Shanaz memegangi ponselnya dengan tangan yang gemetar. Bagaimana ini? Lalu, bagaimana dengan nasib Nabila? Jika sekarang dia ada di dalam tubuh wanita ini?
“Bila.” Ibunya memegang kedua bahu Nabila, merasa ada yang aneh dengan sikap anaknya barusan.“Kamu masih sakit?”Shanaz yang ada di dalam tubuh Nabila pun menggeleng. Wajahnya yang memucat tak dapat disembunyikan. Ia harus ke sana sekarang. Ke jembatan di mana dia tenggelam bersama dengan mobilnya waktu itu.“Bu, sepertinya aku harus pergi. Aku harus memeriksa sesuatu.”Kening ibunya mengerut. “Memeriksa apa? Seharusnya tubuh kamu yang diperiksa, kamu masih pucat Nabila!”“Tidak. Sha ... ekhem, Nabila harus memastikan sesuatu.”**Bermodalkan uang yang ada di dalam dompet Nabila, Shanaz pergi ke jembatan di mana kecelakaan itu terjadi.“Aku akan mengembalikan uangmu begitu kita sudah bertukar posisi,” ucap Shanaz dalam hati.Perjalanan menuju jembatan itu memakan waktu sampai satu setengah jam. Pikiran Shanaz masih berkelana ke mana-mana. Bagaimana bisa hal ini terjadi padanya? Mengapa ia bisa bertukar tubuh?Apakah ini jawaban yang ia terima setelah meminta permohonan konyol itu? Ia ingin balas dendam. Tapi kenapa harus dengan cara seperti ini?Shanaz turun dari taksi setelah memberikan uang ongkosnya. Ia memandangi sekitarnya, masih tampak ada beberapa polisi dan relawan yang mencari tubuhnya.Tubuh Shanaz belum bisa ditemukan! Padahal sudah satu hari lebih kecelakaan berlalu. Kalau sampai dirinya mati, maka Nabila akan mati.Matanya kemudian menangkap sosok bayangan yang membuat hatinya bergejolak marah. Lita dan Fernando, mereka berdua sedang ada di sana, entah untuk merayakan kemenangan karena shanaz sudah tidak ada lagi. Atau memang hanya untuk pencitraan saja.Dengan langkah ragu, Shanaz menghampiri mereka berdua. Ingin mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.“Seharusnya kamu bahagia kan karena tidak perlu repot-repot mengurus surat perceraianmu dengan istrimu?” Lita mengusap punggung Fernando dengan lembut.Shanaz yang berdiri di samping mereka, melirik tajam. Fernando dan Lita tidak curiga, karena yang ada di sebelah mereka adalah tubuh Nabila bukan Shanaz.“Setidaknya harus menunggu tubuhnya ditemukan agar bisa dikatakan meninggal,” sahut Fernando. Tak ada tanda kesedihan dalam raut wajahnya.“Jadi—kita akan menikah setelah Shanaz dinyatakan meninggal?”Fernando mengangguk. “Jika dia ternyata tidak mati, aku tidak tahu harus bagaimana.”Mata Shanaz membeliak. Seperti itukah Fernando yang sebenarnya? Di depannya selalu bersikap manis, tapi di belakangnya. Pria itu ternyata sangat menyebalkan.“Kalau aku berharap dia mati, tidak apa-apa kan?” Lita terkekeh. Alih-alih marah, Fernando malah tersenyum dan memeluk pinggang wanita itu dengan mesra.