Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Klien Merasa Sangat Puas

Share

Klien Merasa Sangat Puas

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-03-03 15:20:06

Adit kembali memijit. Ia merasa lebih tenang saat ini karena ternyata kliennya suka dengan pelayanannya.

Namun demikian, Adit bertanya-tanya; kenapa wanita itu meliuk-liuk seperti cacing dan juga mengeluarkan suara aneh?

Adit memang polos. Di usianya yang ke 22 tahun itu, dia belum pernah sekali pun nonton film dewasa.

Bukannya ia tak mengerti apa itu terangsang dan apa itu hubungan badan. Tapi sesungguhnya baru kali ini ia melihat secara langsung ada wanita yang sedang merasa seperti itu yang menurutnya sangat ambigu; apakah dia sakit atau apa? Sebab ia sungguh murni hanya memijit.

Adit juga sangat sopan dalam memijit. Ia tak aneh-aneh. Bahkan tak berani benar-benar melihat wanita itu. Ia memijit bagian yang semestinya sopan untuk dipijit.

Hingga kemudian, dua jam berlalu begitu saja. Dua jam adalah waktu standard klinik untuk melayani konsumen dengan pijitan.

“Huff... amazing... aku, sampai dibuat basah sama kamu. Siapa tadi namamu?” tanya wanita itu dengan nafas terengah.

“E—Adit, Nona...” jawab Adit. Ia pun juga tak begitu paham apa maksud wanita itu ketika dia mengatakan amazing; menjadi basah? Berkeringatkah maksudnya?

“Adit, sebentar. Jangan pergi dulu...”

“Ada yang bisa saya bantu lagi, nona?” tanya Adit.

“Nggak. Aku sudah puas. Tapi ada tips untukmu dan kalau aku ke sini lagi, aku mau kamu yang melayaniku ya!” kata wanita itu.

“Dengan senang hati, nona. Syukurlah jika Nona puas,” kata Adit.

Wanita itu mengambil uang 300 ribu dari dalam tasnya, lalu memberikan uang itu kepada Adit.

“Ini tips untukmu. Thanks ya. Sekarang kamu boleh pergi. Aku mau mandi dulu lalu check out!” kata wanita itu.

“Wah, banyak sekali... ini buat saya?”

“Wah, kamu ini beneran anak baru ya?”

“E—iya, nona...”

“Iya. Itu tips untuk kamu!”

“Terimakasih banyak, nona. Terimakasih. Semoga rejekinya lancar terus!” kata Adit. Lalu ia pamit pergi.

Rasanya masih deg-degan. Ia keluar dari kamar itu dan pergi menuju ke ruang istirahatnya para karyawan cowok. Di sana sepi. Yang lain sudah pasti sedang ada klien.

Adit masih terbayang-bayang dengan pekerjaan yang baru saja ia selesaikan itu. Namun kemudian, ia menyadari sesuatu; ia tak bereaksi sama sekali. Tak ada yang sesak dan mengganjal di celananya. Padahal, kadang-kadang benda tumpul itu mengembang juga jika ia melihat ada wanita yang berpenampilan seksi dan ketat.

Dan sebelumnya, ketika ia memijit wanita yang tampak menarik, sesuatu di dalam celananya pun pasti terbangun.

Namun kemudian, ia merasa baik-baik saja. Wajar jika miliknya tak bereaksi, sebab ia pun juga gugup saat memijit kliennya itu, sebab ia berada dalam posisi gawat. Rentan dipecat.

Lima belas menit istirahat untuk meredakan tangannya yang pegal, Bu Celina sang manager datang ke ruangan itu untuk mencarinya.

“Adit!”

“E—iya, ibu Celina...” Adit tersentak kaget.

“Good job! Customer puas. Tadi kamu kasih service apa aja? Berkali-kali dia memujimu!” kata Celina.

Adit lega sekaligus bingung, “Saya hanya pijit biasa seperti sebelumnya, Ibu...”

“Oh ya? Nggak ada service lain gitu?” Ibu Celina menyelidik curiga.

“Servis lain? Maksudnya Ibu?” tanya Adit bingung.

