"Jadi, buat apa kita ke hutan?" tanya Idun.
Saat ini Arya dan Idun sedang berjalan memasuki hutan belantara. Dengan bermodalkan senjata knife yang Arya beli dan rope yang Idun beli. Mereka mencoba mencari peruntungan untuk bisa membeli senjata yang sesuai dengan role mereka.
"Berburu." Arya menjawab dengan singkat. Matanya mencoba melihat ke beberapa titik. Dia sedang mencari hewan, yang sekiranya bisa tangkap dengan alat sederhana miliknya.
"Hah? Untuk? Bukannya tugas kita itu memiliki senjata. Kenapa harus berburu?"
Arya mendengar sayup-sayup suara dari semak-semak yang berjarak sekitar dua meter darinya.
"Ssst!" Laki-laki itu memberikan kode pada Idun untuk diam; tidak bersuara dan berjalan pelan mendekat ke arah semak-semak.
Partner Arya itu pun langsung mengatupkan bibirnya. Kemudian dia mengikuti ke mana Arya melangkah. Berjalan pelan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara yang berlebihan.
Sedangkan Arya yang berada di depan Idun, mengintip di balik semak-semak. Mencari tahu apa yang sebenarnya ada di balik semak tersebut, karena dia terus mendengar suara dari arah sana.
Dengan pandangan yang terbatas, Arya bisa melihat beberapa hewan unggas di sana. Dia mencoba menilik hewan berbulu lebat, berwana hitam, berkaki dua dengan cakar yang tajam seperti belati dan di kepala burung tersebut yang berwarna biru terdapat gelambir berwarna merah.
"Wah, burung kasuari?!" pekik Idun, yang sangat antusias ketika melihat hewan asli negara Australia.
"Ssst!" Arya menoleh ke arah Idun sembari menempelkan jari telunjuknya di bibir. "Diem, jangan berisik. Kalau mereka takut bahaya!" tegas Arya sambil berbisik. Terlihat matanya tajam menatap Idun, seolah menegaskan bahwa dia kesal pada partner-nya itu.
Menelan ludahnya kasar, ini kali pertama Arya memarahi Idun. Dia akhirnya mengangguk.
"Terus sekarang mau gimana?" tanya Idun lagi, kini dia berbisik.
Arya tak langsung menjawab, matanya masih melihat ke arah burung yang akan menjadi calon buruannya. Burung tersebut sedang memakan buah-buahan yang ada di dekatnya.
Mungkin sekitar sepuluh menit mereka berdua tetap diam pada posisinya. Akhirnya burung-burung tersebut terlihat meninggalkan tempat perburuan makannya.
"Dun, kita bikin jebakan di sini," ucap Arya tiba-tiba.
"Jebakan? Buat apa? Nangkep burung itu? Kamu yakin, Arya?" cerocos Idun.
Arya hanya mengangguk. "Kita bikin lubang, terus tutup lubang itu pakai dedaunan. Tapi sebelumnya lo kudu pasang jebakan, pakai tali lo. Kita targetin kakinya supaya terikat sama tali lo," papar Arya.
Menekan tombol pada jam yang sedang melingkar di tangan kiri Arya. Kemudian layar transparan muncul di sana. Jemarinya bergerak menekan icon keranjang.
Arya menggulirkan layarnya ke bawah, dia sedang mencari salah satu item lagi yang akan dibelinya.
“Nanti gue bakal beli item ini.” Arya menunjuk sebuah suntikan dengan isi cairan berwarna hijau. “Ini item buat bikin pingsan. Sebisa mungkin saat kita mau nangkep itu burung, kita harus targetin kakinya. Bikin kakinya terikat, karena yang bahaya dari burung kasuari adalah kakinya. Setelah kakinya bener-bener terikat dan tak berdaya. Kita langsung suntikkan ini. Ketika burung itu pingsan, kita bawa dia ke toko ini.”
Arya membuka map pada layar miliknya. Kemudian menunjukkan sebuah toko pada Idun. “Menangkapnya dengan kondisi hidup dan menjualnya akan mendapat uang lebih banyak dari pada membunuhnya," papar Arya dengan sangat jelas.
“Kamu kata siapa?” tanya Idun.
“Nggak sengaja gue nguping player lain. Nggak ada salahnya kita coba,” jawab Arya.
“Tapi kamu yakin, Ya? Susah, loh nangkep burung kasuari seperti itu. Itu bukan hewan yang gampang dijinakkan.”
“Gue yakin bisa. Jangan bilang susah dan nggak bisa kalau belum coba. Jadi, mending kita langsung buat jebakannya,” kata Arya penuh tekad.
"Sekarang?" tanya Idun lagi.
