Home / Romansa / Tunangan Kontrak Sang CEO / Bab 59 — Umpan Rapat Palsu dan Siluet di Ruang Server

Share

Bab 59 — Umpan Rapat Palsu dan Siluet di Ruang Server

Author: Wildan
last update Last Updated: 2025-10-03 11:14:45

Undangan rapat palsu terlihat membosankan dengan cara yang meyakinkan: subjek formal, lokasi “Ruang Server — Hanya Admin”, daftar peserta kecil—Naya, Daru, Inez—dan satu catatan, “Harap bawa thumb drive untuk diff manual.” Orang yang menyukai dokumen akan membuka kalender; orang yang menyukai sabotase akan membuka pintu.

Sinta memastikan ghost event—jadwal hantu—juga ikut disebar lewat pola yang sama pernah kita temukan, agar pelaku merasa ini bagian dari alur mereka. “Kita biarkan satu access log read-only terbuka untuk dipantau ‘orang luar’,” jelasnya. “Semoga mereka gatal.”

Pukul 21.50, notifikasi keamanan berbunyi: pintu ruang server terbuka. Kamera memindai. Dari sudut kanan atas, terlihat siluet pria, bahu agak naik, langkah sedikit cepat namun menahan—gaya berjalan yang sering mereka lihat di koridor direksi. Jas gelap, tinggi, garis rahang yang familiar. Tidak ada close up; hanya bayangan yang mencuri cahaya.

“Perbesar,” kata Arga
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 139 — Skenario Cadangan: Dump File Mentah, Marker Editor, dan Cerita yang Disetel Ulang

    Kenan tidak banyak bicara ketika USB itu diletakkan di meja. “Aku dapat ini dari jalur lama,” ucapnya, duduk tanpa menunggu dipersilakan. “Dari seseorang yang dulu handler teknis saat kita memutar loop CCTV. Ia tidak mau disebut.” Inez tidak bertanya siapa, hanya kapan dan bagaimana rantai serah terimanya. “Tiga jam setelah konferensi,” jawab Kenan, lalu menyerahkan catatan tertulis ringkas tentang chain of custody dadakan: lokasi, waktu, saksi, dan perangkat.Folder yang dibuka bukan video tayang. Itu dump proyek editorial: subfolder footage mentah, audio cache, render temp, file proyek dari perangkat lunak sunting video, dan yang paling menarik—file marker yang biasanya dipakai editor memberi catatan pada timeline. Inez membuka proyek di mesin air‑gapped. Timeline terbentang seperti rel kereta, dengan titik‑titik berwarna menandai marker: “Punch‑in 12%”, “Shadow fix”, “Noise gate 60Hz”, “Warm Film LUT”, dan—yang membuat ruangan hening—“Overlay 2 — quote splice.”

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 138 — Konferensi: Mengakui Perasaan, Menutup Celah, dan Menolak Kambing Hitam

    Wartawan duduk dalam setengah lingkaran; tidak ada karpet merah, tidak ada photobooth. Hanya meja, mikrofon, dan papan peta tata kelola—kotak dan panah yang mungkin membosankan bagi sebagian orang, namun menenangkan bagi mereka yang mengelola risiko. Arga masuk tepat waktu, menyapa singkat. Naya berdiri di sisi, separuh berlindung di balik panel, separuh ingin melihat reaksi ruangan tanpa menjadi pusat sorot. “Terima kasih sudah datang,” Arga membuka. Suaranya datar, namun terukur. “Saya akan bicara pendek dan jelas. Pertama, tentang pernikahan. Kami menikah secara legal dan tercatat. Karena itu saya menjalankan recusal—saya tidak ikut memutus hal yang menyangkut langsung kepentingan Naya. Keputusan yang berpotensi konflik melewati gate legal dan pengawas independen. Ini bukan janji; ini struktur yang bisa diperiksa.” Ia menunjuk peta. “Kedua, tentang governance. Kami telah menyerahkan paket bukti kepada regulator, menindaklanjuti rekomendasi panel, dan

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 137 — Permintaan Komitmen Publik: Compliance, Firewall Relasi, dan Keputusan Arga untuk Bicara