Celina menghela nafas, “Ya sudah. Kamu break aja dulu. Nggak ada jadwal klien lagi sampai nanti lewat makan siang. Jadi kamu lanjut training aja nanti!” kata Ibu Celina.

Tempat itu sebenarnya menawarkan satu layanan terselubung. Namun tidak semua karyawan tahu. Itu pun juga merupakan sesuatu yang dirahasiakan. Hanya pekerja senior yang tahu. Bagi Celina yang menjadi manager sekaligus yang mengatur pula permainan rahasia itu, Adit belum saatnya tahu.

Namun, kecurigaannya pada kemampuan Adit ia harap tepat. Sebab, ia bisa memanfatkan pria itu untuk memaksimalkan layanan terselubung yang paling menguntungkan panti pijatnya itu!

***

Tak ada jatah makan siang dari tempat kerja. Mereka harus mencari makan sendiri di luar atau di kantin untuk karyawan jika malas keluar.

Adit memilih untuk keluar mencari makan yang lebih murah. Meski tadi ia mendapatkan tips yang buatnya banyak, namun ia harus tetap hemat. Nasibnya belum jelas. Ia masih terancam dipecat.

Sampai di lobi, ia bertemu lagi dengan Pak Rudi. Orang itu menatapnya dengan tatapan penuh permusuhan.

Adit pura-pura tidak tahu. Ia kesal sebetulnya, namun tak mau mencari masalah. Bagaimana pun, Pak Rudi adalah supervisor; atasannya. Dia yang memiliki peran mengatur klien akan dilayani siapa. Kecuali klien meminta sendiri siapa yang harus melayaninya.

Banyak terapis, entah perempuan, entah lelaki, yang menghormatinya. Lebih ke arah takut sebetulnya, sebab Pak Rudi ini menentukan nasib mereka. Sekalinya Pak Rudi tidak suka dengan seseorang, dia akan memberikan kesialan bertubi-tubi.

“Hah kamu! Sini!”

“Bapak memanggil saya?” tanya Adit masih sopan.

“Ya!”

Adit mendekat. “Mau kemana kamu?”

“Ini istirahat siang Pak. Saya mau cari makan di luar...”

“Bersihkan gudang! Sekarang! Setelah itu kamu boleh makan siang!”

“Tapi ini jam istirahat, pak...” kata Adit.

“Aku bilang istirahatnya nanti ya nanti!” bentak Pak Rudi. Lalu ia mendekat dan berkata pelan penuh tekanan, “Kamu hanya beruntung hari ini. Lihat saja, kamu bikin masalah lagi denganku, maka kamu akan kehilangan pekerjaan!”

“Baik, Pak...” Adit sungguh kesal. Namun apa boleh buat. Ia menurut saja. Padahal membersihkan gudang jelas bukan bagiannya. Ia paham, Pak Rudi hanya sedang mencari pelampiasan.

Adit membersihkan gudang. Setelah selesai, waktu istirahat hanya tinggal 10 menit. Terpaksa ia ke kantin saja dan membeli roti sekadar untuk mengganjal perut.

Dari kantin itu, Adit agak tergesa menuju ke ruangan pelatihan. Ia tak tahu akan mendapatkan materi apa nantinya. Sebagai orang baru, seminggu sekali ia masih harus mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan performa kerja. Dan hari itu adalah jadwalnya.

Sampai di kelokan koridor, tanpa sengaja, Adit menabrak seseorang sampai jatuh. Ayunda nama orang yang ditabrak Adit. Dia seorang terapis senior. Masih muda. Cantik pula. Tapi dia galak, sombong dan tak mau tersaingi.

“Aduh... sialan! Jalan pakai mata dong!” Ayunda marah.

“Eh, maaf. Aku nggak sengaja. Buru-buru!” kata Adit. Ia cukup terpesona juga dengan kecantikan Ayunda. Siapapun akan terpesona oleh kecantikannya. Dan selama bekerja, Adit hanya berkesempatan sesekali melihat Ayunda dari jauh.

