Share

Turn Out
Turn Out
Penulis: nura0484

1

Penulis: nura0484
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-24 14:27:51

"Ahhh...pusing kepala..."

"Kenapa lagi? Cik Fifi lagi? Pak Andreas?"

Vania menatap rekan kerjanya yang sudah bekerja sangat lama di perusahaan, lebih tepatnya pabrik. Bekerja di pabrik tidak semudah yang orang bayangkan, lika-liku pegawai pabrik sering membuatnya pusing. Posisi Vania sebagai karyawan baru, atasannya yang baru saja resign membuatnya harus memegang kendali di departemen ini, departemen HR.

"Bu, manager baru kapan masuk ya?" Vania menatap Titik yang tampak fokus di layar komputer.

"Pak Iwan bilang harusnya besok. Sudah kamu siapkan? Apa mau aku bantu?"

"Boleh, memang hitung gaji sudah selesai?"

"Tinggal dikit. Kamu kenapa pusing?" Titik bertanya tanpa menatap Vania, memilih melirik sekilas.

"Biasa mereka berdua buat pusing, satu maunya apa sedangkan satu maunya apa. Aku bingung mau ngikut yang mana, kalau nanti manager masuk aku bisa tenang."

"Pak Iwan bilang managernya masih muda, Pak Andreas sama Cik Fifi langsung suka sama dia. Jangan jatuh cinta." Titik menatap Vania yang tampak tidak peduli "Zaidan nggak kamu tanggapin, memang kurang cakep?"

"Nggak kepikiran, bu."

"Apa Pak Andreas naksir kamu? Siapa tahu dijadikan istri kedua, aku dengar dia duda. Dia kalau nggak salah itu bapaknya sahabat Pak Fandy."

"Kalau manager nggak masuk besok, aku bakal buat surat resign." Vania memijat kepalanya pelan.

Perkataan Vania tidak mendapatkan tanggapan dari Titik, pembicaraan mereka seketika terhenti. Vania mencoba fokus dengan pekerjaan yang kedua orang itu minta, mengingat pembicaraan mereka bertiga tadi, tapi Vania tidak menemukan ide sama sekali. Ponselnya berbunyi tampak nama Andreas muncul, pesan masuk yang baru saja dikirim Andreas.

Vania sering berdebat dengan Andreas, tapi setiap selesai berdebat Andreas akan menghubungi Vania untuk berbicara berdua, biasanya mereka akan membicarakan tentang perdebatan dengan kepala dingin. Pembicaraan mereka akan disertai dengan makanan dan minuman ringan kesukaan Vania, tidak tahu alasan jelas Andreas melakukan ini semua.

"Kemana? Ketemu Pak Andreas?" Titik menatap Vania yang akan keluar.

"Ya, bu."

"Puas-puasin, besok kalau manager baru datang secara otomatis kalian nggak bisa ngobrol berdua." Vania berdecih pelan mendengar kalimat Titik, memilih menganggukkan kepala sebelum menutup pintu.

Ruangan yang seharusnya diisi enam orang, sekarang hanya tersisa dua. Tiga yang lain sedang melakukan pekerjaan berbeda dengan mereka berdua, dimana pekerjaan mereka bertiga adalah mengurus perijinan yang berhubungan dengan aset perusahaan, berhubungan dengan semua hal tentang karyawan terutama training dan terakhir adalah kurir yang lebih banyak dipakai oleh departemen keuangan.

"Ada apa, pak?" Vania menutup pintu ruangan Andreas yang fokus pada laptopnya.

"Sudah memikirkan ide?" Vania mengangkat alisnya mendengar pertanyaan Andreas "Pembicaraan dengan Cik Fifi?"

"Belum, pusing. Bisa nggak sih satu pemahaman sama Cik Fifi? Pak Andreas bisa satu paham dengan Pak Fandy, kenapa sama Cik Fifi nggak bisa?" Vania menatap kesal kearah Andreas.

