Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan semakin keras. Chiko segera mengalirkan air lagi pada tubuhnya, membersihkan sisa-sisa sabun.Namun, suara ketukan pintu masih saja terdengar jelas."Berisik banget, sih?!" dengkus Criss.Criss yang marah dan jengkel dengan suara ketukan itu lalu mematikan shower dan meraih handuknya. Ia pun berjalan dan membuka pintu.Dilihatnya Bella sedang berdiri sambil memegang nampan. Matanya membulat, begitu pun dengan Bella."Aduh, lihat dia pakai handuk lagi." Bella menundukkan kepalanya. Ia hanya melihat sandal bulu yang dipakai suaminya.Bella memang belum terbiasa melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Jarak dan komunikasi antar keduanya belum terlalu intens meskipun mereka sudah sah menjadi sepasang suami-istri."Ada apa?" tanya Criss sambil menggosok rambutnya yang masih bercucuran air.Sesekali Bella menatap wajah Criss. Ia merasa jika Criss memang sangat tampan ketika rambutnya sedang dalam keadaan basah.Bella merasa ak“Pe-pengen apa?” tanya Criss.Pikirannya sudah melayang-layang. Hasratnya sudah mulai naik ketika melihat wajah Bella yang semakin terlihat cantik dan menggoda.“Criss ....” Bella menghampiri dan mengelus pipi suaminya.Criss sangat gugup dibuatnya. “A-apa?” Hatinya mulai tak karuan."Ya ampun, ini udah malem. Aku lelah," lanjutnya sambil menelan ludahnya kasar.“Apa dia mau malam ini juga? Duh, aku udah lelah banget. Takut enggak memuaskan. Nanti dia kapok dan kecewa lagi, gimana dong?” pikir Criss.Seketika Bella menangis mendengar perkataan Criss. Sang suami jadi salah tingkah dan merasa sangat bersalah."Sabar Criss ... sabar! Apa aku turutin aja maunya?" batin Criss. Ia mengatur nafasnya."Mmm ... pengen apa istriku?" Berucap dengan nada yang menggemaskan. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar Bella meminta hal yang selalu dimimpikannya."Enggak jadi. Nanti dimarahin lagi. Enggak mau.” Bella melipat tangan di dada dan membuang muka.Criss semakin ge
Bella kemudian berjalan ke arah kamar Criss. "Kamar Criss pasti lebih berantakan dari pada kamarku."Saat membuka pintu, semerbak wangi pengharum ruangan beraroma lemon menusuk hidung Bella."Wangi banget, kaya kamar perawan,” ucap Bella.Matanya terpana. Ia terkejut dengan keadaan kamar suaminya yang teramat rapi dan bersih. Barang-barangnya tertata dengan sedemikian rupa hingga melihat siapapun yang memandang akan terlena.“Kasurku kok enggak kaya punya dia? Enggak adil, nih!”Kasur ukuran king size itu sangat menggoda dirinya. “Wah, nyaman banget tidur di sini.” Bella mencoba berbaring di kasur Criss yang empuk hingga matanya tertuju pada kalender di sana.Selanjutnya ia berjalan menghampiri kalender yang menempel di dinding karena begitu menarik perhatiannya. "Banyak lingkaran merah. Artinya apa, ya?"Ia mencoba menelaah dan mulai merasa tidak asing dengan tanggal-tanggal dalam lingkaran itu. "Tanggal 23 April 'kan tanggal lahirku. Dari mana dia bisa tahu?"
Sabtu pagi ternyata Criss mendapatkan pesan dari Chiko agar bekerja lembur. Memang Criss meminta maaf karena tidak bisa mengantar Bella jalan-jalan. Akan tetapi, Bella yang kekanak-kanakan malah marah dan hanya mendiamkan Criss. Setelah kepergian sang suami, wajah Bella jadi murung.“Jangan-jangan dia juga besok ga bisa libur. Huft!” keluhnya.Setiap setelah Criss pergi, ia sengaja duduk di sofa sambil mengintip sesekali ke jendela seolah sedang menanti seseorang. Di rumah besar hanya sendirian membuatnya merasa sangat kesepian.Tiba-tiba terdengar suara mobil yang berhenti di depan pintu gerbang rumahnya. Bella mengintip dari balik jendela.“Eh, itu mobil Chiko.”Bella segera berbenah. Ia merapikan meja dan juga penampilannya. Rambut yang awalnya ia ikat, segera dilepas dan dibiarkan terurai begitu saja.“Sudah kuduga, dia pasti datang,” ucap Bella sambil tersenyum.Tok! Tok! Tok!Bagaikan sebuah ciri khas. Setiap seseorang yang mengetuk pintu pasti se
