Share

Tukar Ranjang
Tukar Ranjang
Author: Bunga Peony

Bab. 1

Author: Bunga Peony
last update Huling Na-update: 2024-10-09 20:07:11

~ PASANGAN BERZ!N4 ~

Rintik hujan yang turun tak menyurutkan hati seorang Cataleya untuk bertemu pujaan hatinya. Seminggu tak bertemu seperti sewindu saja rasanya.

Setelah dua jam mengendarai mobil hitam yang menjadi teman setia akhirnya Leya sampai juga di dalam garasi rumah minimalis miliknya. Senyum ceria tak henti-henti terukir di wajahnya.

"Mas Abram pasti senang dengan kejutanku ini, untung saja Mbak Sofa bisa diajak kerja sama. Jadi aku bisa izin pulang lebih cepat," gumam Leya sembari menggapai paperbag yang berisi cake kesukaan suaminya. Tak lupa sebuah buket rangkaian bunga Lili putih yang indah melambangkan kesetiaan.

Hujan kembali menggelegar, kilatnya menyambar-nyambar seakan tengah murka pada dunia.

"Astaghfirullah, kenapa cuaca semakin buruk sekali. Sepanjang jalan hujan saja, tapi untung aku sudah di rumah. Tapi ... apa mungkin Mas Abram sedang tidur?"

Kening Leya terlipat dalam melihat suasana rumahnya yang tampak begitu sepi seakan tak berpenghuni. Dia mengeluarkan kunci dari dalam tas yang terlampir di bahunya. Dengan langkah pelan dia melangkah masuk ke dalam rumah yang minim pencahayaan.

Leya tak ada niat untuk memanggil nama suaminya ataupun penghuni rumah yang lainnya. Dia ingin membuat kejutan spesial untuk suaminya di hari anniversary pernikahan mereka.

Sebagai wanita karier yang memiliki kedudukan cukup tinggi di perusahaan mengharuskan dirinya selalu siap ditugaskan ke mana saja. Satu minggu Leya tak pulang ke rumah, dia harus menghandle anak cabang perusahaan di luar kota.

Leya terus melangkah ke kamar dengan perasaan yang berdebar. Terbayang dalam benaknya saat ini bagaimana ekspresi sang suami yang terkejut dan bahagia.

"Ahhh!" Suara rintihan terdengar sayup-sayup dari balik pintu membuat tubuh Leya terpaku sesaat. Dadanya berdesir dengan sejuta tanda tanya di dalam benaknya.

Di balik pintu itu adalah ranjang peraduan miliknya dan juga Abram. Jika dia berada di sini lalu siapa yang ada di dalam sana?

Suara rintihan itu semakin jelas terdengar di balik gemuruh hujan yang menggelegar saat langkah kakinya semakin mendekat.

Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Tubuhnya pun sedikit bergetar dengan kedua tangan menggenggam erat hadiah yang dia bawa.

Leya bukanlah anak kecil yang tak tahu arti dari suara-suara yang dia dengar saat ini. Tetapi dirinya masih berusaha untuk menyangkal jika bukan suaminya yang ada di balik pintu itu. Tapi di detik Leya membuka celah pintu itu sedikit, saat itu juga pertahanan hatinya hancur.

Air mata menetes tak dapat dia bendung. Rasa sakit kecewa bercampur menjadi satu saat melihat sepasang anak manusia tengah menikmati keindahan surga dunia. Keduanya tanpa busana tengah berpacu dengan liar untuk mencapai kepuasan.

Lengkuhan-lengkuhan nikmat mengalun seperti ribuan anak panah yang terlepas dan menancap di tubuh Leya.

Kepala wanita berambut panjang yang tengah berada di atas suaminya sedikit berbalik. Wajahnya terlihat nyata di mata Leya. Tubuh Leya terhuyung kebelakang dan membentur tembok. Kakinya gemetar seakan tak mampu menopang tubuh kurusnya itu.

