Share

5

Author: MyLunar
last update Last Updated: 2023-01-17 17:32:06

"Bisa tanda tangan disini ya." Anggit mengarahkan Map merah jambu ke arah Nina. Tentu saja tidak langsung disetujui oleh Nina. Ia memilih untuk membaca terlebih dahulu isi kontrak yang tertera. Jaga-jaga kalau saja ada poin yang merugikan Nina.

"Tidak boleh membawa handphone...." Gumam Nina. Kemudian Ia mengangkat wajahnya untuk melihat Anggit yang masih setia tersenyum manis dihadapannya, "Kalau nggak boleh bawa handphone, gimana nanti saya mau hubungi keluarga? Atau kalau ada telepon penting dari kantor? Saya kan bukan pengangguran Mbak." Mungkin Nina terdengar agak sewot. Tapi sebenarnya Nina berbicara dengan nada yang sangat santai. Bagaimana pun juga kekhawatirannya tidak bisa menghubungi Bapak selama acara menjadi faktor utama kegelisahannya. Nina lebih takut jika Bapak akan benar-benar datang untuk mengobrak abrik agensi.

Anggit tersenyum tenang, "Nanti kami akan berikan handphone khusus yang akan digunakan ketika di dalam asrama. Soalnya nanti setiap malam pihak staf akan mengirimkan pengumuman melalui pesan teks. Nanti boleh kok kalau Mbak mau menginstall sosial media yang diperlukan. Mbak tetap bisa menghubungi keluarga, hanya saja nomor teleponnya berbeda. Silahkan kasih tahu keluarga tentang hal ini ya, Mbak."

"Ada kuotanya nggak, Mbak? Saya nggak mau jadi manusia purba di asrama," Tanya Nina dengan tidak tahu dirinya.

Anggit sontak tertawa kecil mendengar celetukan asal Nina, "Ada dong, Mbak. Bahkan wifinya gratis lagi. Dijamin lancar jaya."

'Yes! Kalau gabut bisa nonton sepuasnya' Batin Nina.

"Saya tetap bisa bekerja seperti biasa nggak?" Tanya Nina lagi.

"Bisa, Mbak. Kita nggak membatasi kok untuk masalah kerjaan. Tapi ada beberapa hari yang nanti akan kami ambil untuk keperluan kencan. Jadi harap disesuaikan ya jadwalnya," Jawab Anggit tenang. 

Mendengar kata kencan, semburat merah langsung muncul di pipi Nina. Segera Nina menanda tangani berkas dan kembali ke kantor. Nina terlalu gugup untuk membayangkan bagaimana rasanya kencan. Bagaimana cara dia harus bersikap di depan teman kencannya. Bahkan dia berencana akan membongkar ulang kopernya dan memasukkan semua baju yang dipikirnya akan cocok untuk kencan. Ah, atau mungkin lebih baik membawa dua koper besar sekalian. Jadi, Nina tidak perlu kebingungan jika kekurangan outfit nanti.

Saking malunya, saat Nina membuka pintu keluar, Ia tak sengaja menabrak seorang lelaki. Perawakannya tinggi, saking berototnya, Nina malah merasa kesakitan saat tubuh mungilnya bertabrakan dengannya.

"Eh? Maaf, kamu nggak apa-apa?" Tanya lelaki itu.

"Nggak apa-apa, Mas. Maaf juga ya. Permisi," Cicit Nina. Ia pun tetap menunduk dan segera berjalan cepat keluar dari ruangan itu. Lelaki itu mengkerut dalam, seperti pernah melihat wajah itu. Tetapi dimana?

"Bang Arsen! Sini teken kontrak!" Panggil adiknya.

"Itu kenapa?" Arsen, menunjuk ke belakang tubuhnya tanda penasaran. Sebab perempuan itu berlari seperti dikejar zombie.

"Nggak tahu. Kayaknya perawan tua. Masa aku baru bilang tentang kencan aja dia langsung salah tingkah begitu. Dasar aneh," Ucap Anggit.

Arsen menangguk paham. Kemudian Ia melirik pada berkas dalam map pink yang sudah disediakan Anggit. Ia pun sontak mengaduh pelan, "Katanya udah tanda tangan sendiri. Buang-buang waktu istirahat Abang tahu nggak?" Arsen memprotes.

