Share

Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa
Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa
Penulis: Zuya

1. Pergilah, La!

"Aku menginginkan Bang Yongki, calon suamimu, La!" Aruni menatap nyalang pada Alula.

“A-pa maksudmu, Run?” Alula tergemap dengan pernyataan Aruni, saudara tirinya.

“Batalkan pernikahanmu atau aku akan mengakhiri hidup!” Dengan napas memburu, Aruni siap menggoreskan pisau di pergelangan tangan.

“Run-Runi, jangan! Apa yang kamu lakukan!” Alula berteriak sambil mendekat.

“Sst, diam! Jangan berteriak apalagi mendekat!” Aruni menempelkan pisau di bibirnya.

“Runi, jangan berbuat nekat kayak gitu. Tenang, oke?” Alula terus mencoba mendekat, tetapi Aruni bergerak mundur.

“Diam di tempat, La! Atau aku benar-benar akan menggoreskan pisau ini ke tanganku dan aku akan mengaku kamulah yang menyakitiku.”

“Run, kita bicara baik-baik. Ada apa ini sebenarnya? Aku nggak ngerti. Kenapa kamu tiba-tiba datang minta Mas Yongki?”

“Pergilah dari sini sejauh-jauhnya malam ini juga! Biar aku yang besok menggantikanmu menjadi pengantin wanita untuk Bang Yongki.” Aruni berbicara dengan mata membola.

Alula diam di tempat. Ia bingung harus berbuat apa. Pasalnya, beberapa jam lagi adalah hari bersejarah baginya. Di mana, ia akan dihalalkan dalam bingkai pernikahan oleh pria yang paling diinginkannya.

“Kenapa kamu lakuin ini, Run? Bo doh jika aku harus pergi di hari yang paling kutunggu.” Alula menggeleng.

“Berarti kamu harus siap disalahkan semua orang atau bahkan mendekam di penjara!” Aruni benar-benar menggoreskan piau di pergelangan tangan kirinya. Cairan merah menetes, menyusul setelahnya.

“Runi! Jangan!” Alula berteriak. Ia berlari menghampiri Aruni yang tangannya sudah berdarah.

“Aku bilang jangan teriak, Lula! Dan berhenti di situ!” Aruni ganti menodongkan pisau kepada Alula.

“Pergi sekarang dan jangan pamit kepada siapa pun. Asal kamu tahu, Alula. Ini sebagai pengobat sakit hati keluargaku atas apa yang sudah kamu dan ibumu lakukan. Agar kamu tahu bagaimana rasanya saat cintamu diambil dan direbut. Pergi dari sini! Aku tidak segan menyakiti diriku sendiri. Dan tidak menutup kemungkinan aku bisa menyakitimu!” bentak Aruni.

Alula memandang Aruni dengan mata berkaca-kaca.

Tadi, ada seseorang mengetuk pintu kamar kos-kosan Alula saat ia bersiap tidur. Begitu dibuka, Aruni langsung menyerobot masuk. Tidak disangka, ternyata Aruni malah mengancam dan menyuruh pergi sesuka hati. Sementara alasannya, lagi-lagi karena sakit hati di masa lalu.

“Apa aku nggak berhak bahagia, Run? Selama ini, aku nggak pernah mengusik kamu, nggak mengganggu keluarga kalian. Tapi apa? Kalianlah yang selalu mengusikku. Apa kalian tidak bisa membiarkanku hidup tenang?”

“Enggak! Karena kamu memang tidak berhak hidup enak apalagi hidup bahagia setelah apa yang kamu lakukan! Pergi kubilang sekarang, La! Mas Adi!” Aruni kembali berteriak memanggil kakaknya.

Tidak butuh waktu lama, Adi yang dipanggil datang, masuk ke kamar Alula. Pria itu mengikat pergelangan tangan Alula.

“Mas Adi, apa-apaan ini!” teriak Alula.

Adi tidak peduli. Selesai mengikat tangan Alula, pria itu juga menyumpal mulut Alula dan menalinya dengan kain. Kemudian, diseretnya wanita berhijab abu-abu itu keluar kos-kosan yang sudah sangat sepi. Tanpa banyak bicara, Alula dimasukkan ke dalam mobil.

Mobil itu melaju membawa Alula yang meronta-ronta mencoba melepaskan diri. Entah akan dibawa ke mana.

“Adikku menginginkan calon suamimu, jadi aku akan mengabulkannya. Dan Alula, kamu harus mengalami semua ini,” desis Adi.

Cairan transparan meleleh di pipi Alula. Berteriak minta tolong pun percuma karena suaranya tidak akan keluar.

“Ibumu yang berbuat dosa dan kamu yang harus menebusnya seumur hidupmu,” ujar Adi lagi.

Jika boleh memilih, Alula ingin dilahirkan dari rahim wanita baik-baik. Namun, takdir berkehendak lain. Ia justru dilahirkan oleh wanita yang posisinya sebagai tokoh antagonis; istri kedua yang merusak kebahagiaan keluarga lain.

Ibu Alula meninggal saat ia baru lulus SD. Oleh sang bibi, Alula diantarkan ke rumah seorang pria yang disinyalir sebagai ayah biologisnya. Wajar jika keluarga sang ayah terkejut dan terjadi drama hingga istri sah ayahnya jatuh sakit karena syok sampai meninggal. Tidak ada yang mau menerima Alula termasuk ayahnya. Ia akhirnya ditempatkan di panti asuhan.

