Bagian 9
"Kejadiannya sudah lama sekali, saat itu kamu masih duduk di bangku TK. Mamamu dan mamanya Hanif itu sahabatan sejak dari SMP. Saat itu Zamila menelepon papa, meminta papa untuk datang ke sebuah hotel yang tidak terlalu jauh dari kantor papa. Katanya mamamu ingin memberi kejutan buat papa. Saat Papa tiba di hotel tersebut, Zamila mengarahkan papa ke sebuah kamar hotel. Saat pintu kamar hotel terbuka, ternyata mamamu sedang tidur dalam satu selimut bersama lelaki lain. Papa marah sama mamamu, dari situlah awal mula pertengkaran kami." Papa terlihat sedih saat menceritakan kejadian itu, bahkan sampai menitikkan air mata."Terus Papa percaya begitu saja?""Iya karena papa menyaksikannya langsung dengan mata kepala papa sendiri.""Terus gimana penjelasan Mama? Aku tidak yakin jika Mama melakukan hal serendah itu, Pa." Aku menggeleng, berusaha menahan bulir bening yang hendak keluar dari kelopak mata."Mamamu memberi penjelasan bahwa dia dijebak oleh Zamila. Zamila yang memintanya datang ke hotel tersebut, alasannya papa yang menyuruhnya. Mamamu menurut saja karena percaya sama Zamila. Sampai akhirnya mamamu tertidur setelah meminum jus yang diberikan Zamila. Saat terbangun ternyata mamamu sudah bersama dengan lelaki lain. Mamamu juga mengatakan tidak mengenali lelaki itu.""Kalau sudah tahu seperti itu kenapa sampai pisah, Pa?" protesku. Jelas saja aku kecewa pada keputusan Papa."Papa sudah memaafkan mamamu karena papa berpikiran sama sepertimu. Mamamu itu orang yang setia, dia yang sudah mendampingi papa dari Nol. Tapi …."Papa menghela napas, seperti ada beban berat yang menghimpit dadanya."Tapi kenapa, Pa?""Lagi-lagi karena kesalahpahaman mamamu menggugat cerai papa.""Kesalahpahaman apa yang papa maksud?" Aku semakin bingung."Satu bulan setelah kejadian itu, Zamila menelpon papa, katanya mamamu mengulangi perbuatannya kembali. Awalnya papa tidak percaya, tapi pada akhirnya papa terbawa emosi. Ternyata itu semua adalah rencana Zamila. Sesampainya di hotel, Zamila membawa papa ke sebuah kamar, katanya mamamu ada di dalam kamar itu. Saat papa masuk, ternyata mamamu tidak ada di dalam. Zamila langsung mengunci pintu, lalu menanggalkan seluruh pakaiannya. Dia menggoda papa, dan papa marah lalu menamparnya. Secara bersamaan, mamamu datang bersama staf hotel. Zamila memanfaatkan kesempatan tersebut, ia mengatakan bahwa dirinya sudah dinodai oleh papa. Dia berakting sambil memegangi pipinya. Katanya, Papa mengancam akan membunuhnya. Karena dia melawan, maka papa menamparnya. Begitu katanya kepada mamamu. Dan mamamu termakan omongannya."Astaghfirullah … ternyata orang tuaku begitu menderita akibat ulah dari ibu mertuaku sendiri."Apa di hotel tersebut tidak ada Cctv? Dan Papa enggak berusaha buat jelasin sama Mama?" Air mata sudah tidak bisa lagi kutahan, kembali mengalir deras saat mendengar cerita Papa.Tidak kusangka jika ibu mertuaku sejahat itu."Ada. Tetapi tidak terlihat apa-apa di rekaman cctv itu. Sepertinya memang Zamila sudah merencanakan semua itu. Papa sudah berusaha menjelaskan kepada mamamu, tapi mamamu bersikeras akan menggugat papa. Tidak percaya lagi pada Papa.""Pantas saja Mama benci bangat sama keluarganya Mas Hanif, ternyata itu alasannya.""Iya, Nak. Ibu mertuamu itu jahat. Dia menginginkan kehancuran rumah tangga papa dan mamamu karena Zamila sakit hati, papa pernah menolak cintanya. Dia meminta papa untuk menikahinya, jadi istri kedua pun tak masalah. Mana mungkin papa mau, papa sangat mencintai mamamu. Dari situlah papa tahu ternyata Zamila itu tidak tulus sahabatan dengan mamamu, Zamila mempunya niat terselubung. Zamila melakukan segala macam cara untuk memenuhi ambisinya."Setelah mendengar cerita Papa, aku bertekad untuk menyatukan Mama dan Papa kembali. Aku akan membuat keluarga kami kembali bersatu. Tidak akan kubiarkan ibu mertua tertawa di atas penderitaan kedua