Share

3. ISEKAI

Author: mayuunice
last update Last Updated: 2021-09-03 20:59:23

Seorang laki-laki yang terlihat sebaya dengan Arya, berdiri dengan napas terengah-engah.

“Lo siapa?” tanya Arya penuh curiga. Jujur saja dia merasa terkejut dan takut. Dia benar-benar tak mengenali siapa pun yang ada di dalam tempat asing itu.

“Ah … akhirnya nemu orang yang seumuran.” Seketika laki-laki jangkung dan hitam manis itu memeluk Arya. Wajahnya terlihat berbinar.

Mata Arya membulat ketika mendapatkan kontak fisik yang sangat tidak biasa. Buru-buru dia mendorong laki-laki itu menjauh darinya.

“Dih, apaan, sih, peluk-peluk? Gak jelas banget,” sindir Arya sembari berusaha melepaskan pelukan laki-laki itu. Dia tidak suka ketika mendapatkan perlakuan intim seperti itu, apalagi dari seorang laki-laki.

Laki-laki itu melepaskan pelukannya, kemudian berdiri tepat di depan Arya. Dia menarik sudut bibirnya, menampilkan senyuman di hadapan Arya. Sedangkan Arya, dia memindai tubuh laki-laki itu dari atas sampai bawah.

Merasa sedang diamati oleh Arya, laki-laki itu akhirnya buka suara. “Sorry, sorry. Kenalin aku Idun, kamu siapa?” tanyanya sambil mengelurkan tangannya.

Arya sedikit ragu untuk menjabat tangan laki-laki yang ada di hadapannya itu. Bisa saja dia ini sebenarnya orang jahat, tapi berpura-pura baik. Ah, sejak kapan Arya memiliki prasangka pada seseorang? Biasanya dia tidak pernah peduli dan acap kali abai.

“Kamu siapa?” Idun bertanya sekali lagi. Mungkin saja tadi Arya tak mendengar ucapannya.

“Arya,” jawab Arya singkat. Tapi dia tidak membalas uluran tangan Idun. Terpaksa Idun menarik kembali tangannya, kemudian mereka berjalan berdampingan.

“Kamu sudah lama di sini? Maksudnya terakhir kali kamu bangun, apa sudah lama?” tanya Idun lagi.

Arya menggeleng. “Gue baru bangun. Dan btw, jangan ngomong aku kamu lah, geli gue dengernya,” ucap Arya.

“Ah, aku bukan orang kota. Jadi gak biasa ngomong gue elo,” ucap Idun merendah.

Benar dugaan Arya. Idun memang terlihat bukan seperti orang dari kota metropolitan. Penampilannya sedikit ... udik. Terlihat juga dia bukan orang yang rajin merawat dirinya. Arya sampai menarik sudut bibir atasnya tanpa sadar. 

“Ya udah terserah.” Arya berusaha tak peduli, walau dia agak geli, ketika mendengar dua orang laki-laki berkata dengan sebutan ‘aku-kamu’.

“Kayaknya aku duluan yang masuk ke sini. Soalnya pas aku bangun nggak seramai ini, masih sepi. Tiba-tiba aja sekarang jadi banyak manusia yang masuk ke sini,” papar Idun.

Arya menghentikan langkahnya, kemudian dia menoleh ke arah Idun. “Berarti, lo udah tahu ini tempat apa?” tanya Arya.

Menggelengkan kepala dan memasang wajah yang memelas. “Sejujurnya aku nggak tahu, tapi aku bisa menebak kira-kira kita ada di mana,” jawab Idun.

“Di mana?” Arya membulatkan matanya, dia terlihat harap-harap cemas menanti jawaban dari Idun.

“Isekai.”

“Hah?” Arya membuka mulutnya setengah. “Wah, lo wibu, nih! Masa di Isekai? Hey, negara kita tuh negara ber-flower, mana ada teknologi macem beginian? Lagian, Isekai itu nggak ada! Lo cuman lagi ngehalu,” sarkas Arya. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Idun.

Ya, isekai sendiri identik dengan dunia lain. Dunia yang sebenarnya tidak ada sama sekali di dunia nyata. Biasanya istilah isekai ini akrab di kalangan; para pencinta animasi, game, atau manga dari negara matahari terbit.

“Terus, kenapa ada hologram-hologram yang kemudian jadi manusia itu?” Idun menunjuk beberapa hologram yang baru saja muncul di hadapan mereka.