"Hehe, kalau aku nggak bohong nanti Abang nggak mau sama sekali ikut acara ini," Kata Anggit.

"Emang," Balas Arsen.

"Makanya cepetan tanda tangan sini. Biar habis ini kita makan di cafetaria," Anggit buru-buru menarik tangan Arsen dan menuntunnya untuk memegang pulpen. 

Arsen menuruti tanpa protes panjang. Pikirannya hanya berkelana pada makanan-makanan mewah di cafetaria kantor sang adik yang menurut Arsen sudah sekelas Hotel Bintang 5. Perutnya sudah semakin keroncongan karena lembur tadi malam. Setelah ini, Ia akan pulang dan tidur cantik sampai sore. 

"Cewek itu tadi yang namanya Karenina." Ceteluk Anggit. Arsen sendiri tampak tidak peduli dan masih membaca kontrak dengan seksama.

"Pecicilan." Gumam Arsen sebagai tanggapan.

"Iya kan, Bang. Makanya kata aku mah, nggak usah sama dia. Mending sama si Miss Indonesia aja." Saran Anggit. Namun Arsen tahu, itu hanya akal-akalan Anggit saja. Dia tergila-gila untuk menjadi populer. Kalau Arsen berhasil berpasangan dengan Miss Indonesia, engagement Anggit pun ikut naik. Arsen sendiri heran, jika Anggit sesuka itu dengan kepopuleran, kenapa tidak menjadi artis saja? Namun, Anggit mengatakan dia tidak percaya diri jika harus show off di dunia hiburan. Tujuannya menaikkan popularitas hanya untuk satu tujuan, yaitu menambah cuan.

***

"Siapa cowok itu?" Gumam Sasa yang kini tengah duduk di kursi tamu. Nina hanya mengendikkan bahu kemudian berjalan mendahului Sasa agar segera pergi dari kantor tersebut. Pada akhirnya, Sasa ikut Nina untuk pergi tanda tangan perjanjian kontrak acara. Sasa memilih merelakan jam istirahatnya daripada ketinggalan informasi dari Nina. Padahal Sasa bilang bahwa dia punya orang dalam yang tahu tentang acara ini, tetapi Nina merasa malah Ia yang banyak memberikan Sasa informasi.

"Udah ya, jangan tanya-tanya gue lagi, gue tuh udah tanda tangan kontrak, "Jawab Nina kala Sasa masih saja sibuk bertanya mengenai isi kontraknya.

"Ih, pelit banget sih lo sama teman sendiri," Kata Sasa dengan kesal.

"Bukannya pelit info, gue nggak mau kena denda gara-gara ngebocorin hal-hal terkait keberlangsungan acara, itu ada di salah satu syarat kontrak tahu," Kata Nina.

"Elah, emang lo pikir gue bakalan bocor kemana sih? Gue ini teman lo, Nin," Dumel Sasa, masih saja tidak terima. Tahu begini kan dia mending memilih makan saja. Hari yang dingin pasti akan sedap jika dihangatkan oleh kuah soto buatan Nico.

"Ck, gak usah pura-pura sok paling bisa jaga rahasia deh. Buktinya belum apa-apa satu kantor udah tahu gue ikutan dating show. Apalagi kalau gue bocorin kontraknya, bisa-bisa satu Indonesia tahu kali." Kali ini Nina mengomel. Rasanya kesal mengingat kejadian tadi pagi, alih-alih senang Ia malah merasa malu disoraki begitu. Ia merasa sebagian besar dari mereka mengejeknya karena Nina seperti sudah kehilangan harapan untuk jodohnya sendiri.

"Ya maaf deh, gue nggak akan begitu lagi." Kata Sasa sambil memperagakan diririnya yang mengunci mulutnya sendiri.

"Eh, tapi cowok tadi ganteng juga lho, Nin. Kayaknya dia peserta juga deh. Fix sih dia itu model," Ujar Sasa lagi.

"Ganteng doang kalau nggak mau sama gue ya percuma," Kata Nina.

