"Baju sudah, dalaman sudah, catokan...eh nanti aja pas h-1 deh," Gumam Nina. Ia kini tengah menyicil barang yang harus dibawa untuk 30 hari ke depan. Setelah kongkalikong yang cukup alot dengan Bapak tadi pagi. Akhirnya Bapak mengizinkan Nina untuk ke asrama dengan syarat harus mengirimkan kabar setiap hari ke rumah. Tentu saja hal tersebut juga disambut baik oleh ibunya. Ibunya akan memanfaatkan Nina sebaik mungkin untuk mendapatkan spoiler tentang pasangan-pasangan disana. Tanpa memikirkan anaknya akan mendapatkan jodoh atau tidak.
"Udah kamu berangkat kantor sana. Biar ibu yang beresin nanti." Ibunya datang menyeret koper Nina ke samping. Kemudian mulai menggeledah isi lemari Nina yang berisikan banyak sekali baju. Bahkan Bapak sampai harus membuatkannya walk in closet agar baju-baju Nina mendapatkan kesempatan muat ke dalam lemari.
"Kalau baju jangan ibu deh. Nanti Nina malah dipilihkan baju gamis lagi. Nina bukannya mau qasidahan ya, Bu," Protes Nina. Nina masih ingat ketika pertama kali diajak oleh ibunya ke arisan. Saking malasnya, Nina memilih bersiap dengan hoodie pink dan training kesayangannya. Ibunya yang murka pun sontak memaksa Nina untuk segera berganti dengan baju pilihan ibu. Akhirnya, Nina harus rela memakai baju gamis dengan kerlap kerlip putih menyala seperti orang mau lebaran.
Ibunya kemudian berdecak, "Iya tahu. Tapi ibu juga nggak suka ya kalau Nina milih baju yang seksi-seksi. Digebuk Bapak pakai sapu lidi tahu rasa kamu."
"Nggak lah, Bu. Nina juga tahu malu kali," Bohong Nina. Padahal jauh di dalam pikirannya, Ia berencana menyelipkan satu crop top tali spagetti ke dalam kopernya nanti.
"Yasudah, berangkat sana. Calon penerus Bapak kok suka ngaret," Omel Ibu.
"Yasudah iya iya. Nina berangkat ya, Bu. Assalamualaikum"
***
"Wow, calon artis kita datang guys!" Teriak Sasa saat Nina memasuki area dapur. Seluruh karyawan pun ikut bersorak dengan ramai seolah memenangkan piala dunia. Nina kemudian mendesis, "Apaan sih!"
"Party nggak nih, Bu bos?" Goda Hilman.
"Enaknya all you can eat kali ya." Timpal Sasa pula. Nina seketika melotot ke arah Sasa dan mengacungkan jari tengah. Gara-gara Sasa, Nina hampir saja dikeluarkan dari kartu keluarga oleh Bapak. Ingatkan Nina untuk meminta perhitungan dengan perempuan itu.
"Tambah gajih aja, Bu bos." Sahut manusia paling tak tahu diri bernama Nico.
"Nggak! Nggak ada party-party. Kerja lo semua. Kalau gue bangkrut lo pada bisa beli skincare gue?" Sewot Nina.
"Elah kaku amat Bu bos. Lama nih nggak makan korengan korengan," Kata Danu.
"Sontoloyo! Korea!" Omel Vivi, si paling fanatik Oppa Korea.
"Iya dah itu maksud gue." Danu kemudian meringis sebab Vivi tengah melayangkan tatapan tajam kepadanya. Fanatik Korea itu tidak akan segan untuk mencakar siapapun yang berani cari mati dengan apapun yang berhubungan dengan idolanya, termasuk negeri gingseng tersebut.
"Bisa. Lo yang bayar tapi ya, Nu," Nina menaik turunkan alisnya dengan usil. Danu, yang disebut namanya sontak memilih mengundurkan diri untuk kembali memasak.
"Dasar Danu pelit banget! Ultah tahun lalu aja bukannya traktir malah kita yang nombokin," Sasa mengomel. Ulang tahun memang masa paling ditunggu-tunggu oleh setiap karyawan Restaurant Nusantara. Karena siapa pun yang berulang tahun wajib mentraktir seluruh karyawan. Kecuali Danu, tahun kemarin yang seharusnya mentraktir mereka makan Sushi. Tapi Ia malah tidak membawa cash yang cukup sehingga mereka satu per satu harus ikut membayar atau akan diusir dari restaurant.
"Iya nih, Bang Danu belum bayar hutang traktiran tahun lalu ya," Karyawan termuda bernama Indah menyahuti.
Danu kemudian menggaruk kepalanya resah, "Gue kan nggak ada duit cash waktu itu. Mbanking juga nggak punya."
"Alah ngeles ae lo. Bilang aja bokek," Ejek Sasa.