"Apa yang dia bilang nggak masuk akal, kamu mau minta aku ikut apa yang dia bilang?" Andreas menghentikan pekerjaan menatap Vania malas "Kapan manager kamu masuk? Besok?" Vania menganggukkan kepalanya "Jangan harap ada manager buat kamu terbebaskan dari aku."

Vania membuka mulutnya tidak percaya "Maaf ini, pak. Maaf banget. Bukannya nanti saya hanya laporan ke manager? Beliau nanti yang akan lapor ke bapak dan Cik Fifi, jadi ngapain bapak masih minta saya?"

Andreas menghembuskan napas panjang "Kamu itu bagian rekrutmen dan seleksi, hubungan dengan saya secara langsung."

"Ya paham, tapi nanti ada manager. Saya laporan apapun ke beliau." Vania menatap bingung dengan kalimat Andreas.

"Kamu bisa nggak kalau saya bilang itu nurut? Kalian mempunyai job desc berbeda." Andreas tampak berusaha sabar menghadapi Vania.

"Saya paham jika job desc kami berbeda, tapi saya nanti dibawah dia bukan bapak dan itu artinya secara otomatis saya melapor semua ke beliau bukan bapak, kalau saya lapor ke bapak itu salah." Vania menatap malas kearah Andreas.

Kalimat Andreas seketika membuat Vania kembali kesal, pembicaraan ini yang menjadi perdebatan mereka. Bayangan Vania adalah tetap akan berada dalam situasi seperti ini nantinya, padahal kedatangan manager baru membuatnya senang dimana itu artinya tidak perlu berhubungan dengan mereka para atasan. Menatap hidangan dihadapannya tanpa banyak bicara langsung membuka dan memakannya, tatapannya beralih pada Andreas yang kembali sibuk depan laptop.

"Saya kembali bicara dengan Bu Fifi tentang manager PPIC, beliau minta dicarikan pembanding. Kamu hubungi kandidat yang sebelum dia, saya sudah bilang kalau dia dipertimbangkan."

"Bapak yakin? Saya sendiri nggak yakin." Vania memastikan Andreas "Apa tidak lebih baik setelahnya?"

Andreas terdiam ketika Vania memberikan pendapat, melihat sang atasan hanya diam membuat Vania menikmati makanan kembali. Vania beberapa kali menatap Andreas yang masih tampak berpikir, kandidat yang ada sebenarnya tidak terlalu bagus dibandingkan pengajuan mereka pada Fifi.

"Kamu cari yang baru, gimana?" Vania menatap Andreas tidak percaya "Saya kurang sreg sama mereka berdua, Bu Fifi minta yang bisa digaji murah padahal mana ada manager digaji satu digit. Managermu aja dua digit."

"Ya, saya yang kerjanya begini gajinya cuman satu digit. Kerjaan saya melebihi manager loh, Pak. Besok kalau manager baru masuk, bapak sama beliau saja bukan saya. Memang nggak bosen lihat saya mulu?"

"Nggak, lihat kamu malah buat semangat." Andreas mengedipkan matanya dengan bibir menahan senyum.

"Kalau bapak begini yang ada saya resign loh." Vania memberikan ancaman.

Andreas mengangkat kedua tangannya "Kamu tahu sendiri saya nggak mudah nyaman sama orang lain, beda kalau sama kamu. Kamu itu kaya udah tahu apa yang saya inginkan tanpa banyak bicara, gimana kalau saya minta Bu Fifi kamu jadi asisten saya?"

"Makasih banyak jamuannya, pak. Saya kembali bekerja."

Meninggalkan ruangan Andreas yang tertawa melihat sikapnya, langkah kakinya menuju ke ruangan dimana saat ini ruangan sudah dipenuhi mereka-mereka yang baru saja kembali dari pekerjaannya. Vania menjatuhkan diri di kursi tempatnya bekerja, lainnya masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Manager baru namanya siapa, Van?" Putri yang duduk disebelah Vania menatap kearahnya sambil memberikan bungkusan batagor "Besok masuknya, kan? Single nggak?"

"Single, mau gebet? Inget tanggal pernikahan depan mata." Reno menyahut yang mendapatkan tatapan tajam dari Putri "Kasih kesempatan Vania yang jomblo."

