Share

08. Merakit Tumpuan

      Tristan berjalan sedikit terburu-buru memasuki sebuah ruangan kecil berukuran 4 x 3 meter bernuansa putih gading  vintage, tanpa lupa ia membawa beberapa buah tangan di tangan kanannya.

      “Assalamualaikum, Dok. Maaf saya agak terlambat dari jadwal yang ditentukan,” gumam Tristan saat baru saja menatap Dokter perempuan di ruangan itu.

       “Pak Tristan enggak terlambat, kok. Saya juga baru saja selesai melakukan tugas saya,” balas Dokter Oriche.

      “Oh iya, Dok. Ini saya bawakan beberapa buah tangan untuk Dokter.” Tristan menyodorkan tas karton yang ada di pegangannya kepada Dokter Oriche.

      “Kenapa Bapak membawa buah tangan seperti ini? Di  mana Bu Irina?” tanya Dokter Oriche merasa tidak enak.

      “Istri saya masih di rumah, Dok. Saya langsung ke sini setelah pulang dari kantor,” balas Tristan, “Ini bukan apa-apa, Dok. Enggak sebanding sama bantuan Dokter selama ini untuk membantu Istri saya.”

      “Aduh,  terima kasih banyak kalau begitu, Pak. Sebenarnya saya ikhlas dengan sangat untuk membantu kesembuhan istri Bapak. Duduk dulu, Pak.” Dokter Oriche meletakkan tas karton itu di nakas di belakang meja kerjanya sedetik kemudian ia beringsut mengambil beberapa kaleng soda yang ada di lemari es mini.

       “Terus bagaimana, Dok? Apakah bisa dengan segera kita melakukan psikoterapi itu?” tanya Tristan tampak tidak sabar.

       “Sebelum ke sana, bagaimana kalau saya jelaskan apa itu psikoterapi dan manfaatnya, Pak? Sebenarnya ini bukan pekerjaan saya, saya hanya membantu menjelaskan apa itu psikoterapi sebelum Bapak bertemu dengan beliau.”

      Tristan mengangguk setuju akan hal itu karena ia tak ingin membuang banyak waktu lagi untuk melakukan pengobatan.

       “Psikoterapi adalah salah satu metode penanganan yang umum dilakukan untuk menangani berbagai masalah kejiwaan, seperti stres berat, depresi, dan gangguan cemas. Psikoterapi biasanya dilakukan perorangan, tapi terkadang juga bisa dilakukan secara berkelompok. Psikoterapi merupakan salah satu langkah penanganan yang paling sering dilakukan oleh psikiater dan psikolog untuk menangani gangguan emosional atau masalah psikologis yang dirasakan oleh pasien. Selain itu, psikoterapi juga dapat dilakukan untuk mengatasi masalah perilaku, seperti tantrum dan perilaku adiksi atau ketergantungan terhadap hal tertentu, misalnya narkoba, alkohol, berjudi, hingga pornografi. Melalui psikoterapi, psikolog atau psikiater akan membimbing dan melatih pasien untuk belajar mengenali kondisi, perasaan, dan pikiran yang menyebabkan keluhan serta membantu pasien untuk membentuk perilaku yang positif terhadap masalah yang sedang dihadapi.”

      “Lalu, apakah psikoterapi itu bermacam-macam?” tanya Tristan.

       “Untuk jenis psikoterapi ada beberapa jenis yang sering dilakukan untuk pasien. Seperti terapi perilaku kognitif,  terapi psikoanalitik atau psikodinamik, terapi interpersonal, terapi keluarga, dan hipnoterapi,” jawab Dokter Oriche.

       “Kalau untuk istri saya nanti akan memakai terapi yang mana ya, Dok?” tanya Tristan lagi.

      “Kalau hal itu, mungkin akan ditentukan beliau sebagai psikolog yang akan menangani Bu Irina,” balas Dokter Oriche, “Tugas Bapak adalah merincikan secara ulang kondisi Bu Irina selama beberapa bulan ini sebelum kita bertemu Dokter Laurent esok hari.”

       “Apakah saya harus merincikan penyebabnya juga, Dok?” tanya Tristan.

       “Bapak juga terlihat sangat cemas belakangan ini. Mata Bapak selalu bergetar ketika berbicara, dari suara Bapak juga saya paham kalau Bapak mengalami Anxienty. Bapak juga bisa melakukan terapi, bersama Istri Bapak,” kata Dokter Oriche dengan seulas senyum.

       “Ta-tapi saya baik-baik saja, Dok,” ungkap Tristan tertegun.