orang tuaku."Pa, aku sempat menguping pembicaraan Mas Hanif dan ibunya. Ternyata ibu mertua hanya menggunakanku sebagai alat untuk balas dendam, Pa. Dan ternyata Mas Hanif tidak tulus mencintaiku.""Bagus kalau kamu sudah mengetahui kebohongan mereka, Nak. Satu hal yang perlu kamu tahu, pintu rumah papa selalu terbuka untukmu. Papa tidak rela jika kamu bertahan dengan suami dan mertua jahat seperti mereka.""Soal ibu mertua dan juga Mas Hanif, aku akan memikirkan cara untuk membalas mereka. Ada hal yang lebih penting dari itu, Pa!""Menurut Papa, kamu harus selesaikan semuanya sebelum para benalu itu semakin menggerogotimu, Nak! Terus, hal apa yang lebih penting dari itu?" Papa terlihat bingung."Mama, Pa!""Kenapa dengan mamamu?""Aku akan mempersatukan Papa dan Mama kembali."Wajah Papa tampak berseri mendengar ucapanku."Papa mau, kan?""Papa masih sangat mencintai mamamu, Nak. Sampai kapanpun perasaan papa tidak akan pernah berubah. Bahkan papa tidak pernah lupa menyebut nama mamamu di setiap doa-doa papa.Aku terharu mendengar jawaban papa. Aku akan berusaha sedaya mampuku untuk menyatukan mereka kembali."Tapi masalahnya mamamu sudah tidak peduli pada papa, Nak! Apa kamu yakin mamamu masih mau nerima papa?""Insyaallah, Pa. Aku akan mencari cara. Serahkan semuanya padaku. Apa Papa tidak yakin padaku?"Papa tersenyum, lalu mengelus kepalaku."Papa yakin, anak semata wayang papa pasti bisa. Doa papa menyertaimu, Nak. Jika butuh apa-apa segera hubungi papa.""Iya, Pa."Aku pun pamit setelah mencium punggung tangan papa.Setelah keluargaku utuh kembali, baru aku akan melakukan pembalasan pada suami dan ibu mertua yang tidak tahu diri itu.Tunggu saja giliran kalian. Mas, Bu!Bersambung"Sekarang kamu harus bertanggung jawab padanya, Mas," kata wanita itu. "Baik, sesuai janjiku, aku akan menanggung biaya hidup dan juga biaya sekolahnya sampai perguruan tinggi," jawab Mas Ahmad."Mas, itu tidak adil. Dia bukan hanya butuh materi, tapi butuh kasih sayang juga, Mas," protes wanita. "Jadi mau kamu gimana?" Mas Ahmad terlihat bingung. "Aku maunya kita tinggal bersama, Mas. Aku tidak akan memintamu menikahiku. Cukup Mas izinkan aku dan Alkha saja tinggal di rumahmu. Sudah cukup."Apa-apaan ini?"Mana mungkin kita tinggal bersama, Ajizah. Tidak tidak!" Mas Ahmad menolak."Itu merupakan satu-satunya cara agar anak kita bisa dekat denganmu, Mas."Tampaknya ada udang di balik batu. Dan aku sudah mengerti apa yang wanita itu inginkan."Ibu tidak setuju. Itu tidak baik," sahut ibu mertua."Aku juga tidak setuju. Karena aku tidak ingin ada orang ketiga di dalam rumah tanggaku nantinya." Akhirnya setelah sekian lama, aku angkat bicara."Kamu menyebutku orang ketiga? Seharusnya
Apa mungkin aku telah salah mengambil keputusan? Apa mungkin menikah dengan Mas Ahmad bukankah keputusan yang tepat? Entahlah!Selesai makan, Mas Ahmad menepati janjinya. Ia pamit padaku untuk mengantar wanita itu pulang. Aku ditinggal sendirian di dalam kamar karena Ibu mertua juga lelah dan butuh Istirahat.Malam yang seharusnya kamu lalui dengan penuh sukacita sebagai pasangan pengantin yang baru menikah pun kulalui seorang diri.Dua jam sudah berlalu sejak kepergian Mas Ahmad. Belum juga ada tanda-tanda bahwa ia akan kembali. Padahal jarak dari sini ke rumah mantan istrinya itu hanya memakan waktu tiga puluh menit. Yang artinya, satu jam pulang pergi. Ini sudah dua jam, namun Mas Ahmad belum juga kembali.Apa mungkin mereka sedang bernostalgia? Apa mungkin Mas Ahmad akan kembali kepada mantan istrinya itu?Hatiku sakit. Batinku menjerit. Aku menangis dalam diam. Kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa, kasur dengan sprei putih yang sudah ditaburi kelopak bunga mawar mer