“Kita harus kembali, tak baik kamu terus ada di sini. Hawa di sini sangat negatif, tak baik untuk anak kita.”Shanaz mengepalkan tangannya. Sebenarnya anak bukanlah alasan utama Shanaz untuk menceraikannya. Melainkan karena dia memang sudah tergoda oleh Lita.Wanita itu masih muda dan cantik. Tidak seperti dirinya. Alasan karena Shanaz tidak bisa memiliki anak hanyalah akal-akalan Fernando untuk membenarkan perbuatannya dengan menikah siri dengan Lita.Shanaz menatap langit yang sudah berwarna oranye. Ia harus pulang, tubuhnya belum ditemukan. Tapi—kalau ditemukan dia bisa berbuat apa?Dengan langkah gontai, Shanaz berjalan tanpa arah. Hingga tanpa sadar menabrak seseorang yang menggunakan jaket bertudung hitam.“Maaf,” kata Shanaz sambil menundukkan kepalanya.“Seharusnya kamu menggunakan kesempatan ini untuk membalasdendam. Bukankah ini yang kamu mau? Selesaikan dendammu maka semuanya akan kembali seperti semula.” Lelaki itu tidak menampakkan wajahnya. Hanya saja Shanaz dapat melihat seringaian menakutkan dari bibir itu.Shanaz tersadar sedetik kemudian, lalu mengejar lelaki itu.Karena banyak orang di sana. Shanaz kehilangan lelaki itu, yang membaur dengan sekelompok orang.“Dia siapa? Kenapa dia tahu rencanaku?” gumam Shanaz.Kalimat itu terus terngiang dalam kepala Shanaz. Dia memang harus membalaskan dendamnya pada Fernando dan juga Lita. Mereka harus merasakan apa yang dia rasakan saat ini. Betapa sakitnya dibuang dan dianggap tak lagi berharga.Kedua tangan Shanaz terkepal di kedua sisi tubuhnya. Tekatnya sudah kuat, dia akan melakukannya. Demi Nabila yang entah di mana, dia akan mengembalikan tubuh itu pada sang pemiliknya nanti.Jika lelaki tadi sudah mengatakan seperti itu, maka besar kemungkinan tubuhnya sudah berada di suatu tempat. Dan tidak mati.**Shanaz belum terbiasa dengan tubuhnya yang sekarang. Mungkin karena masih muda, tubuh Nabila terasa sangat ringan dan gesit. Bahkan ketika ibunya mengatakan bahwa Nabila sedang sakit, dia sama sekali tidak lemah.“Kamu tidak perlu memikirkan masalah pekerjaan, menganggur sebentar juga tidak apa-apa.” Seakan mengerti apa yang dilamunkan Nabila, ibunya mengatakan seperti itu pada anaknya.“Pekerjaan?”Ibunya mengangguk. “Kamu stress setelah di-PHK. Kamu sakit karena merasa bertanggungjawab atas hidup ibu, jadi mulai sekarang kamu jangan khawatirkan masalah itu.”Ternyata Nabila adalah anak yang berbakti.“Ini ikan kesukaanmu.”Kesukaan? Tapi Shanaz tidak menyukai ikan, karena menurutnya ikan itu baunya sangat amis.Shanaz menutup mulutnya dan segera pergi ke wastafel lalu memuntahkan cairan bening di sana.“Kamu kenapa?” tanya ibunya sambil memijat tengkuk leher Nabila.“Bu, jangan ikan. Singkirkan ikan itu.” Mata Nabila basah, dia benar-benar tidak menyukai ikan.Ibunya yang mengenal Nabila menjadi sedikit heran, memang kalau setelah sakit selera makan berubah ya? Namun karena tak mau banyak bertanya akhirnya ibunya menyingkirkan itu dan menggantinya dengan telur. Hanya telur.“Kalau kamu menyukai telur, tahu begitu ibu akan memasak ini saja. Sederhana,” kekeh ibunya. Namun Nabila merasa tidak enak.**Shanaz mengamati sosial media milik Fernando. Tak ada apa-apa di sana, atau setidaknya sekadar ucapan belasungkawa.Ingin sekali Shanaz mengutuk lelaki itu, tapi sayangnya tidak bisa.Lelah menggulir, Shanaz menemukan sebuah lowongan pekerjaan yang ada di dalam rumah keluarga besar Fernando. Seorang pembantu rumah tangga yang masih muda dan energic.Shanaz pikir jika dia masuk ke sana dengan tubuh Nabila, pasti dia akan diterima. Apalagi dia masih muda dan fresh.