Jika noda pada baju bisa dengan mudah dibersihkan, noda suatu hubungan sampai kapan pun tidak bisa dihapus. Apalagi, nodanya nyata dan hidup, yakni berupa anak.

Alula tidak pernah meminta haknya sebagai anak. Ia bekerja keras sendiri untuk mencukupi hidup setelah dewasa. Hanya saja, saat menikah ia masih butuh sosok wali. Saat selangkah lagi ada pria yang membantu menopang masalahnya, berbagi peliknya beban hidupnya, keluarga dari pihak sang ayah kembali mengusik. Hukuman yang diterimanya sangat berat.

Tiba di jalanan sepi sebuah persawahan dan sangat jauh dari lokasi kos-kosan Alula, mobil berhenti. Dengan kasar, Alula didorong keluar hingga terjerembap di persawahan.

“Dengan tangan dan mulut terikat, akan dengan mudah orang atau binatang berbahaya menyakitimu. Berdoa saja semoga besok kamu masih hidup,”ujar Adi sambil tertawa.

“Ingat, Alula. Jangan sampai besok kamu datang ke pernikahanmu. Kalau kamu ingkar, aku bisa melakukan hal lebih buruk dari ini,” lanjut pria berusia 27 tahun tersebut.

Kemudian, Adi berlalu meninggalkan Alula yang tergeletak di pematang sawah.

“Bukankah seseorang menanggung dosanya sendiri? Lalu kenapa aku harus menanggung dosamu, Ibu!” Alula meronta dalam hati. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menangis.

Tidak lama kemudian, ada mobil dan sepeda motor yang melintas. Namun, mereka tidak menyadari keberadaan Alula yang posisinya di bawah jalan. Tubuh wanita itu makin lemas karena terus bergerak melepaskan diri. Namun, sia-sia belaka ia bisa bebas. Lama-lama, Alula menggigil kedinginan karena sawah penuh dengan lumpur. Hingga kemudian, ia tidak sadarkan diri.

**

Esok paginya, Yongki sudah siap dengan kemeja putih lengkap dengan dasi, jas, songkok, dan celana bahan berwarna hitam. Ia sudah siap berangkat menjemput Alula sebelum nanti bersama-sama ke KUA untuk melakukan ijab kabul.

Beberapa panggilan suara dan pesan yang dikirim Yongki kepada Alula tidak pernah sampai. Pria itu hanya tersenyum.

“Masih saja percaya yang namanya pingitan. Awas kamu nanti,” ujar Yongki sambil tersenyum setelah sekian banyak pesannya hanya ceklis satu.

“Setelah setahun meyakinkan kamu, akhirnya hari ini tiba. Bismillah, semoga semuanya dipermudah.” Yongki kembali bergumam sambil terpejam.

Yongki merupakan bos laundry di mana Alula bekerja sebagai tukang setrika di sela-sela kuliah. Bukan hanya karena wajah Alula yang cantik, pria itu salut melihat perjuangan Alula yang bekerja keras tidak hanya untuk biaya hidup, tetapi juga untuk kuliah, juga adik-adik pantinya.

Awalnya, Yongki meminta agar ijab kabul dilakukan di rumahnya saja. Namun, sang calon istri menolak dengan alasan tidak mau merepotkan. Apalagi, keluarga Yongki hanya setengah hati menerima Alula. Akhirnya, ijab kabul dilakukan di KUA.

Alula juga tidak mau melakukan ijab kabul di rumah ayahnya karena ayah dan saudara tirinya menolak. Pun menolak saat ijab kabul di panti karena tidak ingin merepotkan. Yongki hanya menurut saja. Untuk resepsi, dilakukan di kediaman Yongki seminggu setelahnya.

Berbagai cara dilakukan Yongki untuk meyakinkan keluarganya agar menerima Alula hingga akhirnya berhasil. Lalu kini, tinggal menunggu menit semua diyakini akan baik-baik saja.

“Ki, sudah siap?” Suara sang papa menginterupsi.

Yongki menoleh, lalu mengangguk. Ia lalu keluar kamar menuju mobil yang terparkir siap membawanya menuju kos-kosan menjemput Alula.

Di tengah jalan, ada telepon dari Adi. Yongki dan Adi memang sempat bertukar nomor telepon saat datang melamar Alula. Tanpa pikir panjang, Yongki mengangkatnya.

“Ki, ada kabar buruk. Alula nggak ada di kos-kosan!” ujar Adi dengan nada panik.

“Apa! Kok, bisa?”

“Tadi pagi saat perias datang, dia sudah nggak ada. Kami sekeluarga sudah mencari, tapi nggak ketemu. Ponsel dan semua barang pentingnya juga nggak ada. Aku rasa dia kabur.”

“Nggak mungkin dia kabur. Apa ada perampok?”

“Kalau perampok kurasa bukan karena kondisi kamar nggak berantakan. Aku ada usul, itu pun kalau kamu mau.”

“Apa? Lapor polisi?”

“Nggak mungkin juga kalau lapor polisi. Mustahil Alula ditemukan dalam waktu hanya hitungan menit.”

“Lalu?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status