Share

Bab. 44

Author: Bunga Peony
last update Last Updated: 2025-01-14 21:30:57

"Keluar kalian semua! Kembalikan anakku! Kalian pembunuh!" teriakan nyaring itu terdengar bergema hingga keluar ruangan. Bersamaan dengan itu suara benda-benda berjatuhan serta pecah pun ikut terdengar.

Leya masuk ke ruangan itu dengan perasaan campur aduk. Kaget melihat kondisi ruangan yang berantakan serta kasihan melihat saudaranya yang terlihat begitu menyedihkan.

Leya memeluk tubuh Asna. Dia mendekap kuat seraya menangis membuat Asna yang tengah mengamuk menjadi diam.

"Na, sadarlah! Ini aku, aku mohon hentikan ini!" bisik Leya lirih.

Asna mendorong tubuh Leya kasar hingga Leya terdorong beberapa langkah ke belakang. Nirwan yang melihat itu sontak langsung menangkap tubuh istrinya agar tidak terjatuh terjerembab ke lantai.

Senyum mengejek Asna terbit di bibir pucatnya. Dia menatap Leya dan Nirwan penuh benci.

"Apa yang kamu lakukan?" sentak Nirwan tak terima. Tatapan matanya tajam seakan ingin membunuh membuat Asna terdiam di tempat.

Nirwan paham jika wanita di hadapannya itu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tukar Ranjang   Bab. 88

    Silvia memeluk lututnya di sudut sofa. Tubuhnya bergetar dan jantungan terasa melompat setiap kali ketukan keras di pintu itu terdengar. Jessy kembali datang ke rumahnya, sepertinya wanita itu tak berhenti mencari suaminya. Langkah-langkah Jessy di teras terdengar jelas, berat dan penuh tekad. Silvia menahan napas, berharap suara itu menjauh. Tapi tidak—ketukan itu kembali, lebih keras, lebih mendesak. Matanya mengintip dari satu jendela ke jendela yang lain, mencari celah diantara tirai itu agar bisa menembus ruangan gelap tersebut. Tak ada sedikit pun pencahayaan, semuanya gelap seperti langit yang mulai menghitam. “Silvia, aku tahu kau di dalam!” suara Jessy menembus dinding, tajam dan penuh luka. “Aku yakin suamiku terakhir bersamamu. Aku tak akan pergi sampai kau buka pintu! Atau aku laporkan saja dirimu ke polisi." Tubuh Silvia tambah bergetar hebat, bulir-bulir keringat semakin deras mengucur setelah mendengar kata "polisi" yang bergema

  • Tukar Ranjang   Bab. 87

    Nadira menatap layar ponsel sebentar. Nama yang muncul membuat alisnya sedikit terangkat kemudian mengulas senyuman tipis. Aura wajahnya bersinar terang seakan mendapatkan sesuatu yang telah lama ia tunggu-tunggu. Matanya kembali menatap Nirwan. Raut wajah lelaki itu justru berubah terbalik seratus delapan puluh derajat darinya. Datar dan susah untuk ditebak."Boleh saya permisi untuk mengangkat telpon ini sebentar?" pamit Nadira pelan sebelum ia beranjak menyingkir keluar cafe. Sebuah ruangan panjang yang ada di samping, memiliki sebuah kolam ikan kecil dengan pancuran air di atasnya. Di sanalah Nadira kini berada, mengangkat panggilan seseorang yang membuat hatinya berbunga-bunga hanya dengan melihat namanya saja. "Halo, Van. Ada apa?" sapanya hangat. Tangan Nadira perlahan menyentuh sekuntum bunga mawar merah dalam vas yang dirangkai dengan bunga lili putih dan baby bright. Tak hanya terlihat indah tetapi juga menyegarkan mata. Nirwan yang duduk di se