       “Enggak apa-apa, Pak. Jangan sungkan kepada saya, kalau Bapak mau ... Bapak bisa melakukan terapi juga esok hari.”

       Tristan terdiam sejenak karena bingung memikirkan hal itu, ia berpikir apakah wajahnya sangat terlihat seperti orang kelelahan? Apakah wajahnya seperti seorang zombie yang baru saja keluar dari sebuah mesin waktu?

        Tak lama kemudian ia menggelengkan kepalanya menampik semua pikiran negatif itu, ia menatap Dokter Oriche yang juga menatapnya dengan tatapan penasaran.

      “Bapak bisa ke sini esok hari pukul sebelas siang bersama Bu Irina,” kata Dokter Oriche.

       “Baik, Dok. Saya akan ke sini esok hari bersama Istri dan Ibu saya,” balas Tristan yakin.

       ***

       “Assalamualaikum.”

        Tristan baru masuk ke dalam ruang tamu saat adzan magrib sudah berkumandang memanggil setiap umat untuk segera menghadap Allah SWT guna, mengadukan segala keluh kesahnya. Marrey yang memang sedari tadi berada di ruang tengah datang untuk menyambutnya, Tristan pulang tidak dengan tangan kosong, ia selalu membawa beberapa macam camilan atau kue basah dari supermarket untuk Irina walaupun pada akhirnya harus berakhir di tong sampah atau di dalam lemari es hingga menjamur.

       “Waalaikumsalam, tumben kamu pulangnya sedikit lebih lama, Nak? Jadi, bagaimana? Kamu sudah bertemu dokternya?” Marrey membantu Tristan untuk membawa barang bawaannya.

        Marrey meletakkan barang bawaan Tristan di meja kitchen set, sementara itu Tristan berjalan menuju lemari es untuk mengambil air dingin.

       “Besok kita berangkat jam sebelas siang, Ma. Tadi, Tristan sudah ketemu sama dokter Oriche,” balas Tristan.

        “Alhamdulillah kalau begitu, Tris. Mama harap setelah menjalani psikoterapi, Irina sedikit lebih membaik,” ungkap Marrey penuh harapan agar menantunya itu segera pulih dari traumanya.

        Tristan mengangguk sembari menuangkan air es ke dalam sebuah gelas kaca, pikirannya masih terbang ke mana-mana tak bisa berhenti. Ia memilih untuk meminum air es berharap agar rasa cemasnya sedikit menghilang. Ia menghela napas cukup panjang setelah meneguk air itu hingga tandas membuat Marrey terkejut heran.

       “Apa kamu mempunyai masalah, Nak?” tanya Marrey. “Kalau kamu punya masalah kamu bisa cerita ke Mama.”

       “Enggak kok, Ma. Tristan Cuma memikirkan masalah pengobatan Irina esok hari,” jawab Tristan kemudian.

        “Kamu enggak perlu khawatir seperti itu, Tristan. Mama yakin pasti setelah menjalani psikoterapi, Irina akan lebih baik,” gumam Marrey menepuk bahu Tristan perlahan.

         “Irina mana, Ma?” tanya Tristan.

        “Di kamar, mungkin kembali tidur karena kelelahan. Kamu mandi dulu sana, terus sholat,” titah Marrey kepada Tristan.

        Tristan mengangguk perlahan lantas beranjak pergi dari hadapan Marrey menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua, sembari menaiki tangga ia melepas jas dan kacamata yang dipakainya. Sedikit memijat pelipisnya yang terasa amat pening karena terlalu banyak pekerjaan belum lagi adanya Yerianna yang semakin membuatnya merasa pusing tujuh keliling.

       “Assalamualaikum, Irina ...,” sapa Tristan begitu membuka pintu kayu jati itu, perlahan masuk.

        Irina tak menjawab karena terlelap dengan nyenyak di tempat tidur. Tristan yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum tipis, ingin membangunkan tapi tidak tega karena terlihat begitu pulas. Tristan menghampiri Irina dengan langkah pelan agar tak menimbulkan suara bising, ditatapnya wajah kuyu Irina cukup lama. Tristan tak bisa menjabarkan perasaannya sendiri ketika melihat kondisi Irina yang begitu memprihatinkan, bahkan nyaris terlihat seperti mayat hidup.

      Sekarang Irina terlihat sangat kurus, karena tak mau memakan apa pun kalau tidak karena terpaksa. Bahkan makanan-makanan kecil pun selalu ditolaknya padahal Irina sendiri tahu kalau ia kelaparan.

       “Besok, kita akan berobat. Kamu tenang saja ....”

      

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status