"Arsya dan Mas Abram," ucapnya lirih. Wajahnya tampak begitu pucat seakan darah tak mengalir di sana.

Di bawah derasnya hujan suara rintihan dan jeritan itu kian bergema seakan hanya ada mereka berdua di rumah itu. Air mata Leya kian membanjiri pipi.

"Di mana Bi Imah dan Pak Nanang? Apa mereka juga ikut menyembunyikan ini semua dariku?" gumam Leya yang merasa heran tak ada siapa-siapa di rumah itu. Dia bahkan baru sadar jika dari awal pintu pagar sudah terbuka tanpa adanya satpam yang biasa bertugas jaga.

Leya berdiri dan bergegas pergi. Dirinya tak mampu lagi untuk mendengar suara-suara yang menyesakkan dadanya itu.

Bodohnya dia, bukannya mendatangi dan menghajar pasangan Zina itu. Leya justru berlari keluar rumah membawa mobilnya kembali pergi melaju di bawah derasnya hujan.

~ ~ ~

Di antara hiruk pikuk jalan Suratna yang ada di tengah kota, terdapat Leya yang duduk termenung seorang diri sembari memeluk lututnya.

Leya yang tak tahu harus pergi kemana akhirnya terdampar di sebuah hotel bintang lima yang di suguhi Pemandangan kota X di penuhi dengan gedung-gedung pencakar langit.

Ponsel berdering berulang kali. Leya yang tidak tidur semalaman hanya melirik sekilas pada ponselnya yang ada di atas meja, lalu kembali menatap hampa ke arah luar balkon.

Leya yang melamun pun tak menyadari seseorang kini telah menemaninya dan tengah berdiri di sampingnya.

Usapan lembut di kepala menyadarkan Leya dan sontak dia menoleh. Menyadari siapa yang ada di sebelahnya, tanpa suara ataupun untaian kata. Wanita cantik yang sudah berumur 28 tahun itu langsung memeluk pinggul wanita yang lebih tua 4 tahun darinya dengan derai air mata yang kembali membanjiri.

"Kau membuatku panik Leya. Sudah lama sekali sejak 13 tahun yang lalu kamu bersikap seperti ini. Ada apa?" tanya wanita tak kalah cantik itu padanya.

Tangan wanita itu masih mengusap punggung Leya, memberikan jeda untuknya menenangkan diri agar dapat bercerita.

"Di-dia ... Mas Abram, dia mengkhianatiku Asna. Dia menduakanku. Semalam aku tak sengaja memergokinya sedang tidur dengan sahabatku sendiri."

Asna terkejut. Dia menarik dagu Leya untuk menatap wajahnya. Mata bengkak dan sembab Leya cukup menjelaskan sudah begitu lama wanita itu menangis.

"Apa Arsya yang kamu maksud?"

Leya menganggukkan kepala.

"Lalu kamu hanya akan diam saja, menangis dan meratap seorang diri di sini dan membiarkan mereka bersenang-senang atas penderitaanmu!"

"Lalu aku harus apa Asna? Aku harus apa?" tanya Leya frustasi. Otaknya terasa buntu dan tak mampu untuk berpikir. Semangat hidupnya seakan telah pergi jauh meninggalkannya begitu saja.

"Hapus air matamu!" Asna menggerakkan kedua jempolnya untuk mengusap linangan air mata di kedua sisi pipi sepupunya. Tatapan wanita itu begitu dalam dan penuh amarah.

"Satu tusukan yang mereka berikan padamu kembalikan puluhan kali lipat agar rasa sakitmu bisa mereka berdua rasakan hingga datang mengemis di bawah kakimu! Balas mereka Leya, jangan terpuruk sendiri seperti ini. Lakukan apa pun yang bisa membuat mereka meminta ampun padamu."

