Share

Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)
Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)
Penulis: Anita R

Bab 1 : Kepergian Aleya

Siang itu cuaca tampak tidak bersahabat. Gumpalan awan hitam menghiasi dada langit. Sang bayu pun bertiup semakin kencang, membuat daun-daun kering dan kelopak bunga kemboja yang telah layu berjatuhan ke tanah. Tak lama kemudian, titik-titik air hujan pun turun membasahi bumi. Sepertinya semesta turut berduka dan menangisi kepergian Aleya, istri yang sangat Abyan cintai.

Pria tampan berusia tiga puluh dua tahun itu masih berdiri tegak menatap gundukan tanah merah yang dipenuhi rangkaian bunga di hadapannya. Ia sama sekali tidak beranjak dari sana. Walaupun wajah dan pakaiannya sudah mulai basah tersiram hujan, ia tidak peduli.

Gurat-gurat kesedihan terpancar jelas di raut wajah Abyan. Walaupun ia berusaha tetap tegar di hadapan semua orang, tidak dapat dipungkiri kalau ia begitu kehilangan.

Tuhan, kenapa secepat ini Engkau ambil istriku? Aku masih sangat membutuhkannya. Begitu juga dengan putri kami, Airin. Dia baru saja melihat dunia ini, tapi Engkau tega mengambil ibunya.

Tanpa terasa, air mata Abyan menetes berbaur dengan air hujan yang membasahi wajahnya. Kejadian di rumah sakit kemarin masih terekam jelas dalam ingatan.

Sebelum melahirkan, Aleya diketahui mengalami pre-eklampsia, yaitu tekanan darah tinggi pada masa kehamilan. Menurut dokter yang menangani, pre-eklampsia yang dialami Aleya tergolong berat karena trombositnya sangat rendah.

Dihadapkan pada situasi yang sulit, Aleya tidak bisa berpikir terlalu banyak. Belum lagi kondisi psikologisnya turut terpengaruh. Sementara Abyan berpikir agar operasi Caesar dijalankan ketika kondisi istrinya sudah benar-benar kuat. Namun, saat itu tiba-tiba Aleya kejang yang merupakan efek dari pre-eklampsia-nya, sehingga sudah tidak ada pilihan lain selain operasi.

Semula operasi yang dilakukan pada tengah malam itu berjalan dengan lancar. Abyan dan ibu mertuanya sangat bersyukur. Dokter yang menangani juga merasa senang, karena baik ibu maupun bayi berhasil diselamatkan. Hasil pemeriksaan setelah operasi pun menunjukkan kondisi napas dan jantung ibu, maupun bayi terbilang bagus. Selain itu, kekhawatiran akan pendarahan berlebih saat operasi juga tidak terjadi.

Pada saat itu, tidak pernah terlintas atau terbayang di benak Abyan dan ibu mertuanya kalau Aleya akan pergi meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Namun, nyatanya takdir berkata lain. Ketika dini hari, kondisi Aleya mulai menurun. Dia mengalami komplikasi dari pre-eklampsia yang mengarah ke HELPP Syndrome, yaitu komplikasi serius akibat tekanan darah tinggi selama kehamilan. Organnya banyak yang kena karena itu.

Abyan dan ibu mertuanya begitu panik. Melihat kondisi Aleya yang semakin memburuk, membuat mereka ketakutan dan terjaga sepanjang malam.

“Bertahanlah, Sayang. Demi anak kita. Aku mohon,” bisik Abyan dengan kelopak mata yang sudah berair. Ia sama sekali tidak melepas genggamannya dari tangan Aleya yang terbaring lemah menahan sakit.

“Aku akan bertahan, Mas. Aku enggak akan pergi sebelum melihat putriku,” sahut Aleya sambil terisak. Butiran kristal bening tidak berhenti mengalir dari sudut matanya.

Dada Bu Saida kian sesak. Wanita paruh baya yang sejak tadi berdiri di samping ranjang putrinya itu tidak mampu membendung air matanya lagi. Ia menyeka bulir bening yang berjatuhan menodai wajahnya dengan sehelai sapu tangan yang sejak tadi digenggamnya. Dalam hati tidak putus-putus ia mendoakan keselamatan Aleya.

Pukul delapan pagi, seorang suster muda yang memakai pakaian serba hijau dan berhijab masuk ke ruang rawat Aleya sambil menggendong bayi.

“Selamat pagi, Bu Aleya, ini bayi Ibu. Saya sudah memandikannya. Tolong segera disusui ya, Bu!” ucap suster itu dengan ramah, lantas meletakkan bayi perempuan yang digendongnya itu ke dalam box bayi.

“Terima kasih, Suster,” sahut Aleya lirih. Wajah dan bibir wanita berusia dua puluh delapan tahun itu terlihat sangat pucat. Ia tidak bisa tidur semalaman karena menahan sakit yang teramat sangat di bagian perutnya. Namun, begitu melihat putrinya, rasa sakit itu seolah menguap begitu saja.

Bu Saida pun menggendong cucunya. Cucu pertama yang sangat ia idam-idamkan selama ini. Bayi perempuan berbobot tiga kilogram itu terlihat sangat cantik dengan kulit seputih susu, hidung mancung, bulu mata yang lentik, serta rambut yang hitam legam dan lebat. Perlahan ia mengecup pipi tembam bayi itu sebelum diserahkan kepada ayahnya.

“Alhamdulillah ya Allah, akhirnya Engkau memberi kami putri yang sangat cantik dan lucu,” ucap Abyan dengan mata yang berkaca-kaca saat menggendong putrinya untuk pertama kali.