"Makanya sebelum lo pergi, nanti gue ajari jurus jitu menggoda para pria. Dijamin nagih!" Seru Sasa. Nina seketika mendelik mendengar ucapan ambigu manusia di sebelahnya ini. Nina menggeleng pelan kemudian memilih mengabaikannya. Nina tidak perlu jurus jitu, sebab Ia sudah merasa percaya diri dengan dirinya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tunjukkan Pesonamu, Nina!   Short story- Kanaya Ezra (End)

    "Apapun itu yang kamu pikirkan...aku nggak tertarik untuk mencoba. Jadi lupakan aja.""Haahh..." Kanaya menyandarkan kepalanya pada bahu kursi. Kenapa? Kenapa ia harus berkata seperti itu pada Ezra dan menyakitinya lagi? Kanaya terlalu kasar, tapi itu karena ia tidak ingin memulai apapun lagi dengan Ezra kemudian berseteru dengan ibunya yang tidak menyetujuinya."Ka?" Nina mengguncang tubuhnya, membuat Kanaya kembali tersadar."Eh, maaf...aku..""Kamu nggak enak badan? Istirahat aja atau pulang. Kamu kan lagi sibuk syuting, kalau kamu merasa keteteran, nggak ke cafe juga nggak apa-apa. Aku masih bisa handle kok, karyawan juga banyak.""Aku masih bisa kok.""Ka..." Ucap Nina dengan serius. Secara tersirat memerintahkan Kanaya agar istirahat saja.Bukan begitu...Kanaya hanya sedang berharap Ezra akan datang lagi walau sebentar. Kanaya tidak ingin kehilangan momen yang langka. Kenyataan bahwa kampus Ezra berdekatan dengan cafenya, membuat besar kemungkinan pria itu datang lagi. Kanaya s

  • Tunjukkan Pesonamu, Nina!   Short story Kanaya-Ezra

    "Za! Ada cafe baru di persimpangan, lo join nggak? Sekalian udud." Ajak Wahyu.Pria dengan jaket kupluk hitam dan headseat di telinganya tidak menjawab, pun menoleh. Matanya terpejam dengan tangan bersedekap."Za!" Panggil Jovi lagi, temannya. Kali ini dengan sedikit dorongan keras.Ezra membuka matanya yang memerah karena dibangunkan mendadak. Pria itu menguap lalu mengendikkan dagunya tanda bertanya."Kita mau kerja kelompok di cafe dekat persimpangan yang lagi rame itu.""Cafe Heureux itu ya? Yang punya seleb? Mau! Mau! Sekalian foto-foto disana yuk!" Abigail menyahuti."Terserah," Singkat pria kulkas itu."Sekalian cuci mata, katanya anak FEB pada sering nongkrong disitu. Mereka kan cakep-cakep. Itung-itung bantu lo move on, Za!"Ezra memilih acuh kemudian membereskan barangnya. Lagipula, ia ingin segera menyelesaikan tugas yang menumpuk dan tidur di apartemennya sampai pagi esok untuk membayar 2 malam begadangnya."Buset! Gercep banget ya Ezra kalau udah ngomongin cewek cakep. Ma

  • Tunjukkan Pesonamu, Nina!   Short story-Adam End

    Bos'Dimana?'MeDikantin, Pak.Bos'Oke'Sudah 5 bulan berlalu sejak kesepakatan itu. Baik Adam maupun Norma tidak ada yang berniat untuk mengakhiri hubungan palsu ini. Setiap kali Norma bertanya, Adam hanya menjawab....'Sampai waktu yang tidak ditentukan.'"Lo kapan mau putusin si Bos?" Tanya Ika, sahabat dekat, satu-satunya manusia di kantor yang tahu rahasianya."Putusin gimana? Hubungan aja nggak ada.""Nah, itu maksud gue. Lo mau sampai kapan nggak dikasih kepastian dari bos? Lo nggak mau cari pacar emang?"Bagaimana mau cari pacar, kalau hatinya terlanjur berlabuh pada Adam Prakarsa...Melihat Norma yang hanya diam, Ika kembali bicara, "Lo suka ya sama bos?""Jangan ngasal.""Cih, lo pikri gue bego? Waktu awal-awal lo ngeluh ke gue 24 jam, bos nyebelin lah, bos kampret lah, bos inilah itulah. Sekarang, coba lihat, lo udah bukan ngeluh lagi. Tapi kayak cewek yang lagi jatuh cinta tahu nggak. Adam tuh baik banget dia malam-malam bawain gue obat pas sakit, Adam ngajak gue jalan-j