“Ini adalah satu-satunya cara aku bisa ke sana. Aku harus lolos dan menjadi pembantu itu. Dengan begitu, aku bisa menghancurkan Lita dan Fernando,” gumam Shanaz.Dia melompat dari ranjang kemudian mencari berkas-berkas untuk mengajukan lamaran.Namun tangannya berhenti ketika dia membaca salah satu surat pengalaman kerja Nabila. Ternyata dia pernah menjadi sekretaris di sebuah perusahaan asing.Sepertinya akan terlihat aneh kalau tiba-tiba dia muncul di sana dan melamar pekerjaan menjadi pembantu.Kepala Shanaz tiba-tiba berat. “Tidak—tidak harus jadi pembantu, kan?”“Sepertinya aku harus melamar di perusahaan Fernando. Dengan itu—aku bisa masuk ke dalam kehidupanya dengan sedikit usaha. Nabila cantik, jadi mana mungkin dia akan menolak Nabila.” Shanaz berkata penuh yakin, seakan apa yang ia rencanakan akan berjalan sesuai rencana.Padahal, tidak …"Apa kamu pikir aku adalah barang. Yang seenaknya sendiri bisa dipindah tangankan seperti ini?!" Nabila tersulut emosi mendengar pernyataan dari Fernando. Kini dia percaya dengan ucapan dari Lorenzo dan Shanaz yang mengatakan hal-hal buruk mengenai lelaki itu. Dia sekarang mengerti mengapa akhirnya Lorenzo dan Shanaz nekat menikah saat wanita itu terjebak di tubuhnya. Karena selain saling mencintai. Lorenzo pasti ingin menyelamatkan Shanaz. "Bukan seperti tapi–" Fernando mau berkilah. Namun Lita memukul lengannya dengan kencang sambil menangis. Dia tak menyangka kalau ternyata kelakuan suaminya masih tak berubah. Laki-laki yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. "Keterlaluan! Kamu ceraikan saja aku kalau mau menikahi wanita lain," amuk Lita."Aku juga tidak mau menikah dengan suamimu. Jadi kamu tenang saja," sambar Nabila. Ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Permisi!" Lorenzo dan Shanaz sebenarnya kasihan. Mereka berniat mengejar Nabila. Namun terlebih dahulu berpamita
Berbagai pengobatan telah dilakukan oleh Shanaz demi bisa sembuh. Dan setelah 3 tahun usahanya membuahkan hasil. Kini dia sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah keluarga besar Lorenzo. Keluarga Lorenzo tak pernah mengetahui cerita mengenai jiwa Shanaz yang selama ini terperangkap di dalam tubuh Nabila. Dan saat tiba-tiba Shanaz muncul di keluarga mereka, Lorenzo hanya berkata kebetulan menemukan Shanaz. "Bagaimana bisa tiba-tiba kamu bertemu dengan Shanaz? Dia kan sudah–" tanya Santi yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah mengapa perasaannya campur aduk. Ayahnya juga mempunyai pertanyaan yang sama. Namun memilih diam.Sementara Fernando dan Lita di dalam hatinya merasa cemas. Apalagi kalau bukan masalah uang asuransi jiwa yang dimiliki oleh Shanaz. Mereka takut Shanaz akan mempertanyakannya. Padahal tidak. Shanaz dan Lorenzo tak peduli mengenai masalah itu."Belum Ibu. Shanaz belum meninggal," jawab Lorenzo dengan sopan.Di sana juga ada Nabila. Dia duduk di samping Lorenzo.