"Sa, lo ngajak berantem?" Danu melangkahkan kakinya ke arah Sasa dan memiting leher Sasa. Gelut adalah ritual pagi yang tak bisa dihindarkan jika di dapur. Sebagai manajer, Nina kerap kali kesepian karena memiliki ruang sendiri di lantai dua. Hanya Nina yang bukan merupakan Chef disini, sedangkan rekan-rekannya beberapa memilih merangkap tugasnya.
Oleh karena itu, jika merasa bosan, Nina akan turun ke dapur melihat keadaan teman-temannya. Nina pasti akan sangat merindukan mereka selama 30 hari nanti. Nina mungkin akan tetap bisa pergi bekerja ke kantor, tapi sebagian besar pekerjaan akan Ia serahkan kepada Andre dan Bapak untuk membantu menghandle restaurant selama dirinya sibuk mencari jodoh nanti.
"Woy, kerja malah main kuda-kudaan lo pada," Andre menegur keduanya dengan nada bercanda. Namun, semua orang tahu, dia serius dengan ucapannya. Karyawan malah lebih patuh dengan Andre dibandingkan Nina. Karena sosoknya yang begitu tegas jika sudah di dapur. Tak ayal terkadang Nina akan mendengar suara bentakan dari lantai atas. Benar saja, mereka semua segera kembali mengurus masakannya masing-masing.
"Ngomong-ngomong, Nin. Kapan lo teken kontrak sama agensinya?" Sasa tengah sibuk meletakkan polesan terakhir di piringnya yang akan diantarkan oleh waitress.
"Siang ini. Makanya gue mau izin istirahat agak lama nanti," Jawab Nina.
"Gue ikut ya!" Seru Sasa. Ia bahkan sudah siap ingin melepaskan apronnya.
"Heh! Jangan mentang-mentang lo sahabatnya Nina jadi semau sendiri ya, Sa. Ingat, anak lo di rumah lagi minum ASI pakai botol dot," Tegur Danu. Sasa membalasnya dengan cibiran pelan.
"Ck, berantem mulu lo pada. Kalau aja Sasa belum nikah, udah gue seret kalian ke KUA." Nina terkekeh.
"IDIH! NAJIS!" Sahut Sasa dan Danu secara bersamaan.
"Apapun itu yang kamu pikirkan...aku nggak tertarik untuk mencoba. Jadi lupakan aja.""Haahh..." Kanaya menyandarkan kepalanya pada bahu kursi. Kenapa? Kenapa ia harus berkata seperti itu pada Ezra dan menyakitinya lagi? Kanaya terlalu kasar, tapi itu karena ia tidak ingin memulai apapun lagi dengan Ezra kemudian berseteru dengan ibunya yang tidak menyetujuinya."Ka?" Nina mengguncang tubuhnya, membuat Kanaya kembali tersadar."Eh, maaf...aku..""Kamu nggak enak badan? Istirahat aja atau pulang. Kamu kan lagi sibuk syuting, kalau kamu merasa keteteran, nggak ke cafe juga nggak apa-apa. Aku masih bisa handle kok, karyawan juga banyak.""Aku masih bisa kok.""Ka..." Ucap Nina dengan serius. Secara tersirat memerintahkan Kanaya agar istirahat saja.Bukan begitu...Kanaya hanya sedang berharap Ezra akan datang lagi walau sebentar. Kanaya tidak ingin kehilangan momen yang langka. Kenyataan bahwa kampus Ezra berdekatan dengan cafenya, membuat besar kemungkinan pria itu datang lagi. Kanaya s
"Za! Ada cafe baru di persimpangan, lo join nggak? Sekalian udud." Ajak Wahyu.Pria dengan jaket kupluk hitam dan headseat di telinganya tidak menjawab, pun menoleh. Matanya terpejam dengan tangan bersedekap."Za!" Panggil Jovi lagi, temannya. Kali ini dengan sedikit dorongan keras.Ezra membuka matanya yang memerah karena dibangunkan mendadak. Pria itu menguap lalu mengendikkan dagunya tanda bertanya."Kita mau kerja kelompok di cafe dekat persimpangan yang lagi rame itu.""Cafe Heureux itu ya? Yang punya seleb? Mau! Mau! Sekalian foto-foto disana yuk!" Abigail menyahuti."Terserah," Singkat pria kulkas itu."Sekalian cuci mata, katanya anak FEB pada sering nongkrong disitu. Mereka kan cakep-cakep. Itung-itung bantu lo move on, Za!"Ezra memilih acuh kemudian membereskan barangnya. Lagipula, ia ingin segera menyelesaikan tugas yang menumpuk dan tidur di apartemennya sampai pagi esok untuk membayar 2 malam begadangnya."Buset! Gercep banget ya Ezra kalau udah ngomongin cewek cakep. Ma
