apa?” tanya Arya.

Menggelengkan kepala dan memasang wajah yang memelas. “Sejujurnya aku nggak tahu, tapi aku bisa menebak kira-kira kita ada di mana,” jawab Idun.

“Di mana?” Arya membulatkan matanya, dia terlihat harap-harap cemas menanti jawaban dari Idun.

“Isekai.”

“Hah?” Arya membuka mulutnya setengah. “Wah, lo wibu, nih! Masa di Isekai? Hey, negara kita tuh negara ber-flower, mana ada teknologi macem beginian? Lagian, Isekai itu nggak ada! Lo cuman lagi ngehalu,” sarkas Arya. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Idun.

Ya, isekai sendiri identik dengan dunia lain. Dunia yang sebenarnya tidak ada sama sekali di dunia nyata. Biasanya istilah isekai ini akrab di kalangan; para pencinta animasi, game, atau manga dari negara matahari terbit.

“Terus, kenapa ada hologram-hologram yang kemudian jadi manusia itu?” Idun menunjuk beberapa hologram yang baru saja muncul di hadapan mereka.

“Kita juga awalnya begitu. Dan … kamu pasti belum tahu apa fungsi jam yang melingkar di pergelangan tangan kirimu, kan?” tanya Idun sembari melirikkan matanya pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya.

Arya langsung melihat jam yang dimaksud oleh Idun. Dia melihat dengan saksama, sampai-sampai dia menautkan alisnya.

“Coba kamu pijit tombol di sebelah kanan,” perintah Idun.

Arya mengikuti instruksi dari Idun, dan dia melihat angka seratus persen di sana. Dia langsung melirik meremehkan ke arah Idun. Ini bukan sesuatu yang aneh bagi Arya.

Idun tersenyum miring,  seolah dia paham dengan maksud lirikkan mata Arya. “Tunggu dulu. Sekarang pijit sebelah kiri,” ucap Idun lagi.

Tanpa sanggahan, lagi-lagi Arya mengikuti instruksi dari Idun. Saat dia menekan tombol di sebelah kiri, sebuah layar transparan muncul di hadapannya. Arya terkejut sampai dia memundurkan langkahnya. Matanya kini membulat melihat apa yang ada di hadapannya.

Sejak kapan ada teknologi seperti ini? Memangnya sudah semaju dan sehebat apa negaranya? Jantung Arya tiba-tiba berdetak begitu cepat, saat melihat tulisan dan bar yang ada di sebelah kiri layar.

Di sana terletak foto dirinya dan juga nama lengkapnya, Arya Kusuma. Dia mengerutkan keningnya. Selama dia bermain game, dia tidak pernah menggunakan nama aslinya. Tapi kenapa di sini tertera nama asli Arya? Kemudian dia melihat tiga bar berwarna; hijau dengan tulisan HP—Healt Point—status darah seorang player, merah dengan tulisan stamina, dan warna biru dengan tulisan EXP—Experience—pengalaman, atau aksi pemain untuk naik ke level yang lebih tinggi.

Mata Arya memindai setiap item yang ada pada layar itu. Sungguh, ini mirip dengan di dalam dunia game. Apa yang dikatakan Idun itu benar? Arya langsung melihat ke arah Idun dengan ekspresi terkejut dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“See? Aku nggak bohong dan nggak halu kalau ini isekai, kan?” kata Idun. Kini dirinya puas ketika melihat Arya sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Arya mendadak gugup. Bagaimana ini? Kenapa dia ada di sini? Memangnya di Indonesia sudah ada game dengan teknologi tinggi seperti ini? Dia memindai tubuhnya sendiri, memastikan bahwa itu memamg dirinya.

Namun tiba-tiba suara sirine mengejutkan Arya dan Idun. Mereka berdua mencoba menilik dan mencari dari mana asal suara sirine itu. Kedua kakinya tiba-tiba melangkah, membawa tubuh mereka menuju sebuah tempat.

“Kita ke mana?” tanya Idun panik.

“Gue juga nggak tahu. Gue ngerasa badan gue gerak sendiri. Mungkin kita mau ke tempat suara sirine itu berasal,” jawab Arya.

Ketika para manusia sudah berkumpul disatu titik, tiba-tiba saja sirine itu berhenti. Kini mereka sedang berdiri menghadap ke sebuah bukit besar.

Arya mencoba mendongak, dia berusaha mencari sirine di atas bukit itu. Tapi ternyata nihil, tak ada apa pun di atas sana.

“Hello, Player.”

Terdengar suara seorang perempuan menggema di tempat itu. Suaranya sangat terdengar lucu dan imut. Mereka mencoba memindai sekeliling, mencari dari mana suara itu berasal. Namun usaha mereka tidak membuahkan hasil, tidak ada apa pun di sana.

“Welcome to Let’s Purify Game.”

Sontak mata Arya membulat ketika mendengar suara perempuan itu. Game? Jadi … memang benar Arya sedang di dalam sebuah permainan? Tapi kenapa bisa?

BERSAMBUNG ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status