"Tahun depan. Ya, sekarang lah, bege!" ketus Arya sambil mendelik.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk menghabiskan seharian penuh dengan membuat perangkap. Arya yakin, besok pasti ada burung kasuari yang datang ke tempat itu. Mengingat di sana terdapat buah-buahan, yang menjadi sumber makanan si burung tersebut.
Arya dan Idun langsung mencari alat yang bisa digunakannya untuk menggali tanah. Setelah mendapatkan kayu yang kuat, mereka langsung melakukan aktivitasnya; membuat jebakan.
Merepotkan memang. Tapi bagaimana lagi? Sekarang hanya ini yang terpikirkan dan yang bisa mereka lakukan di tengah segala keterbatasan.
"Arya, aku nyerah, deh. Males banget sumpah bikin ginian."
Idun terperenyak. Dia mendaratkan tubuhnya pada tanah dan menyandarkan punggungnya pada pohon besar. Badannya sekarang terasa sakit sekali.
"Ck! Woy, lo gini aja udah nyerah? Gimana kalau ada misi sulit, Dun," oceh Arya.
"Males, Ya. Ngapain, sih, harus usaha keras kayak begini? Emang itu burung besok bakal datang lagi ke sini? Kalau nggak, gimana? Rugi dong kita!" cerca Idun.
"Pasti datang." Arya masih terus berusaha menggali lubang untuk jebakan.
"Ah...." Idun menghela napas. Dia merasa sangat-sangat malas. "Arya, ini game, kan?" tanya Idun.
Arya hanya berdeham.
"Kalau game pasti ada cara buat nge-cheat. Kita pasti bisa pakai cara itu."
Arya tiba-tiba terdiam, tak langsung menanggapi ucapan Idun.
"Bener, kan? Coba biar aku ulik." Idun langsung mengeluarkan layar digital-nya. Mencari petunjuk, siapa tahu memang ada informasi khusus yang bisa dia dapatkan.
Ketika Idun sedang sibuk memindai, Arya tiba-tiba menghampirinya dan langsung meraih kerah baju laki-laki itu.
Seketika Idun tersentak. Matanya kini membelalak saking terkejutnya.
"Gue nggak mau main kotor di sini, Dun!" tegas Arya sembari menatap tajam partner-nya itu.
Lagi-lagi Idun menelan ludahnya kasar, ia merasa takut dengan tatapan tajam Arya. Arya yang tahu bahwa Idun ketakutan, langsung melepaskan cengkraman pada kerah bajunya.
"Dun, kita nggak tahu sistem game ini seperti apa. Nggak ada informasi apa pun, bahkan buku panduan pun nggak ada. Kita tetep kudu cari aman. Jangan gegabah, Dun," ujar Arya, dia memelankan suaranya.
"Tapi, Ya. Aku nggak bisa kalau begini. Rasanya malas sekali. Aku nggak biasa melakukan hal seperti ini. Prinsipku, kalau ada yang mudah kenapa harus melakukan hal yang susah?" Idun mendesah. Ada jeda sejenak dari obrolan mereka berdua.
"Sekali pun itu berbuat curang?" Arya langsung menyela.
Idun mendesah keras. “Arya, make it simple. Nggak usah idealis sekarang. Mending kita cari cara buat nge-cheat. Curang nggak masalah, kok. Ini adalah salah satu bentuk pertahanan untuk hidup. Pasti ada cara cepat untuk menghasilkan uang banyak. Aku yakin.” Idun mencoba meyakinkan Arya.
Bagi laki-laki yang jangkung itu, pasti di semua game ada cara untuk curang. Karena tidak ada sistem yang sempurna.
“Huh!” Arya mendengus. “Prinsip macam apa itu?!” geram Arya.
Namun, tiba-tiba saja terdengar suara dari arah semak-semak. Sontak Arya dan Idun menoleh. Idun beranjak dan langsung berdiri dalam posisi siaga.
Mata Arya memicing, tangan kanannya langsung memegang pisau miliknya. Bersiap, jika ada hal aneh yang muncul dari arah semak tersebut.
Setelah menunggu beberapa detik. Akhirnya kedua bola mata Arya melihat seseorang keluar dari semak itu. Seorang perempuan, yang kemudian diam dan langsung menatap Arya dan Idun secara bergantian.
“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” ucap perempuan itu sembari menyeringai.
Mendengar pertanyaan tersebut membuat Idun terpaku. Dia merasa tak bisa bergerak, jantungnya mendadak berpacu dengan cepat. Bagaimana ini? Apakah Idun terciduk dan akan diadili, karena memiliki niat licik?
BERSAMBUNG ….
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,