Share

7. BERBURU

"Jadi, buat apa kita ke hutan?" tanya Idun.

Saat ini Arya dan Idun sedang berjalan memasuki hutan belantara. Dengan bermodalkan senjata knife yang Arya beli dan rope yang Idun beli. Mereka mencoba mencari peruntungan untuk bisa membeli senjata yang sesuai dengan role mereka.

"Berburu." Arya menjawab dengan singkat. Matanya mencoba melihat ke beberapa titik. Dia sedang mencari hewan, yang sekiranya bisa tangkap dengan alat sederhana miliknya.

"Hah? Untuk? Bukannya tugas kita itu memiliki senjata. Kenapa harus berburu?"

Arya mendengar sayup-sayup suara dari semak-semak yang berjarak sekitar dua meter darinya.

"Ssst!" Laki-laki itu memberikan kode pada Idun untuk diam; tidak bersuara dan berjalan pelan mendekat ke arah semak-semak.

Partner Arya itu pun langsung mengatupkan bibirnya. Kemudian dia mengikuti ke mana Arya melangkah. Berjalan pelan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara yang berlebihan.

Sedangkan Arya yang berada di depan Idun, mengintip di balik semak-semak. Mencari tahu apa yang sebenarnya ada di balik semak tersebut, karena dia terus mendengar suara dari arah sana.

Dengan pandangan yang terbatas, Arya bisa melihat beberapa hewan unggas di sana. Dia mencoba menilik hewan berbulu lebat, berwana hitam, berkaki dua dengan cakar yang tajam seperti belati dan di kepala burung tersebut yang berwarna biru terdapat gelambir berwarna merah.

"Wah, burung kasuari?!" pekik Idun, yang sangat antusias ketika melihat hewan asli negara Australia.

"Ssst!" Arya menoleh ke arah Idun sembari menempelkan jari telunjuknya di bibir. "Diem, jangan berisik. Kalau mereka takut bahaya!" tegas Arya sambil berbisik. Terlihat matanya tajam menatap Idun, seolah menegaskan bahwa dia kesal pada partner-nya itu.

Menelan ludahnya kasar, ini kali pertama Arya memarahi Idun. Dia akhirnya mengangguk.

"Terus sekarang mau gimana?" tanya Idun lagi, kini dia berbisik.

Arya tak langsung menjawab, matanya masih melihat ke arah burung yang akan menjadi calon buruannya. Burung tersebut sedang memakan buah-buahan yang ada di dekatnya.

Mungkin sekitar sepuluh menit mereka berdua tetap diam pada posisinya. Akhirnya burung-burung tersebut terlihat meninggalkan tempat perburuan makannya.

"Dun, kita bikin jebakan di sini," ucap Arya tiba-tiba.

"Jebakan? Buat apa? Nangkep burung itu? Kamu yakin, Arya?" cerocos Idun.

Arya hanya mengangguk. "Kita bikin lubang, terus tutup lubang itu pakai dedaunan. Tapi sebelumnya lo kudu pasang jebakan, pakai tali lo. Kita targetin kakinya supaya terikat sama tali lo," papar Arya.

Menekan tombol pada jam yang sedang melingkar di tangan kiri Arya. Kemudian layar transparan muncul di sana. Jemarinya bergerak menekan icon keranjang.

Arya menggulirkan layarnya ke bawah, dia sedang mencari salah satu item lagi yang akan dibelinya.

“Nanti gue bakal beli item ini.” Arya menunjuk sebuah suntikan dengan isi cairan berwarna hijau. “Ini item buat bikin pingsan. Sebisa mungkin saat kita mau nangkep itu burung, kita harus targetin kakinya. Bikin kakinya terikat, karena yang bahaya dari burung kasuari adalah kakinya. Setelah kakinya bener-bener terikat dan tak berdaya. Kita langsung suntikkan ini. Ketika burung itu pingsan, kita bawa dia ke toko ini.”

Arya membuka map pada layar miliknya. Kemudian menunjukkan sebuah toko pada Idun. “Menangkapnya dengan kondisi hidup dan menjualnya akan mendapat uang lebih banyak dari pada membunuhnya," papar Arya dengan sangat jelas. 

“Kamu kata siapa?” tanya Idun. 

“Nggak sengaja gue nguping player lain. Nggak ada salahnya kita coba,” jawab Arya. 

“Tapi kamu yakin, Ya? Susah, loh nangkep burung kasuari seperti itu. Itu bukan hewan yang gampang dijinakkan.”

“Gue yakin bisa. Jangan bilang susah dan nggak bisa kalau belum coba. Jadi, mending kita langsung buat jebakannya,” kata Arya penuh tekad.