"Caranya?" tanya Leya seperti orang bodoh. Asna mendekatkan bibirnya di telinga Leya. Mata Leya melebar sempurna mendengarnya, dia mulai membisikkan rencana yang sama sekali tak pernah terlintas di otak Cataleya.

"Apa aku bisa?" Lagi-lagi Leya ragu pada dirinya sendiri. Terkadang dia tak punya keberanian sebesar yang Asna miliki.

"Manfaatkan wajah cantikmu ini, lalaki mana yang tak akan tergoda. Rebut kembali apa yang sudah dia curi darimu dan ambil miliknya juga sekalian. Sisanya biar aku yang atasi," ucap wanita bertubuh langsing berbalut gaun seksi itu menghasut.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tukar Ranjang   Bab. 82

    Sartika menarik napas pelan. Ia meletakkan cangkir tehnya ke atas meja, lalu menatap putrinya dalam-dalam.“Kadang, apa yang terlihat di luar bisa sangat berbeda dengan kenyataan di dalam, Nak. Dunia bisnis itu keras. Banyak yang terlihat mengagumkan, tapi rapuh di dalam. Bisa jadi dia mengambil risiko yang terlalu besar atau terlalu cepat berekspansi tanpa fondasi yang cukup kuat.”Nadira mengangguk pelan, menyimak setiap kata. Tapi pikirannya tetap berputar pada satu hal ketidakwajaran dari kejatuhan perusahaan tersebut, secepat itu, tanpa tanda-tanda sebelumnya.“Apa kamu sudah cek semua laporan keuangannya? Laporan audit terakhir?” tanya Sartika lebih serius.“Sudah dan di sanalah masalahnya. Laporan keuangan terlihat rapi, terlalu rapi bahkan. Nyaris sempurna. Tapi saat aku minta detail transaksi, ada beberapa dokumen yang belum bisa mereka tunjukkan. Katanya sedang direkap ulang,” jelas Nadira, menekankan nada curiga di akhir kalimatnya.

  • Tukar Ranjang   Bab. 81

    Mentari pagi yang terbit membawa cahayanya yang terasa hangat masuk ke dalam kamar melalui celah-celah jendela. Nadira berdiri di balkon menatap ke arah jalan raya, banyak anak-anak yang berlalu-lalang dengan seragam yang melekat di badan. Ada yang jalan santai sambil membaca buku, ada juga yang terlihat berbincang dengan teman jalannya dan ada juga yang tengah berlari seakan sedang dikejar sesuatu. Dering ponsel memanggil dirinya. Nadira mendengus kasar kemudian berbalik memasuki kamar. Ia meraih ponsel yang tergeletak di atas ranjang. Ia melihat ke layar, melihat nomor siapa yang tengah menelponnya. Senyum di bibirnya seketika terkembang. Satu nomor yang telah ia nantikan sejak kemarin. "Devan," serunya bahagia setelah mengangkat telpon tersebut. Suara tawa terdengar begitu nyaring dari balik telepon. "Nadira, akhirnya kamu angkat juga. Kupikir kamu masih marah," ujar suara di seberang sana, hangat dan sedikit menggoda.

  • Tukar Ranjang   Bab. 80

    Silvia pulang ke rumah dengan hati yang bahagia. Namun senyum di bibirnya seketika sudut saat mendapati sosok lelaki berjaket coklat yang masih duduk di atas motor yang terparkir di teras rumahnya. "Ngapain kamu ke sini?" Kesal Silvia. Sudah tiga bulan ini lelaki yang seharusnya tak lagi muncul dalam hidupnya, kini tiba-tiba hadir seperti parasit yang menghisap darahnya secara perlahan. "Gak perlu galak-galak begitu pada ayah anakmu ini," ujar lelaki itu santai sembari turun dari motornya. Ia mengikuti Silvia dari belakang untuk masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, lelaki itu langsung merampas tas yang Silvia pegang. Tentu saja Silvia tak tinggal diam. Tubuh kecilnya tak menjadi halangan untuk ia melawan. Namun sayang, nyali dan kenyataan tak lah sesuai. Silvia kalah setelah lelaki itu memberi sedikit sentakan hingga tas yang diperebutkan dapat di ambil. Silvia terdiam. Matanya menatap tajam ke arah lelaki itu yang kini membuka tasnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. "Kembalikan