“Brengsek. Aduh sakit! Awas saja kau ini ya!” ketus Ayunda.

Adit mencoba membantu wanita itu. Namun tangannya ditepis dengan kasar. Ayunda ingin bangun sendiri. Namun ia agak terhuyung. Adit segera memasang badan untuk memegangi wanita itu agar dia tak terjatuh.

Telapak tangan Adit bersentuhan dengan kulit Ayunda. Seketika terjadi sebuah reaksi tak wajar di mana saat itu juga Ayunda merasakan sesuatu yang aneh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Membereskan Semuanya Dengan Mudah

    Para preman itu menerjang Adit dengan ganasnya menggunakan segenap kemarahan atas sikap Adit yang tak mau tunduk. Dua puluh orang, berbadan kekar dan beringas, menghunuskan tinju, tendangan, bahkan beberapa di antaranya mengeluarkan pisau lipat dan juga potongan kayu yang mereka bawa dari tadi. Suasana mendadak dipenuhi suara gaduh, raungan, dan benturan sepatu di aspal.Adit tidak panik. Matanya bergerak cepat, memindai setiap pergerakan. Instingnya, yang terasah dari pengalamannya serta kekuatan gaib yang ia miliki mengambil alih kediriannya.Ketika tiga orang melancarkan pukulan bersamaan, Adit bergerak merunduk, menghindari tinju pertama yang mengarah ke kepalanya. Dalam gerakan lanjutan yang mulus, ia memutar tubuhnya, siku kirinya menghantam sisi rahang salah satu penyerang. Suara benturan tumpul terdengar merdu, dan orang itu langsung limbung, matanya berkedip bingung menatap ribuan kunang-kunang yang tiba-tiba muncul begitu saja.Tanpa jeda, Adit melancarkan tendangan rendah k

  • Tukang Pijat Tampan   Para Preman Minta Jatah

    Siapa yang datang mencari Adit itu sebetulnya adalah sebuah bagian dari rencana Jarwo. Sejak awal, ia sudah menghubungi teman-temannya dari masa lalu. Jumlahnya dua puluhan orang lebih yang kini sudah berjejer di depan kafe, sebagian besar berbadan tegap, tato memenuhi lengan, dan sorot mata mengancam.Sebagian dari anak buah Adit, yang kenal dekat dengan Jarwo, tahu soal rencana busuk itu. Namun memang tidak semua setuju dengan hal itu, kecuali Tegar, yang terlihat menyeringai tipis di belakang Jarwo.Hanya saja, mereka yang mengetahui rencana Jarwo itu memilih diam saja. Mereka tahu, Jarwo yang menjadi kepala keamanan sebelum Adit, dulu pun adalah preman yang sudah punya reputasi sangar di jalanan, bahkan sudah pernah dipenjara sampai dua kali. Aura dan masa lalunya cukup untuk membungkam siapa pun yang ingin protes.Adit melihat orang-orang itu begitu ia sampai di depan. Gerombolan preman dengan pakaian serba hitam dan wajah sangar itu memenuhi area parkir kafe. Tanpa ragu, Adit la

  • Tukang Pijat Tampan   'Tamu' Mencari Adit

    Pukul dua lewat dan hampir setengah tiga sore, hawa sejuk dari pendingin ruangan masih menusuk kulit. Renata dan Adit sudah siap untuk berangkat setelah selesai mandi dan berpakaian.Celina masih terlelap pulas, napasnya teratur, bibirnya sedikit terbuka, menunjukkan betapa lelap tidurnya. Dia tetap harus dibangunkan, meskipun tak perlu kembali ke tempat kerja."Bangun Cel, kami mau balik!" Renata mengguncang pelan bahu Celina, nada suaranya sedikit malas namun ada gurat geli."Eh... hoh... jam berapa ini?" Celina menggeliat, kelopak matanya berkedut sebelum terbuka perlahan. Matanya mengerjap-ngerjap, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya remang ruangan."Kamu tidur aja. Kami naik taksi!" Renata bersiap meraih tasnya."Aduh... masak naik taksi..." Celina mencoba bangkit, mengusap wajahnya yang masih terasa lengket dan lelah. Setiap otot di tubuhnya serasa ditarik ulur, lemas tak bertenaga. "Duh maaf ya... pegel banget kakiku. Lemes... kok bisa capek kayak gini ya... kamu nggak cap