"Sekarang?" tanya Idun lagi.

"Tahun depan. Ya, sekarang lah, bege!" ketus Arya sambil mendelik.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk menghabiskan seharian penuh dengan membuat perangkap. Arya yakin, besok pasti ada burung kasuari yang datang ke tempat itu. Mengingat di sana terdapat buah-buahan, yang menjadi sumber makanan si burung tersebut.

Arya dan Idun langsung mencari alat yang bisa digunakannya untuk menggali tanah. Setelah mendapatkan kayu yang kuat, mereka langsung melakukan aktivitasnya; membuat jebakan.

Merepotkan memang. Tapi bagaimana lagi? Sekarang hanya ini yang terpikirkan dan yang bisa mereka lakukan di tengah segala keterbatasan.

"Arya, aku nyerah, deh. Males banget sumpah bikin ginian."

Idun terperenyak. Dia mendaratkan tubuhnya pada tanah dan menyandarkan punggungnya pada pohon besar. Badannya sekarang terasa sakit sekali.

"Ck! Woy, lo gini aja udah nyerah? Gimana kalau ada misi sulit, Dun," oceh Arya.

"Males, Ya. Ngapain, sih, harus usaha keras kayak begini? Emang itu burung besok bakal datang lagi ke sini? Kalau nggak, gimana? Rugi dong kita!" cerca Idun.

"Pasti datang." Arya masih terus berusaha menggali lubang untuk jebakan.

"Ah...." Idun menghela napas. Dia merasa sangat-sangat malas. "Arya, ini game, kan?" tanya Idun.

Arya hanya berdeham.

"Kalau game pasti ada cara buat nge-cheat. Kita pasti bisa pakai cara itu."

Arya tiba-tiba terdiam, tak langsung menanggapi ucapan Idun. 

"Bener, kan? Coba biar aku ulik." Idun langsung mengeluarkan layar digital-nya. Mencari petunjuk, siapa tahu memang ada informasi khusus yang bisa dia dapatkan.

Ketika Idun sedang sibuk memindai, Arya tiba-tiba menghampirinya dan langsung meraih kerah baju laki-laki itu.

Seketika Idun tersentak. Matanya kini membelalak saking terkejutnya.

"Gue nggak mau main kotor di sini, Dun!" tegas Arya sembari menatap tajam partner-nya itu.

Lagi-lagi Idun menelan ludahnya kasar, ia merasa takut dengan tatapan tajam Arya. Arya yang tahu bahwa Idun ketakutan, langsung melepaskan cengkraman pada kerah bajunya.

"Dun, kita nggak tahu sistem game ini seperti apa. Nggak ada informasi apa pun, bahkan buku panduan pun nggak ada. Kita tetep kudu cari aman. Jangan gegabah, Dun," ujar Arya, dia memelankan suaranya.

"Tapi, Ya. Aku nggak bisa kalau begini. Rasanya malas sekali. Aku nggak biasa melakukan hal seperti ini. Prinsipku, kalau ada yang mudah kenapa harus melakukan hal yang susah?" Idun mendesah. Ada jeda sejenak dari obrolan mereka berdua.

"Sekali pun itu berbuat curang?" Arya langsung menyela.

Idun mendesah keras. “Arya, make it simple. Nggak usah idealis sekarang. Mending kita cari cara buat nge-cheat. Curang nggak masalah, kok. Ini adalah salah satu bentuk pertahanan untuk hidup. Pasti ada cara cepat untuk menghasilkan uang banyak. Aku yakin.” Idun mencoba meyakinkan Arya.

Bagi laki-laki yang jangkung itu, pasti di semua game ada cara untuk curang. Karena tidak ada sistem yang sempurna.

“Huh!” Arya mendengus. “Prinsip macam apa itu?!” geram Arya.  

Namun, tiba-tiba saja terdengar suara dari arah semak-semak. Sontak Arya dan Idun menoleh. Idun beranjak dan langsung berdiri dalam posisi siaga.

Mata Arya memicing, tangan kanannya langsung memegang pisau miliknya. Bersiap, jika ada hal aneh yang muncul dari arah semak tersebut.

Setelah menunggu beberapa detik. Akhirnya kedua bola mata Arya melihat seseorang keluar dari semak itu. Seorang perempuan, yang kemudian diam dan langsung menatap Arya dan Idun secara bergantian.

“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” ucap perempuan itu sembari menyeringai.

Mendengar pertanyaan tersebut membuat Idun terpaku. Dia merasa tak bisa bergerak, jantungnya mendadak berpacu dengan cepat. Bagaimana ini? Apakah Idun terciduk dan akan diadili, karena memiliki niat licik?

BERSAMBUNG ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status