    Pagi itu IR menyampaikan pesan ringkas dari investor besar yang selama ini menjadi jangkar: mereka meminta komitmen publik dari Arga mengenai dua hal—compliance yang tak bisa ditawar, dan firewall relasi pasca pernikahan sipil. “Mereka ingin mendengar langsung dari mulut CEO,” ujar analis IR, “bukan dari lembar fakta. Mereka butuh kalimat yang bisa dikutip, namun tetap akurat.”Arga tidak menunda. Ia tahu semakin panjang jeda, semakin banyak orang menulis cerita sendiri. Ia meminta tim menyiapkan konferensi pers singkat yang bukan panggung drama, melainkan meja informasi. “Tujuannya dua,” katanya kepada Naya, Sinta, Inez, dan Laila. “Menegaskan tata kelola dan menutup celah bagi narasi yang menjadikan Naya tumbal.”Sinta menyusun kerangka pernyataan dalam kalimat yang mudah diingat tetapi sulit disalahpahami. Bagian pertama berjudul Legal & Tata Kelola: pernikahan sipil legal, tercatat resmi; recusal berjalan—Arga tidak ikut memutus hal yang menyentuh langsung kepe

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 136 — Deep‑Edit: Interframe Janggal, Cahaya yang Tidak Setia, dan Jejak Server yang Aneh

    Pukul tujuh lewat lima, video teaser versi panjang naik. Bunyi musiknya seperti jam dinding tua yang dipaksakan lari maraton—berdebar terlalu cepat, memaksa penonton merasa ada sesuatu yang dikejar. Tim digital Mahendra sudah duduk di depan layar bahkan sebelum hitungan mundur selesai. Inez memimpin, Sinta di sampingnya, Rendra di belakang dengan catatan rute unggahan. Naya memilih berdiri, karena duduk membuatnya merasa menunggu.Pemutaran pertama tidak untuk yakin atau tidak yakin, tetapi untuk mencatat. Inez membiarkan video berjalan tanpa jeda, lalu memutar ulang dengan kecepatan seperlima. “Lihat ini,” katanya, menyorot bagian ketika bayangan di balkon tampak condong ke Arga. “Interframe‑nya janggal. Di bingkai ke‑274 sampai 279, ada lompatan luminans yang tidak selaras dengan arah lampu kota.” Ia mengekstrak enam bingkai itu ke panel terpisah. Pada satu bingkai, garis tepi bahu terlihat bergerigi tajam; pada bingkai berikutnya, halus seperti dilukis ulang. “Ini tanda

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 135 — Loyal pada Proses: Menolak Tumbal, dan Hashtag Lama yang Menjelma Hantu Baru

    Malam hari di kantor terasa seperti peron kereta setelah keberangkatan terakhir: sunyi tetapi penuh jejak. Di ruang rapat kecil tanpa jendela, Arga duduk bersama Naya, Sinta, dan Laila. Press line tentang skors telah terkirim; balasan dari investor masuk dalam bentuk pertanyaan singkat: “Kapan Plt. CFO?” “Berapa cakupan audit?” “Bagaimana memastikan keputusan finansial tak tertunda?” Pertanyaan‑pertanyaan itu sehat, terdengar teknis, namun di luar sana arus lain mulai deras: saran, bisikan, ancaman halus agar Naya ditaruh di altar ketenangan pasar. Arga menatap selembar kertas kosong, lalu berkata tanpa menaikkan suara, “Ada dorongan menukar proses dengan tumbal. Jawabannya tidak. Ketertiban lahir dari aturan, bukan dari kepala yang dikorbankan.” Kalimat itu tidak ditujukan untuk media. Itu kompas bagi tim. Naya mengangguk; ia tidak mencari pembelaan manis, ia hanya membutuhkan arah yang tegak. Laila menambahkan rencana: Plt. CFO akan diumumkan paling lambat H+3, mele

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 134 — Keputusan Sementara: Skors, Audit Lanjutan, dan Bayangan Dingin yang Muncul

    Pukul 09.00 tepat, panel etik kembali duduk. Tidak ada tepuk tangan, tidak ada sengaja dramatis. Hanya gesekan map, detak jam, dan suara kursi yang bergeser pelan. Ketua panel membuka berkas, membaca tanpa kata sifat: “Berdasarkan bahan yang disampaikan dan verifikasi silang yang telah dilakukan, panel merekomendasikan pemberhentian sementara (skors) terhadap Luki dari jabatan CFO. Panel juga merekomendasikan audit forensik lanjutan oleh pihak independen serta penyerahan paket bukti yang sudah distandarkan ke penegak hukum.” Kalimatnya pendek, namun terasa seperti palu yang menyentuh meja: tidak keras, tetapi final.Reaksi di ruangan meredam. Beberapa kepala menunduk, beberapa napas tertahan. Kenan menatap ujung sepatunya—ia bukan pahlawan di sini, ia adalah sumber data yang menyatakan kesalahannya sendiri dan menanggung konsekuensi. Whistleblower keuangan meremas kedua telapaknya, menahan gemetar karena sadar namanya, betapapun disamarkan, sudah masuk catatan proses. Naya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status