  • Tukang Pijat Tampan   Harapan Renata

    Betapa cepat Celina sampai di puncak kebahagiaannya. Tentu hal itu bukan karena sesuatu yang masuk ke dalam tubuhnya itu saja, namun juga Adit yang sengaja kembali mengaktifkan tangan ajaibnya, di mana sentuhan di bagian tubuh manapun pada diri Celina akan membuatnya semakin menggila.Kurang dari lima menit ia bergerak di atas tubuh Adit, sungai kenikmatan itu mengalir deras. Energinya terkuras habis-habisan dan ia sudah tak sanggup lagi untuk bergerak."Gila... ini enak banget, Ren..." ucap Celina yang ambruk di tubuh Adit, belum melepaskan penyatuannya. Napasnya terengah-engah, suaranya tercekat karena desahan sisa gairah."Baru sebentar... aku bisa main lama loh sama Adit..." kata Renata, nada suaranya penuh percaya diri."Gantian kamu... aku butuh rebahan... nggak kuat... ouch..." tubuh Celina bergetar sedemikian rupa saat ia melepaskan diri dari Adit. Ia pun rebah begitu saja di samping Adit, memejamkan mata, menghirup udara sebanyak-banyaknya dan tak memedulikan apapun lagi. Jej

  • Tukang Pijat Tampan   Hal Baru Yang Berbeda

    Adit semakin bersemangat untuk menyenangkan kedua wanita itu. Kedua tangannya kini tak hanya mengusap dan memijat tipis-tipis di bagian punggung, namun juga sudah turun ke bawah, menelusup melewati celah celana dalam yang sudah basah itu.Celina dan Renata terus menjerit menyuarakan kebahagiaan yang dahsyat itu. Adit merasakan jari-jarinya terjepit kehangatan yang licin itu. Ombak kebahagiaan menerobos keluar, mengucur deras bersamaan dengan geliat tubuh kedua wanita itu yang tak terkendali seperti cacing yang ditetesi air jeruk.Mungkin sudah 10 menitan Adit melancarkan aksinya yang membuat Renata dan Celina menggila. Kini ia menyudahinya. Ia tak mau kedua wanita itu malah ketiduran dan dia tak mendapatkan apa-apa.Adit merebahkan tubuhnya di antara mereka berdua yang masih tengkurap dengan nafas memburu menikmati sisa kebahagiaan yang berangsur menipis itu, mengumpulkan tenaga yang baru saja terkuras.Celina lebih awal bangkit dari posisinya. Ia duduk dengan wajah memerah dan dengan

  • Tukang Pijat Tampan   Menghadapi Renata dan Celina

    Celina bangkit dari sofa, berjalan anggun menuju pemutar piringan hitam di sudut ruangan. Ia memilih sebuah cakram vinil, lalu meletakkannya dengan hati-hati. Tak lama, alunan musik jazz lembut mengisi ruangan. Atmosfer yang sudah hangat kini terasa makin intim.Renata kemudian bergeser duduk mendekat ke Adit, menyingkirkan bantal di antara mereka. “Kamu akan main sama kita berdua. Nggak keberatan kan?” bisiknya.Adit menelan ludah. Jantungnya berdebar kencang, namun ada desiran gairah yang tak dapat ia pungkiri. "Terserah Kakak berdua saja," jawabnya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang.Namun di satu sisi, sesungguhnya Adit merasa lega. Jika hal itu terjadi, maka ia bisa lepas dari Renata. Dalam artian, selama ini, yang mereka lakukan memang tak melibatkan perasaan.Adit sempat khawatir, dengan sikap Renata terakhir mereka bertemu, ada sesuatu yang mengisyaratkan bahwa hubungan mereka lebih dari sekadar nafsu.Tapi kini, Renata malah menawarkan sebuah permainan mendebarkan. Demi a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status