  • Tunjukkan Pesonamu, Nina!   Short Story-Adam

    Pria itu sibuk menatap jalanan yang padat di bawah sana dari gedung pencakar langit lantai 10. Terhitung sejak kembali dari Bali, Adam belum memiliki semangat yang sama untuk bekerja. Padahal, seluruh karyawan perusahaan tahu, bagaimana bos workaholic mereka itu, jika menyangkut pekerjaan, ia pasti akan menggila sampai lupa waktu.Makanya, uangnya tidak akan habis tujuh turunan."Permisi, Pak. Izin saya Norma." Suara dari intercom memecahkan lamunan Adam, "Masuk."Gadis dengan setelah kemeja garis berwarna biru langit dan rok span diatas lutut itu menunduk setelah sampai di depan meja besar Adam, bosnya."Bapak memanggil saya?""Saya udah manggil dari tadi, kenapa kamu baru datang?""Maaf, Pak tadi saya mengerjakan laporan yang bapak minta hari ini...""Harusnya kamu tahu prioritas. Saya panggil kamu, artinya kamu harus tinggalkan laporan itu dan datang ke saya. Paham?"Ah, kena lagi..."Hm, baik, Pak."Adam mematikan rokoknya ke wadah kaca dengan aksen emas lalu duduk di kursi kebesa

  • Tunjukkan Pesonamu, Nina!   116

    "Saya terima nikah dan kawinnya Karenina Subagyo binti Subagyo dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!""Sah?""Sah!!!""Alhamdulillah."Nina segera mencium tangan suaminya. Terhitung 1 tahun sejak pacaran, dan 6 bulan setelah lamaran, mereka menikah. Kini Nina benar-benar menjadi seorang istri yang ia pun tak sangka. Bahwa hari ini akan datang juga. Bagas menangis dengan haru. Terbayang masa-masa perjuangannya untuk meyakinkan Nina. Banyaknya hambatan tak serta merta menyurutkan rasa cintanya kepada gadis itu.Ada banyak hal yang tidak bisa terungkapkan dengan kata. Sehingga air mata akhirnya mewakilkan segala perasaan senang yang mendera.Dengan telaten Nina menghapus air mata suaminya. Bibirnya tersenyum malu saat melihat Bagas menatapnya lamat. Astaga, padahal mereka sudah menikah. Tapi malah bertingkah seperti remaja puber. Kemudian acara pun dilanjutkan dengan resepsi.Nina yang meminta agar acara diselesaikan dalam 1 hari saja meskipun memakan waku sampai sore

  • Tunjukkan Pesonamu, Nina!   115

    Ruang tamu yang disulap menjadi dekorasi sederhana, semakin ramai oleh keluarga Nina dan Bagas. Hiasan berbagai bunga asli yang memanjang dengan kaki besi pada masing-masing sisi lalu ada nama kedua calon di belakang berwarna emas. Nina sendiri sudah anggun dengan rambut yang tersanggul sederhana dipadukan dengan kebaya simple pilihannya. Senada dengan kemeja katun hijau sage milik Bagas.Nina merasa hari ini hanya imajinasinya, tetapi riakan ramai dari tamu-tamu yang datang membuatnya sadar bahwa ini adalah nyata.Ia telah dilamar.Bagaimana bisa ia sampai pada titik ini? Tentu saja berawal dari hal terkonyol yang Bagas lakukan. Menyematkan jemarinya dengan cincin plastik hadiah dari snack bulan lalu. Cincin dengan lampu kecil merah menyala seperti sirine. Kemudian, tak lama setelahnya, Bagas benar-benar datang membawa ibu beserta adiknya dengan maksud serius karena...ia rasa Nina sudah memberikan lampu hijau."Nah! Sudah!" Kanaya memutar tubuh Nina menghadap cermin agar gadis itu b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status