"Enak aja! Bukan jomblo tapi single!" Vania menatap tajam kearah Reno "Pak Aan!" Vania meletakkan telunjuk di bibir saat melihat Aan akan membuka bibirnya.

"Saya cuman mau minta gorengan depan Mas Reno, mbak."

Suara tawa terdengar di ruangan HR, targetnya jelas Vania yang sekarang wajahnya tiba-tiba merah menahan malu. Beberapa hari sejak keputusan manager baru mereka sudah didapat, secara otomatis menggoda Vania yang masih belum memiliki pasangan. Padahal Vania tidak memikirkan kearah sana, target yang diberikan Andreas sering membuatnya pusing.

"Siapa namanya?" tanya Putri lagi.

"Jangan terlalu sering sama Pak Andreas, bisa-bisa kalian jatuh cinta nantinya." Reno mengedipkan matanya.

"Kita sering sama-sama, kenapa nggak saling cinta ya?" Vania mengerutkan kening tanpa menatap Reno yang langsung berdecih keras.

"Zafran, nama manager baru kita besok."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Turn Out   56

    "Resign nggak menyelesaikan masalah, kalaupun kamu resign nggak dalam situasi seperti ini." "Aku merasa semua masalah bermula dari aku, mas.""Nggak, sayang. Aku yang membuat masalah ini, meskipun sebenarnya Pak Fandi sudah ingin membuka semua yang dilakukan Bu Fifi. Pak Fandi tahu apa yang terjadi, tapi nggak tahu harus bagaimana." Menghela napas mendengar semua yang dikatakan Andreas, semua terasa benar meskipun tetap saja jauh dalam hatinya jika ini terjadi bermula darinya. Memejamkan matanya mencoba untuk menenangkan diri, tidak memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan wanita itu."Aku pernah bilang kamu resign nggak masalah, kita bisa ke tempat kerjaku." Vania membuka matanya "Aku nggak akan nyaman berada di kantormu, mereka akan menganggap aku...""Sayang, kamu bisa nggak kerja atau kamu bantuin aku menyelesaikan pekerjaan. Aku nyaman dan nyambung jika kita diskusi, bagaimana?" "Aku belum memikirkan kearah sa

  • Turn Out   55

    "Cik Fifi datang langsung ke ruang produksi, Pak Isa bingung harus ngapain karena memang nggak ada arahan." Vania menghentikan gerakannya meletakkan tas, menatap Titik yang cerita dengan semangat ke Putri "Kapan datang, bu?" "Sore pas kita semua udah pulang. Pak Andreas nggak dihubungi?" Vania menggelengkan kepalanya mengingat mereka berdua di apartemen setelah pulang kerja "Pak Fandy kesini dan langsung bawa Cik Fifi pulang, dipegang sama dua cowok.""Pakai seragam, bu?" tanya Putri.Titik menggelengkan kepalanya "Pakaian biasa, mungkin sengaja begitu agar kita nggak mikir yang aneh-aneh." Pembicaraan tentang Fifi terhenti ketika Zafran masuk kedalam ruangan dengan tatapan tegasnya, mulai mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Semua itu bukan karena kedatangan Zafran, melainkan memang mereka sadar dengan pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing.Zafran keluar ruangan dengan ekspresi serius, pekerjaan mereka terhenti tapi t

  • Turn Out   54

    "Pak Gun masuk di restoran baru? Asistennya Chef Edwin?" "Katanya sih begitu." Vania memilih jawaban aman.Berita tentang restoran lama yang akan buka kembali gagal sudah di dengar satu kantor, mereka semua bertanya-tanya tentang alasan sebenarnya. Ketidakhadiran Fifi di perusahaan semakin membuat orang berpikir yang tidak-tidak, Vania dan Zafran tidak mengeluarkan sama sekali. Semua orang tahu dimana Fifi yang sangat ambisius membuka kembali restoran lama agar bisa kembali berjaya seperti dulu, dan pastinya menyaingi restoran baru."Restoran lama nggak jadi?" tanya Titik dengan nada penasaran."Belum tahu, bu." Vania menjawab kembali."Kandidatnya gimana?" Titik masih penasaran dengan banyak hal."Kandidat sudah ketemu sama Pak Edwin dan Pak Bayu, mereka yang lolos langsung masuk kesana," jawab Adel yang diangguki Vania."Cik Fifi kemana sih? Aneh banget tiba-tiba nggak datang lagi." Titik menatap Vania dalam seakan in