Setibanya di rumah Mas Ahmad, asisten rumah tangganya menyambut kami dengan ramah. Katanya hidangan sudah siap, persis seperti apa yang diminta oleh sang majikan."Mira, selamat datang. Ini adalah rumah Ibu dan Ahmad, yang berarti rumahmu juga. Semoga mantu Ibu betah tinggal di sini."Ibunya Mas Ahmad yang kini sudah menjadi ibu mertuaku menuntunku memasuki rumah. Namun langkah kami tiba-tiba terhenti saat melihat seorang wanita sedang duduk di teras bersama seorang anak kecil. Siapa wanita itu?"Ajizah?" Ibunya Mas Ahmad menatap wanita itu dengan tatapan tak suka.Ajizah? Bahkan aku belum pernah mendengar nama itu sebelumya."Bu," sapa wanita itu. Ia menghampiri kami dan langsung meraih tangan ibu mertuaku, lalu mencium punggung tangannya. "Apa kabar, Bu? Ibu makin cantik dan awet muda," pujinya. Namun ibu mertua tak merespon ucapannya."Nak, salim sama Nenek," kata wanita itu sambil mendekatkan putranya kepada ibu mertua yang berdiri persis di sampingku.Ibu mertua menerima uluran
Di sepertiga malam, aku menunaikan sholat istikharah dua raka'at. Aku memohon, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Kupasrahkan urusanku kepada-nya karena aku tahu Allah mengetahui apa yang terbaik untukku.Setelah selesai berdoa, aku membuka Alquran, membuka surat Al Mulk dan membacanya beserta terjemahannya. Hingga tak terasa kantuk datang menyerang dan akhirnya aku tertidur di atas sajadah.Sayup sayup terdengar suara adzan subuh dari masjid yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Aku pun bangun, membuka mukena dan segera mengambil wudhu di kamar mandi. Setelah itu, aku pun menunaikan ibadah sholat subuh. Lanjut berdoa dan kembali meminta petunjuk kepada Allah.Siangnya, begitu tiba waktu dhuhur, aku kembali menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Menunaikan sholat dhuhur empat rakaat. Seharian ini aku hanya mengurung diri di kamar. Makan pun diantar oleh asisten rumah tangga. Kebetulan rumah sepi karena Mama dan Papa sedang keluar dan aku hanya sendirian di rumah. Membu
Setelah selesai makan malam, kami pun duduk di ruang tamu. Mas Ahmad memulai pembicaraan dengan mengutarakan maksud dan tujuannya. Mas Ahmad bercerita panjang lebar tentang masa lalunya. Ternyata ia memiliki masa lalu yang kelam. Mas Ahmad pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Bahkan sempai ketergantungan. Satu hal lagi yang berhasil membuatku terkejut, ternyata Mas Ahmad sudah pernah menikah dan sudah pisah dari istrinya. Tepatnya dua tahun lalu lalu. Istrinya menggugat cerai Mas Ahmad karena tidak pernah memberi nafkah. Semua gaji Mas Ahmad ia gunakan untuk membeli obat-obatan terlarang. Ia sama sekali tidak memikirkan istrinya. Itu sebabnya istrinya meninggalkan Mas Ahmad.Setelah istrinya pergi, Mas Ahmad baru menyadari kesalahannya. Kebetulan ia bertemu dengan seorang guru ngaji, dan orang tersebut lah yang membimbing Mas Ahmad. Mas Ahmad mulai meninggalkan kebiasaannya, ia bertaubat dan mulai memperdalam ilmu agama. Butuh waktu yang lama untuk meninggalkan kebiasaan buruk
Sungguh, aku kasihan sekali mendengarnya. Hati sanubariku tersentuh. Aku lebih mampu dari mereka, jadi aku akan menolong mereka.Seminggu yang lalu sahabatku yang mengelola butik berhenti karena ia mau menikah dan akan tinggal di luar kota. Kurasa mereka akan mau jika ditawari untuk tunggal di butik. Ya, aku bisa menolong mereka dengan cara memberikan tempat tinggal dan juga pekerjaan."Mbak, Sofia, apa kalian mau tinggal di butik? Kebetulan sahabatku yang selama ini mengelola butik tersebut berhenti karena sudah menemukan jodohnya dan diajak pindah keluar kota oleh suaminya. Aku memang berencana ingin mencari orang untuk mengelola butik tersebut. Jika kalian bersedia, kalian bisa tinggal di sana sekalian mengelola butik tersebut. Tapi tempatnya tidak terlalu luas. Gimana?""Mbak Mira serius?" tanya Sofia."Iya, kamu serius, Mir? Apa enggak ngerepotin? Kami sudah banyak merepotkanmu, Mir. Mbak jadi enggak enak.""Serius, dan aku tidak merasa direpotkan. Sebelumnya, pegawai yang lama j