  • Tukar Ranjang   Bab. 79

    Nadira menjatuhkan tubuhnya di atas sofa sembari memainkan gawai di tangannya. Sartika mendekat dan ikut duduk. Ia menatap lembut wanita di hadapannya, rasa sayang yang ia miliki tumbuh begitu saja pada sosok yang telah ia anggap putrinya. "Bagaimana hasil ketemu klien hari ini?" tanya wanita yang sudah memasuki usia enam puluh empat tahun itu. Nadira mengalihkan pandangan matanya, ia pun tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Sartika. "Hmm, gimana ya, Ma. Klien kali ini tampak menyedihkan," ucap Nadira iba."Menyedihkan bagaimana?""Dia bercerita kalau wajahku mirip dengan almarhum istrinya. Siapa tadi namanya ya?" Nadira mencoba mengingat nama yang tak terekam di dalam memori kepalanya. Rasa nyeri tiba-tiba kembali muncul dan kian menusuk hingga membuatnya meringis. "Ada apa, Nak?" tanya Sartika khawatir melihat Nadira yang menekan kedua sisi kepalanya. Ia berpindah duduk di samping putrinya dan mencoba membantu meredakan ra

  • Tukar Ranjang   Bab. 78

    Wanita itu kini duduk dengan tenang, meski mata Nirwan belum berhenti memandangi tiap garis wajahnya. Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan oleh logika, namun begitu lekat dengan rasa. Bukan hanya mirip, wajah wanita itu seperti cerminan dari seseorang yang tak seharusnya masih ada."Perkenalkan saya Nadira Nawles. Saya yang akan menggantikan Nyonya Nawles untuk membahas perihal investasi saham dengan anda," ucap wanita itu memperkenalkan dulu. Tangannya terulur yang langsung di sambut Nirwan dengan perasaan yang berkecamuk hebat. Ada rasa senang dan juga kecewa di dalam hatinya setelah mendengar nama yang disebut wanita berhidung mancung tersebut.Nirwan mengangguk tipis, mencoba meredakan badai di dalam dirinya. Sementara matanysterus mengawasi gerak wanita di hadapannya yang tampak tak mengenalinya.Frederick memanggil seorang pelayan untuk memesan minuman untuk Nadira. "Saya mau secangkir cappuccino dengan whipping cream sama wa

  • Tukar Ranjang   Bab. 77

    Selesai bekerja Nirwan tak langsung pulang ke rumah. Ia memilih duduk santai di jantung kota, di mana terdapat sebuah taman bermain yang cukup luas.Nirwan duduk di sebuah bangku panjang, di belakangnya terdapat deretan penjual makanan yang berbaris menjajakan makanannya. Matanya tertuju pada sebuah keluarga kecil di mana terdapat seorang anak perempuan yang berusia tak beda jauh dari Bintang. Anak perempuan itu terlihat manja dengan sang Ayah, bercanda sambil mengunyah gorengan yang mereka beli. "Andai Leya ada di sini, mungkin anak kamu sudah sebesar itu," gumam Nirwan sedih. Angin malam berembus pelan, membawa aroma gorengan dan tawa anak-anak yang masih bermain ayunan meski malam mulai merambat. Nirwan memejamkan mata sejenak, membiarkan kenangan tentang Leya mengendap di benaknya seperti kabut yang tak kunjung reda. Tanpa ia sadari sudut matanya pun mengeluarkan butiran kristal bening yang membuat pipinya basah. Spontan ia segera mengusapnya sebelum ada orang sekitar menyadar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status