  • Turn Out   53

    "Kenapa nggak kasih tahu tentang Cik Fifi?"Andreas menatap sambil mengangkat alis mendengar kalimat pertanyaan Vania "Siapa yang kasih tahu?" "Kemarin-kemarin mas ngurusin Cik Fifi?" tanya Vania tanpa menjawab pertanyaan Andreas.Andreas menghela napas panjang "Nggak, ada kerjaan disini. Ngurus masalah Bu Fifi hanya sehari itu. Kamu tahu darimana? Gun?" Vania menganggukkan kepalanya "Jangan kesebar, bisa marah Pak Fandy." "Anak-anak curiga sudah," ucap Vania mengingat pembicaraan di ruangan."Biarin. Jangan sampai dibuka, bagaimanapun bisa dikatakan aib." "Cuman periksa saja, kan?" tanya Vania penasaran."Pak Fandy nggak kasih tahu lagi selanjutnya, beliau sibuk mengurus masalah Bu Fifi. Aku menggantikan beberapa tugasnya yang nggak bisa dijalani karena masalah ini. Masalah Gun sendiri aku juga nggak tahu gimana, Pak Fandy belum membicarakan hal ini sama sekali." "Separah itu?" Andreas mengangkat bahunya "K

  • Turn Out   52

    "Pak Gun yang memutuskan kandidat." "Cik Fifi memang kemana? Udah lama beliau nggak datang." "Baru dua hari nggak kesini, lamaan yang waktu kasus Aulia." Zafran memutar bola matanya malas mendengar kalimat Vania."Tetap aja lama, mas. Jadi ini kandidat Pak Gun yang seleksi? Aku hubungi beliau gitu?" Zafran menganggukkan kepalanya "Serius, nggak ada informasi Cik Fifi kemana?" "Mungkin nggak boleh kesini sama Pak Fandy." Zafran mengangkat bahunya "Udah buruan hubungi Pak Gun, kalau bisa lusa ketemu sama dia."Rasa penasaran atas ketidakhadiran Fifi membuat banyak pemikiran yang tidak-tidak, ditambah pembicaraan mereka bertiga terakhir di rumah orang tua Vania. Mereka bahkan belum melakukan apa yang direncanakan, apa sudah melakukan tapi tidak ada yang memberitahu dirinya.Mengambil ponselnya untuk menghubungi Gun, menanyakan waktu luang agar bisa melakukan seleksi pada karyawan yang akan masuk di restoran. Pintu terbuka sebelum

  • Turn Out   51

    "Gajinya kebesaran, nggak cocok sama anggaran yang sudah dibuat." "Maaf, bukannya kisaran gaji ini sudah sesuai dengan arahan Pak Fandy? Kita menggunakan..." Zafran menutup mulutnya seketika."Restoran ini nantinya yang megang saya atau Pak Fandy?" potong Fifi membuat semua terdiam "Perhitungan saya nggak segini. Kalian ini apa-apa dengarin Pak Fandy. Saya yang pegang restoran ini bukan dia. Jadi apa kata saya." "Maaf, bu. Instruksi Pak Fandy adalah menyamakan dengan restoran yang dibuat olehnya." Zafran masih mengatakan dengan nada sopannya."Kamu nggak kesal Vania sama Andreas?" "Maaf? Maksudnya apa ya, bu?" Zafran mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang diluar pembahasan."Saya tahu kalau kamu menyukai Vania, bahkan kalian sudah melakukannya. Memang kamu nggak masalah mereka bersama?" Fifi menompang dagunya dengan tangan menatap dalam Zafran."Kami nggak berjodoh, bu." Zafran menjawab dengan bijak dan tenan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status