  • Tukar Ranjang   Bab. 86

    Hari ini Nadira dan Nirwan kembali bertemu dan duduk dalam satu ruangan, bersama para pemegang saham lainnya. Diskusi dan juga perbincangan mengenai perusahaan berlangsung cukup lama, sekitar dua setengah jam.Ruangan yang luas itu terasa begitu sempit. Suara yang berbeda terdengar bergantian, intonasi yang berat menuntut untuk didengarkan. Di antara semua orang yang hadir, hanya satu orang yang berusaha untuk diam tak banyak bersuara, namun sudut matanya tajam mengawasi. "Maaf, Bu. Tapi sepertinya Pak Nirwan lebih tertarik dengan wajah anda ketimbang pembahasan bisnis ini." Nadira sedikit tersentak mendengar ucapan pelan yang dilontarkan oleh asistennya. "Jaga ucapanmu! Bagaimana kalau ada yang dengar," tegur Nadira dengan suara yang tak kalah pelan, namun masih bisa didengar antara mereka berdua.Asistennya pun tersenyum tipis sembari mengucapkan maaf dan kembali fokus pada tugasnya. Usia yang tak terpaut jauh dan keakraban yang terj

  • Tukar Ranjang   Bab. 85

    Seorang wanita berambut panjang tampak gelisah menatap ponselnya sedari tadi. Panggilan telpon berulang kali ia lakukan, namun tak sekalipun mendapatkan jawaban."Di mana dia?" gumamnya kesal.Langit mulai menggelap, menyisakan semburat jingga di ufuk barat. Suara kendaraan yang lalu-lalang tak mampu mengusir kegelisahan di wajahnya. Ia menggenggam ponsel lebih erat, seolah berharap benda itu bisa memberinya jawaban."Aneh, tak biasanya dia susah dihubungi. Sudah dua hari dia tak menjawab teleponku?"Kegelisahan kini menyelimuti seorang wanita berbaju seksi tersebut. Langkah-langkah kecilnya berputar-putar dalam ruangan kecil itu.Telunjuk rampingnya mengetuk bibir, namun tak seirama dengan detak jantungnya yang semakin tak menentu. Ia berhenti di bawah lampu yang menyala redup, memandangi layar ponsel yang kini hanya menampilkan nomor kontak yang sedari tadi tak dapat dihubunginya.Matanya menatap kosong ke dinding, ke arah jam yang tengah berdetak pelan. Ada sesuatu yang tak beres.

  • Tukar Ranjang   Bab. 84

    "Lepaskan Bintang!" teriak Liliana lantang. Tangannya berusaha meraih bocah lelaki yang kini berada dalam dekapan Silvia. Silvia yang berpenampilan sederhana tersenyum miring, matanya yang dingin berkilat penuh kemenangan. Tubuh kecil Bintang meronta, wajahnya memerah karena tangis yang tertahan. "Jangan coba-coba mendekat, wanita tua!" suara Silvia serak, tapi tegas, seakan setiap katanya menusuk tajam ke udara. Tangannya mencengkeram bahu Bintang lebih erat, membuat bocah itu mengaduh pelan. Liliana melangkah maju, hatinya diguncang antara marah dan tak tega melihat wajah Bintang yang bersimbah air mata dengan tubuh yang gemetar karena ketakutan. "Lepaskan dia! Kau tidak berhak membawanya pergi!" suara Liliana pecah, penuh emosi yang menekan dada. Silvia terkekeh lirih, lalu semakin menarik tubuh Bintang untuk mendekat padanya. "Dia anakku, kenapa aku tidak boleh membawanya pergi?" Bintang m

  • Tukar Ranjang   Bab. 83

    Liliana menatap Nirwan heran, lelaki yang kini tengah duduk bergabung untuk sarapan bersama itu tampak terlihat berbeda. Stelan santai melekat di tubuhnya yang kurus, senyum tipis sesekali terukir di wajah cekungnya. Persis seperti bunga yang baru saja tersiram air segar setelah hampir gersang dan mati. "Kamu tidak kerja hari ini, Nak?" Suara Liliana terdengar lembut."Hari Minggu," sahut Nirwan santai. "Mama tahu sekarang hari Minggu, tapi biasanya hari raya besar pun kamu tak pernah libur. Apa ada yang membuatmu senang?" balas Liliana semakin menyelidik. Bukannya ia tak senang dengan sedikit perubahan putranya yang tiba-tiba tersebut, hanya saja ia sedikit penasaran.Hal apa yang mampu membuat wajah putranya yang begitu suram bisa kembali berseri. Liliana menatap putranya lebih lama, mencoba mencari celah untuk memahami. Ada sesuatu yang berbeda pada sorot mata Nirwan kali ini—lebih terang, meski masih samar, seperti sinar mentari pagi yang malu-malu menembus tirai tipis.Nirwan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status