“Kita juga awalnya begitu. Dan … kamu pasti belum tahu apa fungsi jam yang melingkar di pergelangan tangan kirimu, kan?” tanya Idun sembari melirikkan matanya pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya.

Arya langsung melihat jam yang dimaksud oleh Idun. Dia melihat dengan saksama, sampai-sampai dia menautkan alisnya.

“Coba kamu pijit tombol di sebelah kanan,” perintah Idun.

Arya mengikuti instruksi dari Idun, dan dia melihat angka seratus persen di sana. Dia langsung melirik meremehkan ke arah Idun. Ini bukan sesuatu yang aneh bagi Arya.

Idun tersenyum miring,  seolah dia paham dengan maksud lirikkan mata Arya. “Tunggu dulu. Sekarang pijit sebelah kiri,” ucap Idun lagi.

Tanpa sanggahan, lagi-lagi Arya mengikuti instruksi dari Idun. Saat dia menekan tombol di sebelah kiri, sebuah layar transparan muncul di hadapannya. Arya terkejut sampai dia memundurkan langkahnya. Matanya kini membulat melihat apa yang ada di hadapannya.

Sejak kapan ada teknologi seperti ini? Memangnya sudah semaju dan sehebat apa negaranya? Jantung Arya tiba-tiba berdetak begitu cepat, saat melihat tulisan dan bar yang ada di sebelah kiri layar.

Di sana terletak foto dirinya dan juga nama lengkapnya, Arya Kusuma. Dia mengerutkan keningnya. Selama dia bermain game, dia tidak pernah menggunakan nama aslinya. Tapi kenapa di sini tertera nama asli Arya? Kemudian dia melihat tiga bar berwarna; hijau dengan tulisan HP—Healt Point—status darah seorang player, merah dengan tulisan stamina, dan warna biru dengan tulisan EXP—Experience—pengalaman, atau aksi pemain untuk naik ke level yang lebih tinggi.

Mata Arya memindai setiap item yang ada pada layar itu. Sungguh, ini mirip dengan di dalam dunia game. Apa yang dikatakan Idun itu benar? Arya langsung melihat ke arah Idun dengan ekspresi terkejut dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“See? Aku nggak bohong dan nggak halu kalau ini isekai, kan?” kata Idun. Kini dirinya puas ketika melihat Arya sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Arya mendadak gugup. Bagaimana ini? Kenapa dia ada di sini? Memangnya di Indonesia sudah ada game dengan teknologi tinggi seperti ini? Dia memindai tubuhnya sendiri, memastikan bahwa itu memamg dirinya.

Namun tiba-tiba suara sirine mengejutkan Arya dan Idun. Mereka berdua mencoba menilik dan mencari dari mana asal suara sirine itu. Kedua kakinya tiba-tiba melangkah, membawa tubuh mereka menuju sebuah tempat.

“Kita ke mana?” tanya Idun panik.

“Gue juga nggak tahu. Gue ngerasa badan gue gerak sendiri. Mungkin kita mau ke tempat suara sirine itu berasal,” jawab Arya.

Ketika para manusia sudah berkumpul disatu titik, tiba-tiba saja sirine itu berhenti. Kini mereka sedang berdiri menghadap ke sebuah bukit besar.

Arya mencoba mendongak, dia berusaha mencari sirine di atas bukit itu. Tapi ternyata nihil, tak ada apa pun di atas sana.

“Hello, Player.”

Terdengar suara seorang perempuan menggema di tempat itu. Suaranya sangat terdengar lucu dan imut. Mereka mencoba memindai sekeliling, mencari dari mana suara itu berasal. Namun usaha mereka tidak membuahkan hasil, tidak ada apa pun di sana.

“Welcome to Let’s Purify Game.”

Sontak mata Arya membulat ketika mendengar suara perempuan itu. Game? Jadi … memang benar Arya sedang di dalam sebuah permainan? Tapi kenapa bisa?

BERSAMBUNG ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tujuh Dosa Besar   112. REALITA

    Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi

  • Tujuh Dosa Besar   111. GEMPA DAHSYAT

    Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa

  • Tujuh Dosa Besar   110. SI TUA GILA HARTA

    “Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de

  • Tujuh Dosa Besar   109. JANGAN BUNUH BISON ITU

    “Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar

  • Tujuh Dosa Besar   108. BERBURU BISON

    “Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan

  • Tujuh Dosa Besar   107. THE FALCON CITY

    Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status