“A-aku enggak pegang-pegang kamu kok semalem. Swear!” Criss mengangkat kedua tangan dan jarinya membuat simbol perdamaian.Tatapan Bella yang tajam sungguh membuatnya takut. Menyeramkan. Ia takut difitnah melakukan hal yang aneh-aneh pada Bella.“Bukan itu!” Bella menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia lalu menaruh kembali sendoknya.“Terus?” Criss tak mengerti.Bella mendorong sedikit piringnya. Lalu ia memundurkan kursinya juga sambil melipat tangan di dada. Bibirnya cemberut."Aku enggak mau makan sendirian," jawab Bella dengan nada yang begitu manja."Ini 'kan berdua," kata Criss.“Maksudnya apa, sih? Aku enggak ngerti,” batinnya.Bella lalu bangkit dan menuangkan mie-nya ke dalam piring Criss hingga kini piring itu terlihat sangat penuh. Beberapa mie tak menjuntai ke bawah."Begini maksudku,” ucap Bella.Criss melongo. Ia hanya bisa pasrah. Bella pun mengatur kursi dan duduk di samping suaminya. "Criss!" panggilnya."A-apalagi?""Sini!" Bella men
"Ada apa, Bell? Kamu enggak apa-apa?" teriak Criss.Criss panik setengah mati. Ia melihat Bella tak berdaya sambil tengkurap. Lalu Criss menempelkan telapak tangannya tepat di kening Bella."Kamu panas banget. Kamu demam.”"Criss ...," panggil Bella dengan suara yang begitu rendah.Keringat panas dan dingin membasahi tubuhnya. Anak rambutnya pun terlihat sangat basah berair. Tubuhnya panas dan menggigil."Ayo kita ke rumah sakit!" ajak Criss.Bella menolak. "Enggak. Aku enggak mau.”"Jangan nolak! Cepetan!" Criss memaksa. Ia hendak memangku tubuh Bella."Dadaku sakit, Criss ...," lirih Bella."Ayo ke rumah sakit makanya!" Criss agak emosi.Sebagai seorang suami tugasnya tentu adalah menjaga sang istri. Maka dari itu, sebisa mungkin ia berusaha agar Bella mau menuruti perintahnya demi keselamatan diri Bella sendiri."Enggak mau." Bella bersikukuh. “Aku malu ...,” tambahnya.Criss merasa aneh dan heran
Mereka berangkat menggunakan mobil. Criss mau tak mau mengantar Bella terlebih dahulu. Padahal hari sudah sangat siang. Mereka pergi ke sebuah panti asuhan yang jaraknya pun tak terlalu jauh dari rumahnya.Di panti asuhan, Bella menyerahkan semua ASI-nya. "Semoga bermanfaat ya Bu, Pak," katanya."Terima kasih, Nak,” ucap salah seorang pengurus panti itu.Pihak Panti begitu bersyukur. Mereka tidak perlu mengeluarkan dana lebih untuk membeli susu lagi. Bella dan Criss juga berkeliling sebentar di sana.Selanjutnya Criss mengajak Bella untuk pergi sarapan di sebuah Cafe. "Aku laper," katanya.Mobil di parkir tak begitu jauh dan berada tepat di depan Cafe itu. Mereka berdua pun memasuki Cafe tersebut dan memilih kursi dengan sudut yang paling nyaman."Kamu mau makan apa?" tanya Criss saat duduk dan membuka buku menu."Apa aja, tapi yang banyak." Bella sangat bersemangat."Haha. Ibu hamil rakus,” ledek Criss.Lalu ia memesan banyak makanan di sana. Ia terlihat
Seperti biasa, pagi hari setelah kepergian Criss, Bella menunggu di sofa sambil mengintip ke jendela. Ia memegang erat ponselnya.Tok! Tok! Tok!"Ah, pasti Chiko." Bella bergegas membuka pintu. Chiko menepati janjinya kemarin. Ia datang setelah Criss pergi.Kali ini Chiko membawa buah-buahan dan bubur. Bella mempersilakannya masuk. Ia sangat senang dengan apa yang dibawa mantan suaminya itu."Kamu kaya mata-mata. Tahu aja apa yang lagi aku butuhin," kata Bella sambil mengambil bungkusan yang dibawa Chiko."Iya, dong." Chiko tersenyum.“Apa di rumah enggak ada siapa-siapa?” tanya Chiko sesaat sebelum masuk.Bella menggeleng-gelengkan kepalanya. Chiko pun dengan leluasa melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ia lalu duduk di sofa.“Aku ambilin minum dulu, ya?” Bella pergi ke dapur. Ia membuat jus mangga sebanyak dua gelas. Lalu setelahnya ia kembali ke ruang tamu.“Diminum! Mmm ... aku matiin dulu lampu kamar, ya?” kata Bella. Ia berjalan menuju ke kamar
"Ah, biasa. Aku bangun kesiangan,” jawab Chiko sambil terkekeh.Criss mengernyitkan dahinya. "Ah, waktu serumah ... biasanya juga dia bangun paling pagi. Aneh.”Criss tahu betul jika Chiko adalah orang yang giat, selalu tepat waktu dan tidak berleha-leha sepertinya. Kebiasaan mereka berdua sangat berbeda."Mana dokumennya? Tinggal tanda tangan aja, kan?" tanya Chiko. Criss menyerahkan dokumen yang dibawanya.Chiko masih saja gelagapan. Ia duduk sambil membolak-balik dengan cepat berkas-berkas yang berada di atas meja. Ia langsung membubuhkan tandatangan di sana."Enggak dibaca dulu?" tanya Criss."Enggak usah. Aku percaya," kata Chiko. Wajahnya begitu berbinar. Ia tersenyum-senyum sendiri.“Dia kenapa?!” batin Criss bertanya-tanya dengan sikap sang Kakak yang aneh dan tidak seperti biasanya.Menurut Criss, Chiko itu orangnya sangat teliti, tapi entah kenapa ia sampai tak membaca dokumen itu terlebih dahulu. Criss tak mau pikir panjang, ia pun tak mau diberi t