Karena kesal Santi mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Nabila menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu meminta penjelasan dari Lorenzo."Siapa itu Edward?" tanya Nabila dengan raut wajah yang serius."Edward adalah kami. Maksudku anakku dengan Shanaz," jawab Lorenzo.Nabila mematung. Kini tak tahu harus berbuat apa. Lorenzo memohon agar Nabila mau pulang dengannya. Ini semua dia lakukan demi anaknya."Anakku membutuhkanmu. Setidaknya pulanglah demi Edward," pinta Lorenzo."Okey. Aku mau mengurus Edward. Tapi di rumah ibuku," sahut Nabila. "Dan 1 lagi. Aku tak mau kamu ikut denganku," lanjutnya memberi syarat. Padahal Lorenzo belum menjawabnya.Lorenzo terdiam. Dia tak bisa menyalahkan Nabila dalam hal ini. Seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Tiba-tiba bangun dengan status baru sebagai seorang istri dan anak. Dia berhak marah. Meskipun sebenarnya Lorenzo terlanjur nyaman karena terlalu lama bersama dengan Nabila. "Bagaimana?" tanya Nabila ingin memastikan.Lorenzo tak b
Lorenzo menghargai keputusan Shanaz. Hanya saja dia tak menyangka, bahwa istri yang dia nikahi. Istri yang sanggup membuatnya merasa nyaman setelah kepergian Shanaz adalah mantan adik iparnya sendiri. Yang tak lain adalah Shanaz. "Lalu bagaimana cara agar mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing?" tanya Lorenzo."Pejamkan mata. Lalu genggam erat tangannya dan katakan mari bertukar posisi lagi sebanyak 3 kali. Maka kalian akan bertukar posisi seperti semula," jawab orang misterius tadi.Shanaz yang awalnya menunduk lesu karena bimbang, menjadi menoleh ke arahnya. "Kamu mau aku kembali ke badanku?" Shanaz bertanya balik."Semua keputusan ada di tanganmu," jawab Lorenzo. Shanaz dan Lorenzo bersitatap. Lorenzo kemudian menoleh ke arah orang misterius tadi. "Apa konsekuensi jika Shanaz memilih kembali ke tubuhnya?" tanyanya."Seperti yang kamu lihat. Dia akan koma. Jika kamu mau kamu harus menunggu sampai dia sembuh," jawab orang misterius tadi. "Jika tidak kembali ke tubuh masi
Lita selalu berupaya mencelakai Shanaz dan juga bayinya. Misalnya menukar obat Shanaz. Namun tak berhasil karena salah seorang pelayan memberi tahu Shanaz. Saya itu Shanaz hanya memberi peringatan agar Lita tak lagi melakukan hal itu. Shanaz tak tega melaporkan kejadian ini karena kasihan kepada Felicia, sebab anak itu sakit-sakitan dan butuh penanganan medis khusus. Namun ternyata Lita tak juga jera. Dia menyabotase mobil Shanaz agar mengalami kecelakaan. Beruntung Fernando dapat mencegahnya. Dia mengorbankan diri dengan mengorbankan mobilnya menjadi penghalang mobil Shanaz yang akan kecelakaan. Shanaz lagi-lagi menemukan bukti bahwa Lita pelakunya. Dan berjanji akan memberi tahu soal ini pada keluarga besar Fernando. Lita mulai jera kali ini.Saat di rumah sakit. Ketika menjenguk Fernando yang sedang kecelakaan. Shanaz menabrak seseorang. Sosok itu tak asing bagi Shanaz. Dia orang yang sama dengan yang menabraknya usai dirinya kecelakaan lalu bertukar tubuh dengan Nabila."Kamu kan–
Setelah mendengar alasan Lita ingin menemui Fernando. Lorenzo yang ada di depan pintu gerbang menyuruh satpam untuk membukakan pintu. "Bukakan pintunya Pak.""Tapi Tuan Fernando melarang saya, Tuan Lorenzo," sahut satpam. "Dia tidak akan berani protes kalau aku yang menyuruhnya," ucap Lorenzo. "Baik Tuan Lorenzo. Kalau begitu akan saya bukakan pintunya," sahut satpam. Ia kemudian membukakan pintu gerbang untuk Lita.Lita tak henti menatap wajah kakak iparnya. Setelah pintu gerbang dibuka ia mengucapkan rasa terimakasihnya yang tulus. Dia begitu terharu akan kebaikan yang ditujukan oleh lelaki yang dulunya sangat ia benci."Terimakasih Kak Lorenzo. Karena telah memberikan izin Lita untuk masuk," ucap Lita dengan berlinang air mata."Aku melakukan ini bukan karenamu. Tapi karena anakmu. Dia bagian dari keluarga ini," sahut Lorenzo dengan nada dingin.Lita menghapus air matanya dengan mandiri. Tak apalah jika Lorenzo berpikiran seperti itu. Yang terpenting dia bisa masuk dan menemui Fe