Rasa haru sekaligus bahagia membuncah dalam dada Aleya saat melihat pemandangan di depan mata. Sudah lama sekali ia mendambakan seorang anak. Akhirnya Tuhan mengabulkan doa-doanya setelah tiga tahun usia pernikahannya dengan Abyan.

Abyan pun meletakkan bayi itu di sisi pembaringan istrinya. Aleya menggigit bibir bawah untuk menahan rasa perih di bagian perutnya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk memiringkan tubuhnya dan menyusui buah hatinya.

Air mata Aleya kembali menetes saat bayi itu mulai menyusu dengan kuat di payudaranya. Wanita yang memakai jilbab instan berwarna mocca itu begitu terharu. Walaupun ia tahu umurnya tidak akan lama lagi, tetapi ia bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesempatan untuk melihat dan menyusui putrinya.

“Mas, kasih nama bayi kita Airin ya, Mas! Aku sangat menyukai nama itu,” desis Aleya sembari menatap Abyan yang saat itu berdiri di sampingnya.

“Iya, Sayang. Aku juga suka nama itu,” sahut Abyan sembari memaksakan senyumnya.

Selesai menyusui, Aleya pun menciumi wajah bayinya secara bertubi-tubi untuk menumpahkan kasih sayangnya yang begitu besar. Seolah-olah ia tidak akan punya kesempatan lain untuk menciumnya.

“Sayang, semoga kelak kamu tumbuh menjadi anak yang salehah, cantik, dan pintar,” desis Aleya dan langsung diamini oleh suami dan ibunya.

Setelah kenyang menyusu, Airin tertidur dengan pulas. Bu Saida mengambil cucunya itu dan meletakkannya kembali ke dalam box bayi.

Aleya perlahan meraih tangan kanan suaminya, lantas menggenggamnya erat. “Mas, aku minta maaf ya, Mas, kalau selama ini aku punya salah sama kamu. Aku titip Airin. Tolong jaga dia baik-baik!” ucap wanita itu getir.

“Kamu ngomong apa, Sayang? Kamu enggak boleh bicara seperti itu! Kamu enggak akan ke mana-mana!” seru Abyan sembari menggelengkan kepalanya perlahan.

“Mungkin waktuku sudah enggak banyak lagi, Mas.”

“Jangan pergi, Aleya! Jangan tinggalkan Ibu!” tukas Bu Saida yang sudah berdiri di samping Aleya sembari menyeka air mata yang kembali membanjiri wajahnya.

“Bu, Aleya juga minta maaf sama Ibu.” Aleya pun beralih menggenggam tangan ibunya. “Maafin Aleya kalau selama ini Aleya belum bisa membahagiakan Ibu.”

Bu Saida menggeleng lemah. “Tidak, Aleya. Selama ini kamu selalu berusaha membahagiakan Ibu. Kamu anak yang berbakti.”

Aleya menarik kedua ujung bibirnya.

“Oh ya Bu, kenapa Nayla dan yang lainnya belum datang? Aku ingin sekali bertemu mereka, Bu.”

“Mungkin mereka masih di jalan. Tadi Ibu sudah menelepon adikmu.”

Aleya mengangguk pelan. Ia berharap masih bisa bertemu dengan adik, ayah, dan juga keluarga dari sebelah mertuanya sebelum pergi. Aleya bisa merasakan, seolah-olah malaikat maut sudah semakin dekat dan bersiap untuk mencabut nyawanya. Ia sudah tidak punya banyak waktu lagi.

“Mbak Aleya!” Tiba-tiba pintu terbuka dan sosok Nayla muncul dengan napas terengah-engah. Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu habis berlari maraton dari tempat parkir sampai ruang rawat kakaknya.

Aleya tersenyum lega saat melihat sosok Nayla. Gadis berambut ikal dan panjang itu pun berhambur menghampirinya. Disusul oleh ayah, kedua mertua, dan juga adik iparnya dari belakang.

“Mbak Aleya baik-baik saja kan, Mbak? Aku takut sekali waktu Ibu meneleponku tadi. Kata Ibu kondisi Mbak Aleya ngedrop,” tanya Nayla dengan panik.

Aleya pun menggenggam tangan adiknya, lantas berkata, “Nay, Mbak minta maaf ya, kalau selama ini Mbak punya salah sama kamu.”

“Apa yang Mbak Aleya katakan? Jangan menakutiku, Mbak!” Air mata Nayla pun jatuh tanpa permisi. Ia merasa seolah-olah kakaknya itu akan pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

“Nay, Mbak titip Airin ya. Tolong kamu jaga dan rawat dia! Anggap dia seperti putri kandungmu sendiri! Mbak yakin, kamu adalah orang yang paling tepat untuk menjadi ibu sambungnya.”

“Apa maksud kamu, Sayang?” potong Abyan tiba-tiba. Dia tidak mengerti kenapa Aleya menitipkan bayi perempuan mereka kepada Nayla.

Aleya pun mengalihkan pandangannya ke arah suaminya. “Mas, kamu mau ‘kan menikah sama Nayla?”

“Apa?” Mata Abyan membulat sempurna. Begitu juga dengan Nayla. Semua orang yang ada di ruangan itu sangat syok mendengar ucapan Aleya.

Anita R

Terima kasih sudah mampir ke novel perdanaku. Jangan lupa tinggalkan rate bintang lima dan tuliskan komentarmu ya! Follow IG author @_anita.rai untuk info seputar novel, spoiler, dan visual pemain... 🙏😊

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status