Bos'Dimana?'MeDikantin, Pak.Bos'Oke'Sudah 5 bulan berlalu sejak kesepakatan itu. Baik Adam maupun Norma tidak ada yang berniat untuk mengakhiri hubungan palsu ini. Setiap kali Norma bertanya, Adam hanya menjawab....'Sampai waktu yang tidak ditentukan.'"Lo kapan mau putusin si Bos?" Tanya Ika, sahabat dekat, satu-satunya manusia di kantor yang tahu rahasianya."Putusin gimana? Hubungan aja nggak ada.""Nah, itu maksud gue. Lo mau sampai kapan nggak dikasih kepastian dari bos? Lo nggak mau cari pacar emang?"Bagaimana mau cari pacar, kalau hatinya terlanjur berlabuh pada Adam Prakarsa...Melihat Norma yang hanya diam, Ika kembali bicara, "Lo suka ya sama bos?""Jangan ngasal.""Cih, lo pikri gue bego? Waktu awal-awal lo ngeluh ke gue 24 jam, bos nyebelin lah, bos kampret lah, bos inilah itulah. Sekarang, coba lihat, lo udah bukan ngeluh lagi. Tapi kayak cewek yang lagi jatuh cinta tahu nggak. Adam tuh baik banget dia malam-malam bawain gue obat pas sakit, Adam ngajak gue jalan-j
Pria itu sibuk menatap jalanan yang padat di bawah sana dari gedung pencakar langit lantai 10. Terhitung sejak kembali dari Bali, Adam belum memiliki semangat yang sama untuk bekerja. Padahal, seluruh karyawan perusahaan tahu, bagaimana bos workaholic mereka itu, jika menyangkut pekerjaan, ia pasti akan menggila sampai lupa waktu.Makanya, uangnya tidak akan habis tujuh turunan."Permisi, Pak. Izin saya Norma." Suara dari intercom memecahkan lamunan Adam, "Masuk."Gadis dengan setelah kemeja garis berwarna biru langit dan rok span diatas lutut itu menunduk setelah sampai di depan meja besar Adam, bosnya."Bapak memanggil saya?""Saya udah manggil dari tadi, kenapa kamu baru datang?""Maaf, Pak tadi saya mengerjakan laporan yang bapak minta hari ini...""Harusnya kamu tahu prioritas. Saya panggil kamu, artinya kamu harus tinggalkan laporan itu dan datang ke saya. Paham?"Ah, kena lagi..."Hm, baik, Pak."Adam mematikan rokoknya ke wadah kaca dengan aksen emas lalu duduk di kursi kebesa
"Saya terima nikah dan kawinnya Karenina Subagyo binti Subagyo dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!""Sah?""Sah!!!""Alhamdulillah."Nina segera mencium tangan suaminya. Terhitung 1 tahun sejak pacaran, dan 6 bulan setelah lamaran, mereka menikah. Kini Nina benar-benar menjadi seorang istri yang ia pun tak sangka. Bahwa hari ini akan datang juga. Bagas menangis dengan haru. Terbayang masa-masa perjuangannya untuk meyakinkan Nina. Banyaknya hambatan tak serta merta menyurutkan rasa cintanya kepada gadis itu.Ada banyak hal yang tidak bisa terungkapkan dengan kata. Sehingga air mata akhirnya mewakilkan segala perasaan senang yang mendera.Dengan telaten Nina menghapus air mata suaminya. Bibirnya tersenyum malu saat melihat Bagas menatapnya lamat. Astaga, padahal mereka sudah menikah. Tapi malah bertingkah seperti remaja puber. Kemudian acara pun dilanjutkan dengan resepsi.Nina yang meminta agar acara diselesaikan dalam 1 hari saja meskipun memakan waku sampai sore
Ruang tamu yang disulap menjadi dekorasi sederhana, semakin ramai oleh keluarga Nina dan Bagas. Hiasan berbagai bunga asli yang memanjang dengan kaki besi pada masing-masing sisi lalu ada nama kedua calon di belakang berwarna emas. Nina sendiri sudah anggun dengan rambut yang tersanggul sederhana dipadukan dengan kebaya simple pilihannya. Senada dengan kemeja katun hijau sage milik Bagas.Nina merasa hari ini hanya imajinasinya, tetapi riakan ramai dari tamu-tamu yang datang membuatnya sadar bahwa ini adalah nyata.Ia telah dilamar.Bagaimana bisa ia sampai pada titik ini? Tentu saja berawal dari hal terkonyol yang Bagas lakukan. Menyematkan jemarinya dengan cincin plastik hadiah dari snack bulan lalu. Cincin dengan lampu kecil merah menyala seperti sirine. Kemudian, tak lama setelahnya, Bagas benar-benar datang membawa ibu beserta adiknya dengan maksud serius karena...ia rasa Nina sudah memberikan lampu hijau."Nah! Sudah!" Kanaya memutar tubuh Nina menghadap cermin agar gadis itu b